TRIBUNKALTENG.COM, PALANGKA RAYA – Kenaikan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) di Kalimantan Tengah untuk Tahun 2026 menjadi angin segar bagi pekerja/buruh.
Namun, pengamat menekankan bahwa keberhasilan kebijakan ini sangat bergantung pada pengawasan dan peningkatan produktivitas perusahaan.
Berdasarkan Keputusan Gubernur Kalimantan Tengah Nomor 188.44/492/2025, UMK dan UMSK mulai berlaku pada 1 Januari 2026 hingga 31 Desember 2026.
UMK tertinggi ditetapkan di Kabupaten Barito Utara sebesar Rp4.093.071,54 per bulan, sementara UMK terendah di Kabupaten Pulang Pisau sebesar Rp3.701.205 per bulan.
Penetapan UMK dan UMSK dilakukan berdasarkan rekomendasi bupati/wali kota dan hasil penghitungan Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota masing-masing.
Baca juga: Berikut Daftar Lengkap Kenaikan UMK Kabupaten/kota se-Kalteng, Barito Utara Tertinggi
Daftar UMK Kabupaten/Kota Tahun 2026:
Palangka Raya: Rp3.724.677,99
Pulang Pisau: Rp3.701.205
Kapuas: Rp3.710.096,50
Katingan: Rp3.729.766,91
Seruyan: Rp4.051.079,97
Kotawaringin Timur: Rp3.756.643,61
Kotawaringin Barat: Rp3.909.005,90
Lamandau: Rp3.938.998
Sukamara: Rp3.912.098,21
Gunung Mas: Rp3.770.716,78
Barito Selatan: Rp4.045.059
Barito Timur: Rp3.716.006
Barito Utara: Rp4.093.071,54
Murung Raya: Rp3.998.046
Selain UMK, UMSK juga ditetapkan untuk sektor tertentu seperti pertambangan, perkebunan, dan industri, dengan nilai lebih tinggi daripada UMK untuk menyesuaikan karakteristik masing-masing sektor.
Menurut Suherman Juhari, pengamat ekonomi sekaligus Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Palangka Raya, kenaikan UMK ini membantu pekerja/buruh menjaga daya beli di tengah inflasi.
“Kalau kita melihat data, terdapat variasi yang cukup signifikan. UMK tertinggi ada di Barito Utara, disusul Seruyan dan Barito Selatan. Palangka Raya berada di angka Rp3,7 juta. Ini mencerminkan biaya hidup dan struktur ekonomi, terutama basis sumber daya alam di masing-masing daerah,” ujarnya.
Ia menekankan, UMK menjadi jaring pengaman bagi pekerja dengan masa kerja kurang dari satu tahun. Namun bagi pekerja dengan masa kerja lebih dari satu tahun, perusahaan wajib menyusun Struktur dan Skala Upah.
Tanpa penerapan ini, risiko “kompresi upah” muncul, di mana gaji pekerja baru mendekati gaji pekerja lama, yang dapat memicu ketidakharmonisan hubungan kerja.
Salah satu poin penting dalam SK Gubernur adalah Diktum Ketujuh, yang menegaskan UMK dan UMSK dikecualikan bagi pelaku usaha mikro dan kecil (UMKM).
Kebijakan ini dianggap bijak karena warung makan, kedai kopi kecil, atau usaha rumahan tidak dipaksa membayar standar gaji Rp3,7–4 juta, yang bisa memengaruhi arus kas usaha.
Meski secara hukum UMKM dikecualikan, tantangan pasar tetap ada.
“Pekerja berkualitas mungkin lebih memilih sektor formal atau perusahaan besar yang menawarkan UMK, sehingga UMKM harus menawarkan benefit non-finansial lain untuk menarik tenaga kerja,” tambah Suherman.
Bagi perusahaan besar, penetapan UMK dan UMSK memberikan kepastian hukum sekaligus menuntut efisiensi.
Contohnya, sektor pertambangan batu bara di Barito Utara dipatok Rp4.095.936,68, dan sektor perkebunan kelapa sawit di Seruyan Rp4.058.597,70. Perusahaan yang sebelumnya membayar lebih tinggi dilarang menurunkan upah sesuai diktum kesembilan SK Gubernur.
Suherman menekankan, dunia usaha harus merespons kenaikan UMK dengan peningkatan produktivitas.
“Kenaikan biaya tenaga kerja tanpa diimbangi output produksi yang lebih tinggi akan menggerus margin keuntungan, terutama di sektor padat karya,” ujarnya.
Penetapan UMK dan UMSK diharapkan menyeimbangkan kesejahteraan pekerja di baik sektor tambang dan sawit melalui UMSK tinggi, sekaligus menjaga keberlangsungan usaha kecil melalui pengecualian UMKM.
Kunci keberhasilan, menurut pengamat, ada pada pengawasan dan penerapan struktur skala upah yang adil, serta kemampuan perusahaan meningkatkan produktivitas. Tanpa itu, kenaikan upah bisa menjadi beban bagi dunia usaha.
SK Gubernur juga menegaskan perusahaan yang melanggar ketentuan akan dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan, dan pengawasan dilakukan oleh pejabat fungsional pengawas ketenagakerjaan.
Dengan keputusan ini, seluruh pihak mulai pekerja, UMKM, hingga perusahaan besar diharapkan dapat menyusun strategi masing-masing menghadapi kenaikan UMK 2026, agar tercipta keseimbangan antara kesejahteraan pekerja dan kelangsungan usaha.