Laporan Wartawan TribunJatim.com, Luhur Pambudi
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Viral video amatir yang merekam oknum anggota organisasi kemasyarakatan (ormas) mengusir paksa Elina Widjajanti (80) dari rumahnya di Jalan Dukuh Kuwukan No 27, Lontar, Sambikerep, Surabaya, Jawa Timur.
Sosok Samuel Ardi Kristanto (44) disebut-sebut sebagai pihak yang menjadi biang keladi aksi pengusiran paksa tersebut.
Samuel menyampaikan klarifikasinya dalam sebuah sesi wawancara bersama pengacaranya, M Sholeh berdurasi hampir 12 menit yang ditayangkan dalam akun Instagram (IG) @sholeh_lawyer, pada Jumat (26/12/2025) malam.
Samuel mengaku sudah membeli rumah tersebut dari sosok Elisa, sejak tahun 2014.
Bukti Surat Akta Jual Beli (AJB) mereka, ditandatangani oleh notaris Dedi Wijaya.
Meskipun sudah berpindah tangan, Samuel masih mempersilakan Elisa tinggal di rumah tersebut, sampai memperoleh tempat tinggal baru yang layak. Namun, tiga tahun kemudian pada tahun 2017, Elisa meninggal dunia.
Sepeninggal mantan pemilik rumah; Elisa, Samuel berencana menempati bangunan rumah tersebut secara langsung.
Namun urung dilakukan karena ia masih ingin mengurus proses balik nama sertifikat pada Bulan Agustus 2025.
Ia sempat berkomunikasi dengan pihak pengurus RT setempat, dengan membawa semua berkas bukti keabsahan kepemilikan rumah.
Namun, pengurus RT setempat meminta agar dirinya menyelesaikan urusan dengan beberapa pihak yang masih tinggal di dalam rumah tersebut.
Samuel pun berusaha menjalankan anjuran dari pengurus RT untuk menyelesaikan permasalahan secara internal antara pihaknya dengan para penghuni rumah tersebut.
Baca juga: Tak Percaya Rumahnya Dibeli Orang Sejak 2014, Nenek Elina Terluka Diusir Paksa, Minta Ganti Rugi
Lantas ia mendatangi rumah tersebut untuk bertemu dengan sosok Iwan, yang diketahui merupakan anak angkat dari Elisa.
Samuel menyampaikan keinginannya untuk menempati rumah tersebut dan menyarankan Iwan serta para penghuni lain berpindah tempat tinggal.
Selama berkomunikasi dengan Iwan di dalam rumah itu, Samuel datang ditemani oleh Yasin, salah satu teman dekatnya.
Ia mengaku ingin mengantisipasi manakala terjadi ketegangan di antara kedua belah pihak.
"Saya berpikiran mungkin nanti terjadi suatu keributan. Saya memang mengajak namanya Pak Yasin, teman saya sendiri," ujarnya seperti dalam unggahan video @sholeh_lawyer yang dilihat TribunJatim.com, pada Jumat malam.
Seingat Samuel, di dalam rumah tersebut, tinggal beberapa orang, yakni Musmirah yang dipanggil Mira, dan Sari Murita Purwandari yang dipanggil Sari.
Kemudian, Iwan merupakan suami dari Mira.
Lantas, apakah ada sosok penghuni lain yakni Elina atau Nenek Elina. Samuel mengaku, tidak mengetahui sosok tersebut sebagai penghuni rumah tersebut sejak awal.
"(Sosok Nenek Elina) Tidak ada," katanya menjawab pertanyaan M Sholeh.
Namun, saat Samuel menanyakan bukti keabsahan kepemilikan rumah yang dimiliki oleh kubu para penghuni awal yang diwakili Iwan, menurut Samuel, pihak penghuni rumah tersebut tidak dapat menunjukkannya sama sekali.
"(Apakah Iwan bisa menunjukkan kepemilikan berupa sertifikat, apakah letter C?) Enggak juga. Tidak bisa," ungkapnya.
Samuel menjelaskan, insiden seperti dalam video viral di media sosial tersebut terjadi pada Kamis (7/8/2025) silam.
Ia kembali mendatangi rumah tersebut dan berkomunikasi dengan seluruh penghuninya. Bahwa pihaknya ingin mengosongkan rumah tersebut.
Jika para penghuni menolak, ia juga telah meminta mereka menunjukkan bukti legalitas dan keabsahan sebagai pemilik bangunan rumah.
Namun, menurut Samuel, para penghuni rumah tersebut, masih tetap tidak dapat menunjukkan bukti tandingan itu.
Bahkan, pada momen tersebut, Samuel mengaku melihat sosok Nenek Elina menjadi salah satu penghuni bangunan rumah tersebut.
"Sudah, saya sudah ngomong baik-baik. Waktu itu pada hari keduanya Ibu Joni dan Ibu Elina ini baru saya pertama kali ketemu, pak. Pada tanggal 6-nya (Agustus 2025). Itu saya ketemu dengan mereka," katanya.
Seingat Samuel, mereka tidak bisa menunjukkan bukti kepemilikan rumah tersebut, dengan dalih bahwa surat tersebut hilang.
Namun ia tetap menyangsikan alasan tersebut, karena sejak awal, bahkan sebelum dikabarkan hilang, mereka tetap tidak bisa menunjukkannya.
"Faktanya tidak. Karena dia ngomong katanya hilang sertifikat, apa suratnya. Dicuri," jelasnya.
Bahkan, menurut Samuel, mereka sempat berdalih juga bahwa masih terdapat surat waris yang dimiliki sebagai bukti autentik kepemilikan.
Namun, saat ia berusaha menunggu dan menanti pembuktian surat tersebut, mereka tetap tidak dapat menunjukkannya.
Bahkan, pada saat Iwan dan Nenek Elina telah didampingi oleh anggota tim pengacaranya untuk berkomunikasi dengan pihaknya, surat klaim tersebut tetap tidak pernah muncul.
"Katanya dia nggak sampaikan bahwa ini atas nama siapa tidak pak. Tapi dia katanya ada namanya surat waris. Saya menunggu. Kalau gitu ditunjukkan surat warisnya. Bahkan pengacara yang datang waktu itu 4 orang, Pak dengan Bu Joni, dengan Ibu Elina tidak bisa menunjukkan surat sama sekali," terangnya.
Situasi tersebut juga terjadi pada saat permasalahan ini sengaja dibawa ke forum mediasi yang difasilitasi oleh pengurus RT setempat.
Namun, menurut Samuel, tetap saja, kubu mereka belum dapat menunjukkan bukti tandingan yang dimilikinya.
"Di situ oak RT juga menyampaikan bahwa Ibu Elina pernah datang ke tempat Pak RT dan sudah dimintai surat waris sudah beberapa tahun, bahkan tidak datang," ungkapnya.
Menganggap bahwa proses mediasi yang ditempuhnya ini tetap buntu, Samuel berinisiatif melakukan upaya pengosongan rumah secara sepihak.
Namun, ia mengatakan, pihaknya tak serta merta melakukan pengusiran terhadap seluruh para penghuni. Melainkan tetap mengedepankan langkah humanis.
Salah satunya menyediakan tempat tinggal pengganti meskipun bersifat sementara, yakni di kawasan Jalan Jelidro, Sambikerep, Surabaya.
"Saya sudah menawarkan tempat tinggal. Saya sudah siapkan tempat di dekatnya Jelidro, saya sewakan tempat yang layak. Karena yang tinggal di sana ada namanya Iwan, Mira, Sari, suaminya Sari. Dan saya tidak pernah ketemu dengan Ibu Elina sama sekali Nenek Elina di sana enggak pernah ketemu," ujarnya.
Ternyata, iktikad baik yang ditunjukkan Samuel, diduga tidak diterima oleh kubu Nenek Elina.
Karena, menurutnya, kubu mereka menghendaki tempat tinggal pengganti berada di permukiman kawasan Graha Family atau Graha Natura Surabaya.
"Jadi memang murni saya memanggil teman saya Pak Yasin untuk membantu saya. Betul. Dan di situ saya juga sudah menawarkan tempat tinggal. (Diterima atau ditolak) Dia mintanya di Graha Family, minimal di Graha Natura," jelasnya.
Kemudian, mengenai barang-barang pribadi termasuk dokumen milik para penghuni yang dituduhkan dihilangkan oleh pihak Samuel, Samuel menegaskan, pihaknya tidak membuang atau memusnahkan barang milik penghuni sebelumnya.
Karena ia sudah menyisihkan dan membantu menyediakan tempat penyimpanan seperti gudang.
Dan, setahu Samuel, pihak mereka sudah mengambil sendiri barang pribadi yang dimilikinya, termasuk surat menyurat seperti ijazah, kartu keluarga, akta kelahiran dan sejenisnya.
"Barang-barang sebagian besar sudah diambil mereka, sudah diambil mereka sendiri. Cuma kalau mereka tidak mengakui, saya juga tidak bisa membuktikan," paparnya.
Kemudian, mengenai alasannya melakukan pembongkaran paksa secara sepihak, tanpa melewati pengadilan, Samuel beralasan kalau proses tersebut membutuhkan biaya yang mahal dan proses yang memakan waktu lama.
"Jujur aja pak saya ini kalau di pengadilan, pertama, biaya mahal. Kedua, makan waktu lama," ungkapnya.
Namun, Samuel mengakui bahwa langkah yang ditempuhnya ini terbilang salah.
Kendati begitu, ia ingin menegaskan, pihaknya tetap berusaha melakukan proses ini secara humanis dan mengedepankan komunikasi.
Bahkan, ia membantah jika selama proses ini terdapat aksi kekerasan yang berlebihan hingga membuat pihak penghuni termasuk Nenek Elina, terluka.
"Tidak ada kekerasan. sama sekali," tegasnya.
Bukan cuma mengakui kesalahan. Samuel juga menegaskan, dirinya siap bertanggung jawab secara hukum jika ternyata dirinya harus menjalani pemeriksaan pihak penyidik kepolisian.
Karena ia meyakini kebenaran tetap ada pada pihaknya. Karena memiliki segala surat bukti kepemilikan rumah secara sah.
"Semua sudah siap (untuk ditunjukkan ke penyidik Polda Jatim)," pungkasnya.
Sementara itu, pengacara M Sholeh mengaku merasa janggal pada peristiwa yang dialami kliennya.
Padahal sudah terjadi empat bulan lalu, namun baru viral pada Desember 2025.
"Kenapa kok viralnya di Desember apakah ada yang menunggangi atau apapun saya juga enggak bisa jawab. Karena kejadian ini sudah 4 bulan lalu," ujar M Sholeh.
M Sholeh menambahkan, pihaknya cuma memberikan informasi pembanding dari pihak kliennya; Samuel yang belakangan ini seakan menjadi pihak tertuduh pemicu kegaduhan.
Karena, dia menegaskan, Samuel memiliki bukti kepemilikan surat pembelian secara lengkap melalui notaris.
Dan, selama ini, Samuel tidak mengetahui adanya sosok yang disebut sebagai Nenek Elina sebagai penghuni rumah.
"Teman-teman semoga konten ini sebagai pembanding agar kita tidak satu-satu apa ya satu informasi ada versi dari Pak Samuel dia sebagai pemilik yang tahun 2014 sudah melakukan jual-beli rumah itu di notaris Dedi Wijaya dan 2014-2017 tidak ada yang namanya Nenek Elina di situ baru-baru ini baru ada muncul dan dia menurut Pak Samuel tidak ada kaitan dengan Pemilik Elisa," tambah M Sholeh.
"Tentu kalau itu waris dari orang tuanya Elisa, maka Elisa tidak bisa menjual ke Pak Samuel. Tapi karena Letter C atas nama Elisa sendiri, maka tidak butuh persetujuan ahli waris yang lain, dia bisa menjual rumah itu," pungkas M Sholeh.
Sekadar diketahui, anggota Polda Jatim terus menyelidiki kasus dugaan pengeroyokan yang dialami Elina Widjajanti (80) karena mempertahankan rumahnya di Jalan Dukuh Kuwukan No 27, Lontar, Sambikerep, Surabaya dari aksi pengusiran yang dilakukan sekelompok anggota ormas.
Peristiwa yang dialami 'Nenek Elina,' demikian netizen menyebutnya, sempat viral karena beberapa waktu beredar video amatir yang merekam momen sejumlah anggota ormas berpakaian warna merah memaksa Nenek Elina keluar dari rumahnya.
Anggota ormas tersebut bahkan tampak menarik, menyeret dan membawa tubuh Nenek Elina keluar dari rumah. Peristiwa tersebut diketahui terjadi pada Rabu (6/8/2025).
Beberapa hari kemudian, bangunan rumah tersebut mulai disegel dengan menggunakan kayu dan besi merintangi akses pagar utama pintu masuk rumah, sehingga membuat para penghuni tak bisa memasukinya.
Lalu, sepekan keemudian, Jumat (15/8/2025) bangunan rumah tersebut sudah dirobohkan oleh anggota kelompok ormas tersebut menggunakan alat berat eskavator.
Atas peristiwa yang dialaminya, Nenek Elina membuat laporan Polisi ke SPKT Mapolda Jatim, pada Rabu (29/10/2025), dengan bukti Laporan Polisi Nomor: LP/B/1546/X/2025/SPKT/POLDA JAWA TIMUR tanggal 29 Oktober 2025
Laporan tersebut berbunyi adanya dugaan tindak pidana perusakan sesuai UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 170 KUHP.
Menurut Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Pol Jules Abraham Abast, penyidik sudah memeriksa sekitar enam orang saksi atas penyelidikan kasus tersebut, sejak dilaporkan pertama kali.
Bahkan, perkembangan terbaru, kasus tersebut kini sudah memasuki proses penyidikan. Sehingga, Jules belum dapat menyampaikan hasil penyidikan tersebut kepada publik.
"Iya sudah ditindaklanjuti dan sudah proses penyidikan. Sejauh ini sudah dilakukan pemeriksaan terhadap 6 orang saksi," ujarnya saat dihubungi TribunJatim.com, pada Jumat (26/12/2025).
Di lain sisi, Ketua Umum Madura Asli Sedarah (MADAS) Moch Taufik mengatakan, peristiwa tersebut bukan terjadi pada pekan ini, melainkan pada Bulan Agustus 2025, tatkala dirinya belum menjadi ketua umum.
Aksi yang dilakukan oleh pihak yang mengaku sebagai anggota ormas MADAS itu dilakukan sebelum tergabung secara resmi ke dalam ormasnya.
"Ini yang harus dikonkretkan bahwa kejadian itu sebelum saya menjadi ketua umum," ujarnya saat dihubungi TribunJatim.com, pada Jumat (26/12/2025).
Kemudian, kegiatan yang dilakukan oleh pihak yang mengaku sebagai anggota Ormas MADAS bukan bertindak atas dasar perintah organisasi, melainkan murni kehendak pribadi pada pihak yang bersangkutan.
Pihak tersebut melakukan kegiatan atas dasar ajakan dari pihak anggota tim kuasa hukum kubu yang mengklaim memiliki surat sah atas bangunan rumah tersebut.
"Selanjutnya, berangkatnya mereka itu dari kantor hukum dari kantor pengacara itu yang mendampingi atau bahkan diberikan kuasa oleh yang mengeklaim seseorang yang memiliki tanah tersebut yang lawannya nenek itu," katanya.
Moch Taufik juga menambahkan, upaya yang dilakukan oleh pihak-pihak tersebut sudah dibarengi dengan langkah humanis dan persuasif beberapa waktu sebelum adanya kejadian tersebut.
Kendati demikian, ia tidak akan memcampuri urusan persengketaan kepemilikan bangunan tersebut antara pihak Nenek Elina dan kubu lain yang mengklaim memiliki bukti autentik kepemilikan bangunan
"Upaya-upaya itu secara kekeluargaan itu jauh sebelumnya hasil klarifikasi kami, itu sudah dilakukan dengan cara baik-baik, dengan cara menunjukkan dokumen, dan seterusnya dan seterusnya. Kami tidak akan masuk di rasana biarlah proses hukum yang berjalan," pungkasnya.