TRIBUNSUMSEL.COM - Wakil Wali Kota Surabaya, Armuji mendatangi terduga pemicu pengusiran dan pembongkaran paksa rumah seorang nenek asal Surabaya, Elina Widjajati (80).
Rumah yang berada di Jalan Kuwukan, Kecamatan Sambikerep, Surabaya, Jawa Timur dirobohkan secara paksa oleh puluhan anggota organisasi masyarakat (ormas).
Armuji, yang akrab disapa Cak Ji, mengatakan pun mengecam aksi anarkis tersebut dan turun tangan mengawal hingga tuntas kasus perobohan rumah seorang nenek Elina.
Baca juga: Video Nenek Elina Diusir oleh Ormas Hingga Rumah Dihancurkan, Wakil Wali Kota Surabaya Meradang
Armuji langsung melakukan inspeksi mendadak (sidak) terkait kasus viral nenek Elina.
Ia juga menduga perkara tersebut berkaitan dengan sengketa harta warisan. Menurutnya, Elina memiliki sejumlah aset warisan, termasuk rumah yang dirobohkan.
Dalam video yang diunggah akun Instagram @cakji1 pada Rabu 24 Desember 2025, Armuji sempat mencari-cari orang yang bernama Samuel.
Belakangan diketahui, Samuel adalah orang yang mengaku telah membeli rumah Nenek Elina di Surabaya pada tahun 2014 dari orang bernama Elisa.
"Rumah itu sudah dibeli dari Tante Elisa pada tahun 2014. ada semua surat-suratnya lengkap pak, saya tunjukan surat dan saya sempat bertanya, meminta surat milik kepada yang bersangkutan," ungkap Samuel di hadapan Armuji.
Saat dicecar Armuji soal kepemilikan tanah tersebut masih bernama Elisa pada 2015, Samuel mengaku belum balik nama.
Armuji pun menyemprot aksi Samuel melakukan pengusiran dan pembongkaran rumah secara paksa merupakan sikap brutal yang dikecam publik.
"Jadi kita belum lihat salah benarnya, kalau bapak merasa benar itu kan ada jalur hukum ada mekanismenya. Ini yang dilakukan car-cara brutal seperti ini, ini brutal sekali seluruh Indonesia mengecam sampean, pak," semprot Armuji.
"Ormasnya juga dikecam," sambungnya.
Baca juga: Kronologi Rumah Nenek Elina Dirobohkan Paksa & Diusir Diduga Ormas Soal Lahan, Armuji Turun Tangan
Samuel pun mengklaim bahwa dirinya tidak pernah menggunakan Ormas, melainkan hanya meminta tolong kepada temannya yang bernama Yasin.
"Saya nggak pakai Ormas pak. Yasin itu kebetulan teman saya sendiri pribadi," ungkap Samuel.
"Dia bilang mengatasnamakan ormas, dia yang bilang" tegas Armuji.
"Ndak (tidak) pak," imbuh Samuel.
Lebih lanjut, Samuel menegaskan sejak awal telah berkoordinasi dengan ketua RT setempat.
"Tidak langsung (pengusiran) pak Armuji, saya sudah koordinasi dengan pak RT di hari pertama, kedua saya datangi rumahnya (nenek Elina), saya ditelepon mas Iwan sampaikan hari ini jam 5 ketemu saya, saya tunggu beliau gak datang akhirnya saya besoknya lagi saya datang bersama empat pengacara, saya disitu sampaikan bahwa tolong sama-sama terbuka," katanya.
Samuel juga membantah adanya pengusiran secara paksa terhadap nenek Elina dari rumahnya sendiri.
"Kita bukan mengeluarkan (mengusir) tapi memulangkan nenek Elina ke Balungsari," katanya.
"Pak ini bukti faktual sudah beredar seluruh Indonesia, nenek ini diseret-seret sama Yasin dan teman-temannya, barang-barangnya sampai sekarang dikeluarkan secara paksa dan sudah hilang," kata Armuji mencecar Samuel.
Setelah mendengarkan keterangan kedua belah pihak, Armuji menyarankan agar perkara ini segera dituntaskan melalui jalur hukum di Polda Jatim.
Ia menegaskan bahwa proses eksekusi lahan tidak boleh dilakukan secara sepihak, apalagi dengan melibatkan preman tanpa adanya putusan pengadilan.
“Tindakan brutal ini kalau sampean pakai bawa-bawa preman, meskipun sampean punya surat sah tetap tindakan sampean bisa dikecam satu Indonesia,” tegas pria yang akrab disapa Cak Ji tersebut.
Armuji juga meminta pihak kepolisian bertindak tegas terhadap oknum ormas yang terlibat dalam tindakan pengusiran brutal tersebut demi tegaknya keadilan di Kota Surabaya.
“Oknum seperti ini, tolong organisasi Madas ditindak tegas, laporkan ke kepolisian orang-orang seperti ini biar nanti ada keadilan di sana. Kalau enggak, nanti orang seluruh Indonesia akan mengecam saudara semuanya ini,” kata Armuji.
Sebelumnya, kisah ini dibagikan Armuji lewat Instagram miliknya saat bertemu nenek Elina.
Dalam unggahannya yang dikutip Tribun Sumsel, Armuji menyebut saat ini roses hukum sudah berjalan. Laporan sudah dalam tahap penyelidikan oleh Polda Jatim, dan akan dikawal oleh @satreskrim_polrestabessby .
"Saya akan terus mengawal kasus ini, agar tidak ada lagi aksi serupa di Surabaya. Mohon maaf atas kegaduhan ini ya Rek, terima kasih atas informasinya," tulisnya.
Kuasa hukum korban, Wellem Mintarja menyebut kliennya diusir secara paksa dari rumahnya yang berada di Dukuh Kuwukan, Kelurahan Lontar, Kecamatan Sambikerep, Surabaya.
"Kurang lebih ada 20 sampai 30 orang yang datang dan melakukan pengusiran secara paksa. Ini jelas eksekusi tanpa adanya putusan pengadilan,” kata Wellem, Rabu (24/12/2025), dikutip Kompas.com
Wellem menjelaskan, peristiwa tersebut terjadi siang hari saat Elina menolak keluar rumah.
Nenek lansia tersebut justru ditarik dan diangkat secara paksa oleh empat hingga lima orang demi mengosongkan bangunan.
Saat kejadian, di dalam rumah juga terdapat balita berusia 5 tahun, bayi 1,5 bulan, serta ibu dan lansia lainnya.
“Korban ditarik, diangkat, lalu dikeluarkan dari rumah. Ada saksi dan videonya. Nenek ini sampai bibirnya berdarah,” ungkap Wellem.
Wellem mengatakan, sebidang tanah berukuran 4x23 meter dengan total luas 92 meter persegi tersebut ditinggali Elina sejak tahun 2011 bersama Musmirah bersama Sari Murita Purwandari, Dedy Suhendra, dan Iwan Effendy.
Tanah tersebut diklaim sebagai milik atas nama Elisa Irawati kemudian jatuh ke ahli waris Elina bersama lima orang lainnya.
"Bertempat tinggalnya secara tetap mereka semua ini di rumah (obyek tanah dengan bangunan) tersebut diketahui secara umum oleh masyarakat sekitar dan teman-teman maupun handai tolan lainnya,” kata Willem.
Setelah para penghuni dikeluarkan paksa, rumah tersebut dipalang dan tidak diperbolehkan dimasuki kembali. Beberapa hari kemudian, muncul alat berat yang meratakan bangunan tersebut dengan tanah setelah barang-barang di dalamnya diangkut menggunakan pikap tanpa izin penghuni.
Elina mengungkapkan perlakuan kasar yang dialaminya saat pengusiran tersebut. Tubuhnya diseret dan diangkat keluar dari rumah yang telah ia huni sejak 2011.
“Hidung dan bibir saya berdarah, wajah saya juga memar,” tutur Elina.
Selain mengalami luka fisik, Elina mengaku kehilangan seluruh barang miliknya, termasuk sejumlah sertifikat penting yang diduga ikut raib saat pengosongan paksa.
Ia pun menuntut adanya pertanggungjawaban atas hilangnya dokumen dan rusaknya bangunan miliknya.
“Barang saya hilang semua, ada beberapa sertifikat juga. Ya minta ganti rugi,” kata Elina.
Pihak kuasa hukum telah melaporkan kejadian ini ke Polda Jawa Timur dengan nomor laporan LP/B/1546/X/2025/SPKT/POLDA JAWA TIMUR terkait dugaan pengeroyokan dan perusakan secara bersama-sama sesuai Pasal 170 KUHP pada 29 Oktober 2025.
Wellem menegaskan akan melaporkan kasus ini secara bertahap, termasuk dugaan pencurian dokumen dan masuk pekarangan orang tanpa izin.
Wellem mengatakan, perobohan bangunan dilakukan tanpa melalui suatu perintah pengadilan atau dengan kata lain tidak dilakukan eksekusi melalui pengadilan melainkan oleh kelompok perorangan.
Setelahnya, muncul keterangan akta jual beli Nomor: 38/2025 Notaris/PPAT Surabaya Dedy Wijaya oleh S pada 24 September 2025.
"Di mana tercantum bahwa jual beli objek tanah antara S selaku penjual dan S juga selaku pembeli,” terang Wellem.
Kemudian pada 23 September 2025 Elina melakukan pengecekan ke Kelurahan Lontar dan mendapati tanah tersebut masih atas nama Elisa Irawati.
Tetapi, oleh S kemudian dipasang banner bertuliskan ”DIJUAL TANAH uk. +350 M2 (Lbr : 17,5 M) EKO : 0851 7812 7547”.
Setelah kejadian tersebut, Wakil Wali Kota Surabaya Armuji melakukan inspeksi mendadak (sidak) mendatangi kediaman nenek Elina.
Cucu keponakan Elina, Iwan menceritakan kepada Armuji awalnya pada 4 Agustus 2025 tiba-tiba sekelompok orang datang mengklaim rumah tersebut telah dijual kepada seseorang bernama Samuel.
Meski begitu, keluarga merasa tidak pernah menjual rumah tersebut, hingga mereka menolak untuk pergi.
"Terus tanggal 6 Agustus, orang-orang tadi datang lagi, masuk ke rumah secara paksa dan mengusir Bu Elina dan kami semua,” jelas Iwan kepada Armuji, Rabu (24/12/2025).
Puncaknya pada 9 Agustus 2025, rumah tersebut dibongkar paksa menggunakan excavator.
Seluruh barang-barang mulai dari pakaian, peralatan dapur, kendaraan, hingga surat berharga dilaporkan hilang dan tidak diketahui keberadaannya pasca-pembongkaran.
(*)
Ikuti dan Bergabung di Saluran Whatsapp Tribunsumsel.com