TRIBUNJATIMTIMUR.COM, Bondowoso – Upah Minimum Kabupaten (UMK) Bondowoso tahun 2026 resmi ditetapkan sebesar Rp 2.496.886. Penetapan ini tertuang dalam keputusan Gubernur Jawa Timur dan akan segera disosialisasikan kepada seluruh perusahaan di wilayah Bondowoso.
Besaran UMK tersebut lebih rendah dibanding usulan yang diajukan Pemerintah Kabupaten Bondowoso melalui Dewan Pengupahan, yakni sebesar Rp 2.509.631,93. Meski demikian, angka UMK 2026 tetap mengalami kenaikan dibanding UMK tahun 2025 yang berada di level Rp 2.347.359.
Asisten II Bidang Perekonomian dan Pembangunan Pemkab Bondowoso, Abdurrahman, mengatakan penurunan nilai dari usulan merupakan kewenangan penuh Gubernur Jawa Timur.
Baca juga: UMK Situbondo 2026 Terendah di Jatim, Empat Serikat Buruh Resmi Menolak Keputusan Gubernur
“Setelah kita usulkan ke gubernur, ternyata ada penurunan,” ujar Abdurrahman saat dikonfirmasi, Jumat (26/12/2025).
Abdurrahman yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Pengupahan Kabupaten Bondowoso menjelaskan, keputusan tersebut telah diparaf dan ditandatangani oleh Bupati Bondowoso. Tahap selanjutnya adalah sosialisasi UMK kepada perusahaan-perusahaan.
“Sudah, karena sudah saya paraf dan ditandatangani bupati. Setelah ini akan kami sosialisasikan ke perusahaan,” jelasnya.
Baca juga: Pemkab Bondowoso Usulkan UMK 2026 Rp2,5 Juta, Naik Rp162 Ribu
Sebelumnya, Abdurrahman menyebutkan formulasi penghitungan usulan UMK 2026 mengacu pada UMK tahun berjalan yang ditambah nilai penyesuaian.
Nilai penyesuaian tersebut dihitung dari inflasi daerah ditambah pertumbuhan ekonomi, lalu dikalikan indeks tertentu dalam rentang 0,5 hingga 0,9.
Dosen Ekonomi Universitas Jember, Dr. Moehammad Fathorrozi, menilai penetapan UMK Bondowoso 2026 mencerminkan kondisi yang paradoks. Di satu sisi, hubungan industrial di Bondowoso tergolong stabil karena serikat pekerja dan pengusaha berada dalam satu suara. Namun di sisi lain, kesejahteraan buruh dinilai belum menunjukkan kemajuan signifikan.
Menurut Fathorrozi, pada triwulan ketiga 2025 pertumbuhan ekonomi Bondowoso diklaim mencapai 6 persen, yang oleh sejumlah pejabat daerah disebut sebagai bukti keberhasilan strategi upah rendah dalam menarik investasi.
“Kalau ekonomi tumbuh 6 persen, logikanya buruh juga menagih kenaikan signifikan. Itu yang disebut No Money Illusion,” ujarnya.
Baca juga: Pengangkatan PPPK Paruh Waktu Jember Sebelum Tahun Baru, Gaji Setara UMK
Namun yang terjadi, kata Fathorrozi, serikat pekerja justru menerima satu angka usulan UMK tanpa adanya tuntutan tambahan. Kondisi tersebut ia sebut sebagai Money Illusion, yakni ketika pekerja merasa cukup meski daya beli sebenarnya masih tertekan.
“Mereka merasa cukup dalam kondisi yang ada, padahal secara riil daya beli belum membaik,” jelasnya.
Ia mengingatkan UMK bersifat dua sisi mata pisau. Jika terlalu tinggi dapat memicu pengangguran, namun jika terlalu rendah justru menggerus daya beli dan berpotensi melahirkan kemiskinan struktural dalam jangka panjang.
Baca juga: Serikat Buruh Usul UMK Jember 2026 Naik 10 Persen jadi Rp 3.080.000
“Kalau bertahun-tahun tidak diimbangi, angka kemiskinan bisa saja turun, tapi kesejahteraan buruh tetap di tempat. Itu bukan kemenangan, tapi penundaan masalah,” tegasnya.
Fathorrozi menutup dengan catatan bahwa iklim yang kondusif bagi investor tidak semestinya dibangun dengan mengorbankan kesejahteraan tenaga kerja.
“Jika tidak, Bondowoso hanya akan dikenal sebagai surga modal, bukan rumah yang layak bagi buruh,” tambahnya.
(TribunJatimTimur.com)