SURYA.co.id - Wakil Wali Kota Surabaya Armuji memastikan Pemerintah Kota Surabaya akan mengawal secara serius kasus perobohan rumah milik Elina Wijayanti (80), warga Jalan Kuwukan, Kecamatan Sambikerep, Surabaya.
Rumah tersebut diketahui dirusak secara paksa oleh sekelompok anggota organisasi masyarakat (ormas).
Penegasan itu disampaikan Armuji saat diwawancarai Kompas TV pada Kamis (25/12/2025).
Ia menekankan bahwa pemerintah daerah tidak akan tinggal diam dan akan terus memantau perkembangan penanganan hukum kasus tersebut.
Armuji yang akrab disapa Cak Ji menyampaikan, saat ini Elina untuk sementara waktu tinggal di rumah keluarganya.
Kendati demikian, proses hukum tetap berjalan dan menjadi perhatian serius Pemerintah Kota Surabaya hingga ada kepastian dari aparat penegak hukum.
“Jadi kita masih memantau kasus ini dan mengawal sampai nanti Polda Jatim bisa memberikan suatu penjelasan secara gamblang dan jelas,” tegas Cak Ji.
Dalam keterangannya, Armuji turut menyoroti sikap ketua RT setempat yang dinilai tidak melakukan upaya pencegahan saat perobohan rumah terjadi.
Menurutnya, proses perataan bangunan tidak mungkin dilakukan dalam waktu singkat tanpa diketahui aparat lingkungan.
“Memeratakan bangunan itu kan enggak cukup sehari bahkan mungkin bisa dua hari. Artinya tidak ada penghalangan sama sekali dari RT/RW yang ada di sana,” terangnya.
Baca juga: Duduk Perkara Rumah Nenek Elina di Surabaya Dibongkar Paksa, Armuji Minta Diselesaikan Jalur Hukum
Ia menduga tidak adanya respons tersebut karena sebelumnya ada pihak bernama Samuel yang telah berkoordinasi dengan ketua RT setempat.
“Kalau ada pengusir tahulah mestinya. Karena yang namanya Samuel ini sudah pernah mendatangi RT pamitan untuk mungkin mengadakan pengosongan rumah tersebut,” paparnya.
Diketahui, Elina telah menempati rumah itu selama kurang lebih 11 tahun dan tinggal bersama cucu ponakannya.
Armuji mengaku sangat menyayangkan sikap aparat lingkungan yang dinilai pasif dalam kejadian tersebut.
“Tapi kalau RT/RW sampai tidak ada respons atau penghalangan dalam pengusiran maupun penghancuran rumah nenek tersebut saya bilang sangat ironis sekali hal semacam ini. Saya sebagai kepala daerah sangat menyayangkan ini,” ucap Armuji.
Ia juga menduga peristiwa tersebut berkaitan dengan konflik warisan. Menurutnya, Elina memiliki sejumlah aset peninggalan keluarga, termasuk rumah yang telah dirusak.
“Warisannya masih banyak dan itu terbukti mereka menyimpan sertifikat yang sekarang ini hilang dirampas oleh kelompoknya Samuel,” ujarnya.
Meski Elina telah menunjuk kuasa hukum, Armuji menegaskan Pemkot Surabaya tetap membuka ruang pendampingan tambahan.
“Kita tetap menyupport andai kata butuh pendampingan pakar-pakar hukum yang lainnya. Kita juga tetap berkomunikasi dengan lawyer yang mendampingi nenek Elina sekarang ini,” jelasnya.
Kasus ini bermula dari video viral yang beredar di media sosial, beberapa waktu lalu.
Dalam video tersebut tampak sejumlah orang diduga dari organisasi masyarakat (ormas) memaksa Nenek Erlina keluar dari rumah yang berada di Jalan Kuwukan, Kecamatan Sambikerep, Surabaya, Jawa Timur.
“Ini rumahnya siapa? Ini rumahnya saya, mana suratnya?"
"Saya kan sudah tunjukkan surat saya,” tegas Elina dengan nada marah.
Saat pengusiran itu, Elina mengaku sempat mengalami kekerasan fisik. Lengannya ditarik, tubuhnya diseret dan diangkat hingga ke luar rumah.
Sementara cucu keponakan Elina, Iwan, menjelaskan bahwa kejadian itu terjadi pada 4 Agustus 2025 lalu.
Sekelompok orang tiba-tiba datang mengklaim rumah tersebut sudah dijual kepada seseorang bernama Samuel.
Keluarga Nenek Elina menolak kelar dari rumah, karena merasa tak pernah menjual hunian tersebut kepada orang lain.
“Terus tanggal 6 Agustus, orang-orang tadi datang lagi, masuk ke rumah secara paksa dan mengusir Bu Elina dan kami semua,” jelas Iwan kepada Armuji, Rabu (24/12/2025), dikutip SURYA.CO.ID dari Tribunnews.com.
Puncaknya pada 9 Agustus 2025, rumah tersebut dibongkar paksa menggunakan excavator.
Seluruh barang-barang mulai dari pakaian, peralatan dapur, kendaraan, hingga surat berharga dilaporkan hilang dan tidak diketahui keberadaannya pasca-pembongkaran.
Ketua RT setempat, Leo, menerangkan bahwa berdasarkan data di kelurahan hingga Agustus 2025, lahan tersebut masih tercatat atas nama Elisabeth, saudara kandung Elina.
Di sisi lain, Samuel selaku pihak yang mengaku pembeli mengeklaim telah membeli rumah itu secara sah sejak 2014.
“Saya sudah beberapa kali menyampaikan ke Bu Elina untuk keluar karena ini sudah rumah yang saya beli, tapi beliaunya tetap enggak percaya. Akhirnya ya mau enggak mau saya lakukan secara paksa,” kata Samuel.
Samuel juga membantah telah menghilangkan barang-barang keluarga Elina. Ia mengeklaim telah mengirimkan satu mobil pikap berisi barang-barang tersebut kepada salah satu anggota keluarga sebelum pembongkaran dilakukan.
Setelah mendengarkan keterangan kedua belah pihak, Armuji menyarankan agar perkara ini segera dituntaskan melalui jalur hukum di Polda Jatim.
Ia menegaskan bahwa proses eksekusi lahan tidak boleh dilakukan secara sepihak, apalagi dengan melibatkan preman tanpa adanya putusan pengadilan.
“Tindakan brutal ini kalau sampean pakai bawa-bawa preman, meskipun sampean punya surat sah tetap tindakan sampean bisa dikecam satu Indonesia,” tegas pria yang akrab disapa Cak Ji tersebut.
Armuji juga meminta pihak kepolisian bertindak tegas terhadap oknum ormas yang terlibat dalam tindakan pengusiran brutal tersebut demi tegaknya keadilan di Kota Surabaya.
“Oknum seperti ini, tolong organisasi Madas ditindak tegas, laporkan ke kepolisian orang-orang seperti ini biar nanti ada keadilan di sana. Kalau enggak, nanti orang seluruh Indonesia akan mengecam saudara semuanya ini,” kata Armuji.