Kisah Astin, Anak Tukang Kayu yang Raih Doktor di Jepang-Jadi Dosen ITB
GH News December 27, 2025 02:08 PM
Jakarta -

Berdiri di depan kelas, mengajar sebagai dosen di sebuah perguruan tinggi ternama merupakan buah manis atas perjuangan panjang Astin Nurdiana. Berangkat dari keluarga sederhana, Astin membuktikan pendidikan bisa membawanya sejauh ini.

Astin berasal dari Kebumen, Jawa Tengah. Ia dibesarkan oleh ayah yang bekerja sebagai tukang kayu dan ibunya mengurus rumah tangga.

Hal yang Astin yakini dari dulu bahwa sekolah tinggi akan membawanya kepada banyak pilihan hidup. Lewat beasiswa, kegigihan, dan doa kedua orang tua Astin mampu membuktikan bahwa keterbatasan ekonomi tak jadi penghalang.

Kini, Astin mengajar mahasiswa program studi Teknik Geologi Institut Teknologi Bandung (ITB). Bagaimana Astin bisa sampai di titik saat ini?

Dalami Geologi hingga Juara OSN

Bakat Astin dalam bidang geologi sudah terlihat sejak belia. Saat masih sekolah, Astin aktif mengikuti Olimpiade Sains Nasional (OSN) di bidang kebumian dan menang medali perak.

"Waktu itu saya sebenarnya belum terlalu paham apa itu kebumian, cuma tertarik karena materinya berbeda dari pelajaran sekolah pada umumnya. Dan kebetulan ingin cari pelarian dari remidi matematika dan fisika. Setelah ikut pembinaan, saya jadi tahu kalau Bumi itu menarik sekali," katanya dikutip dari laman ITB, (27/12/2025).

Beasiswa Bidikmisi Ubah Hidup Astin

Keinginan Astin berkuliah sangat tinggi, tapi saat itu finansial jadi halangan. Beruntung, Astin meraih beasiswa Bidikmisi dari pemerintah sehingga ia bisa kuliah di Teknik Geologi ITB.

"Bidikmisi benar-benar mengubah hidup saya. Dari situ saya bisa kuliah di ITB, sesuatu yang dulu rasanya jauh sekali dari jangkauan saya yang berasal dari desa. Jangankan untuk kuliah, untuk SMA pun saya dibantu dengan beasiswa," ungkapnya.

Tak hanya tekun belajar, Astin dikenal sebagai mahasiswa yang aktif. Ia rajin membina siswa-siswa yang akan mengikuti OSN kebumian.

"Waktu itu saya sempat mengajar sampai ke Sumatra Utara. Rasanya senang sekali bisa berbagi pengalaman dan melihat adik-adik itu semangat belajar. Itu juga cara saya berterima kasih, karena dulu saya pun dibantu banyak orang," katanya.

Terbang ke Jepang Lanjutkan Studi

Lulus dari S1, Astin kembali mendapatkan beasiswa Monbukagakusho (MEXT) dari Pemerintah Jepang. Ia melanjutkan pendidikan magister sekaligus doktoral di Tohoku University.

"Awalnya saya tidak menyangka bisa sampai ke Jepang. Waktu itu niatnya hanya ingin lanjut kuliah, dan ternyata Allah memberi jalan lewat beasiswa ini. Saya bersyukur sekali bisa belajar di tempat dengan fasilitas dan lingkungan riset yang luar biasa," kata Astin.

Meski ia memiliki kemudahan dalam mendapatkan beasiswa, tetapi saat menjalani kuliah di Jepang Astin mengalami tantangan besar. Tekanan akademik hingga penelitian yang tertunda membuatnya sakit.

"Masa PhD itu salah satu masa paling berat dalam hidup saya. Saya sempat sakit karena stres psikosomatis, susah tidur, dan merasa kewalahan ketika pandemi datang dan semua kegiatan di lab dihentikan," kenang Astin.

Tantangan demi tantangan berhasil ia lewati. Akhirnya Astin lulus dan pulang kembali ke Indonesia untuk mengabdi.

Ia mengajar di ITB untuk mengabdi seraya mengembangkan riset di bidang geologi. Tak hanya jadi periset ITB, Astin juga terlibat dalam pengembangan Geopark Kebumen, yang ditetapkan sebagai anggota UNESCO Global Geopark.

"Saya merasa sudah waktunya pulang. Saya ingin membawa semangat riset yang terstruktur dan efisien agar mahasiswa juga bisa merasakan bagaimana penelitian itu bisa menyenangkan dan bermakna," pungkas Astin.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.