Beda Parenting Tegas dan Galak, Apa Dampaknya untuk Kesehatan Mental Anak?
December 26, 2025 07:04 AM

 

Beda Parenting Tegas dan Galak, Apa Dampaknya untuk Kesehatan Mental Anak?

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Banyak orangtua masa kini mengaku kebingungan saat menjalani peran pengasuhan.

Di satu sisi, mereka tumbuh dengan pola asuh keras dari generasi sebelumnya.

Baca juga: Parenting Aman Menurut Psikolog: Bukan Soal Anak Nurut, tapi Merasa Dilindungi

Namun di sisi lain, ketika menjadi orangtua di era sekarang, mereka justru ragu apakah pola asuh yang diterapkan sudah benar atau justru melukai anak secara psikologis.

Psikolog Wiwik Widiyanti, M.Psi menilai kebingungan tersebut bukan tanpa sebab.

Perubahan zaman, derasnya arus informasi, serta paparan berbagai konten parenting di media sosial membuat orang tua kerap mempertanyakan dirinya sendiri.

Ia menjelaskan bahwa banyak orangtua hari ini berada di posisi transisi antara pola asuh lama yang keras dan tuntutan pengasuhan modern yang lebih sadar kesehatan mental.

“Informasi-informasi yang terlalu cepat, terus banyak kasus yang viral, itu mempengaruhi kita sebagai orang tua. Aku benar nggak sih menjadi orang tua atau mama yang seperti ini? Nah, itu yang menjadi beban kita sebagai orang tua,” ujar Wiwik pada Talkshow MOMSPIRATION di kanal YouTube Tribun Health, Kamis (25/12/2025).

Tegas Bukan Berarti Galak

Dalam praktik sehari-hari, Wiwik menegaskan penting bagi orangtua untuk memahami perbedaan antara parenting tegas dan parenting galak.

Perbedaan ini krusial karena berkaitan langsung dengan pembentukan rasa aman dan kesehatan mental anak.

Menurutnya, sikap tegas adalah bagian dari disiplin yang sehat.

PROMPT GEMINI AI - Foto ibu dan anak perempuan bermain salju dibuat di Google Gemini pada Senin (22/9/2025).
PROMPT GEMINI AI - Foto ibu dan anak perempuan bermain salju dibuat di Google Gemini pada Senin (22/9/2025). (Gemini AI/Tribunnews)

Orangtua berhak menetapkan aturan, jadwal, dan konsekuensi yang jelas, selama disampaikan dengan komunikasi yang konsisten dan tanpa kekerasan.

Ia mencontohkan situasi sederhana, seperti membangunkan anak untuk sekolah.

Orang tua boleh bersikap tegas, bahkan mengangkat anak dari tempat tidur jika sudah diingatkan berkali-kali, selama tidak disertai bentakan, ancaman, atau kekerasan fisik.

“Kalau menurut saya sih tegas ya. Jadi, kita sebagai orangtua tuh harus menerapkan disiplin anak. Jadwal jam berapa kamu harus bangun, sholat, kemudian berangkat sekolah, itu harus disampaikan ke anak,” jelasnya.

Ketegasan, lanjut Wiwik, justru membantu anak memahami struktur, tanggung jawab, dan konsekuensi secara sehat.

Anak belajar bahwa aturan yang disampaikan orang tua memang perlu dijalankan.

Parenting Galak dan Risiko pada Anak

Berbeda dengan tegas, parenting galak dinilai berisiko terhadap kondisi psikologis anak.

Wiwik menjelaskan bahwa galak biasanya muncul dalam bentuk kekerasan verbal maupun fisik, seperti membentak, berkata kasar, atau memukul.

Pola asuh seperti ini, menurutnya, tidak lagi relevan dan berpotensi menimbulkan luka psikologis jangka panjang.

“Kalau yang parenting galak itu dalam artian galak secara verbal ataupun secara fisik. Verbal ngomongnya bisa sambil misuh, atau fisik dengan memberikan kekerasan, itu yang tidak boleh sama anak,” tegas Wiwik.

Ia mengingatkan bahwa anak yang tumbuh dalam pola asuh keras cenderung patuh karena takut, bukan karena memahami alasan di balik aturan.

Dalam jangka panjang, hal ini dapat memengaruhi kepercayaan diri, regulasi emosi, hingga hubungan anak dengan orang tua saat remaja.


Anak Sulit Diatur, Benarkah?

Wiwik juga menanggapi anggapan yang sering muncul di masyarakat bahwa anak zaman sekarang lebih sulit diatur.

Dari sudut pandang psikologi, ia menilai label tersebut terlalu menyederhanakan masalah.

Menurutnya, perilaku anak sangat dipengaruhi oleh pola asuh di rumah.
Orang tua merupakan model utama yang ditiru anak sebelum lingkungan luar mengambil peran.

Anak belajar cara berkomunikasi, mengelola emosi, dan menyelesaikan masalah dari interaksi sehari-hari dengan orang tua.

Karena itu, ketika anak dianggap “susah diatur”, perlu ada refleksi dari orang tua tentang pola komunikasi dan sikap yang ditampilkan di rumah.

Ia menekankan bahwa rumah adalah madrasah atau 'sekolah' pertama bagi anak.

Apa yang dilihat dan dirasakan anak di rumah akan membentuk cara berpikir dan berperilaku di luar.

Dalam konteks kesehatan, Wiwik menegaskan bahwa parenting bukan sekadar soal kepatuhan, tetapi juga soal kesehatan mental anak.

Pola asuh yang tegas namun hangat membantu anak merasa aman, dipahami, dan dihargai.

Sebaliknya, pola asuh yang galak dan penuh tekanan berisiko menimbulkan stres kronis pada anak, yang dapat berdampak pada emosi dan perilaku jangka panjang.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.