TRIBUNGORONTALO.COM, Gorontalo — Pemerintah Provinsi Gorontalo menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2026 sebesar Rp3.405.144, atau naik 5,69 persen dibanding UMP 2025.
Menariknya, angka UMP tersebut berlaku seragam di seluruh kabupaten dan kota di Gorontalo, tanpa adanya Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) yang lebih tinggi.
Kepala Dinas Tenaga Kerja, ESDM, dan Transmigrasi Provinsi Gorontalo, Wardoyo Mongoliu, menjelaskan bahwa hingga kini tidak ada satu pun kabupaten/kota di Gorontalo yang memberlakukan UMK.
Akibatnya, UMP yang ditetapkan pemerintah provinsi otomatis menjadi acuan upah minimum bagi seluruh wilayah.
Baca juga: 7 Kali Berkunjung, Susi Sisanti Bicara Kemajuan Wisata Hiu Paus Gorontalo
Menurut Wardoyo, absennya UMK bukan disebabkan oleh kebijakan pembatasan upah, melainkan karena tidak terbentuknya Dewan Pengupahan di tingkat kabupaten/kota.
Padahal, keberadaan dewan pengupahan merupakan syarat utama dalam proses pengusulan UMK kepada gubernur.
“UMK hanya bisa ditetapkan jika ada usulan dari bupati atau wali kota yang didasarkan pada rekomendasi Dewan Pengupahan kabupaten/kota. Di Gorontalo, dewan pengupahan di daerah belum terbentuk, sehingga tidak ada dasar pengusulan UMK,” jelas Wardoyo saat ditemui TribunGorontalo.com di Rudis Gubernur beberapa waktu lalu.
Secara regulasi, Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) merupakan standar upah minimum yang berlaku di wilayah tertentu dan umumnya lebih tinggi dibanding UMP.
Angkanya disesuaikan dengan kondisi ekonomi lokal serta kebutuhan hidup layak di masing-masing daerah.
UMK ditetapkan gubernur setiap tahun setelah menerima usulan resmi dari pemerintah kabupaten/kota.
Namun di Gorontalo, mekanisme tersebut belum berjalan. Tanpa dewan pengupahan, pemerintah daerah tidak dapat menghitung dan merekomendasikan UMK sesuai ketentuan perundang-undangan.
Kondisi ini membuat UMP Provinsi Gorontalo menjadi satu-satunya standar upah minimum yang berlaku.
Wardoyo menambahkan, selama belum ada pembentukan Dewan Pengupahan kabupaten/kota, UMP akan tetap digunakan sebagai acuan tunggal bagi dunia usaha dan pekerja di seluruh Gorontalo.
Pemerintah provinsi pun mendorong daerah untuk segera melengkapi perangkat kelembagaan tersebut jika ingin mengusulkan UMK di masa mendatang.
Dengan kenaikan UMP 2026 sebesar 5,69 persen, pemerintah berharap keseimbangan antara perlindungan pekerja dan kemampuan dunia usaha tetap terjaga, sembari membuka ruang perbaikan sistem pengupahan daerah ke depan.
Pembentukan Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota (Depekab/Depeko) dilakukan oleh Bupati/Walikota dengan melibatkan unsur Pemerintah, Organisasi Pengusaha (Apindo), Serikat Pekerja, serta Akademisi/Pakar, dengan perbandingan unsur Pemerintah, Pengusaha, dan Serikat Pekerja.
Dewan ini ditetapkan melalui Keputusan Kepala Daerah dan didanai oleh APBD Kabupaten/Kota, bertugas memberi masukan pengusulan UMK/UMSK dan penerapan sistem pengupahan.
Langkah-langkah Pembentukan Depekab/Depeko:
Inisiasi oleh Bupati/Walikota: Bupati atau Walikota memiliki wewenang untuk membentuk Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota.
Pembentukan Tim Penjajakan/Panitia Ad Hoc biasanya melibatkan Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) untuk mengidentifikasi dan mengundang perwakilan dari berbagai unsur.
Pengusulan Calon Anggota dilakukan oleh Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) dan instansi terkait lainnya, dengan ketua dari unsur pemerintah.
Organisasi Pengusaha diusulkan oleh asosiasi pengusaha (misalnya APINDO).
Serikat Pekerja/Buruh diusulkan oleh serikat pekerja yang ada (misalnya SPSI).
Akademisi/Pakar diusulkan dari perguruan tinggi setempat atau pakar ketenagakerjaan.
Komposisi anggota harus ganjil, umumnya dengan perbandingan unsur Pemerintah, Pengusaha, dan Serikat Pekerja 2:1:1, dengan unsur lain disesuaikan.
Bupati/Walikota menerbitkan Surat Keputusan (SK) tentang pembentukan Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota.
Anggota dilantik, dan Dewan mulai menjalankan tugasnya dengan dukungan administratif dari Disnaker, didanai APBD. (*)