TRIBUNSUMSEL.COM - Elina Widjajati (80) kini ketakutan usai rumahnya di Jalan Kuwukan, Kecamatan Sambikerep, Surabaya, Jawa Timur dibongkar paksa hingga diusir.
Diketahui, rumah nenek Elina dibongkar paksa oleh Samuel yang mengaku pemilik rumah tersebut.
Kini nenek Elina diketahui tinggal sementara di indekos di wilayah Balongsari, Surabaya.
Kondisi nenek Elina ketakutan hingga membuatnya kini belum diperiksa penyidik Polrestabes Surabaya.
Hal ini diungkapkan Kasat Intelkam Polrestabes Surabaya, Kompol Awaludin Wijaya saat mendatangi massa unjuk rasa di Taman Apsari Surabaya, pada Jumat (26/12/2025).
"Dan untuk pelapor itu akan dilakukan pemeriksaan pada hari minggu besok. Karena posisinya beliau-beliau masih ketakutan. Mari kita kawal bersama,” ujarnya, dikutip Kompas.com
Terkait update perkembangan selanjutnya akan disampaikan kembali melalui perwakilan koordinator massa.
“Nanti progresnya, update selanjutnya terkait dengan isu permasalahan ini, izinkan saya akan meng-update kembali melalui Mas Purnomo dan Mas Anes,” ucapnya.
Sebelumya, ratusan demo yang berasal dari komunitas ojek online (ojol), dan beberapa organisasi masyarakat (ormas) di Surabaya melakukan demonstrasi buntut pembongkaran dan pengusiran nenek Elina Widjajati (80) di Dukuh Kuwukan, Surabaya.
Baca juga: Samuel Ardi Bongkar Sosok yang Sebenarnya Terlibat Bongkar dan Usir Nenek Elina, Bukan Ormas Madas
Aksi tersebut merupakan buntut dari kasus pembongkaran paksa rumah nenek asal Surabaya, Elina Wijayanti (80) yang didiga dilakukan oleh ormas.
Massa dengan menggunakan baju hitam-hitam memenuhi area Taman Apsari, Surabaya dan membacakan beberapa tuntutan.
Terpisah, Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Jules Abraham Abast, penyidik sudah memeriksa sekitar enam orang saksi atas penyelidikan kasus tersebut, sejak dilaporkan pertama kali.
Baca juga: Sosok Bung Taufik Ketum Madas, Disorot Pasca Anggota Disebut Terlibat Pembongkaran Rumah Nenek Elina
Bahkan, perkembangan terbaru, kasus tersebut kini sudah memasuki proses penyidikan. Sehingga, Jules belum dapat menyampaikan hasil penyidikan tersebut kepada publik.
"Iya sudah ditindaklanjuti dan sudah proses penyidikan. Sejauh ini sudah dilakukan pemeriksaan terhadap 6 orang saksi," ujarnya saat dihubungi TribunJatim.com, pada Jumat (26/12/2025).
Peristiwa yang dialami nenek Elina viral karena beberapa beredar video amatir yang merekam momen sejumlah anggota ormas berpakaian warna merah memaksa Nenek Elina keluar dari rumahnya.
Anggota ormas tersebut bahkan tampak menarik, menyeret dan membawa tubuh Nenek Elina keluar dari rumah. Peristiwa tersebut diketahui terjadi pada Rabu (6/8/2025).
Beberapa hari kemudian, bangunan rumah tersebut mulai disegel dengan menggunakan kayu dan besi merintangi akses pagar utama pintu masuk rumah, sehingga membuat para penghuni tak bisa memasukinya.
Lalu, sepekan keemudian, Jumat (15/8/2025) bangunan rumah tersebut sudah dirobohkan oleh anggota kelompok ormas tersebut menggunakan alat berat eskavator.
Atas peristiwa yang dialaminya, Nenek Elina membuat laporan Polisi ke SPKT Mapolda Jatim, pada Rabu (29/10/2025), dengan bukti Laporan Polisi Nomor: LP/B/1546/X/2025/SPKT/POLDA JAWA TIMUR tanggal 29 Oktober 2025
Laporan tersebut berbunyi adanya dugaan tindak pidana pengerusakan sesuai UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 170 KUHP.
Samuel baru-baru ini menemui Ketua Umum Madura Asli (MADAS) Sedarah Moch Taufik mengklarifikasi soal keterlibatan ormas Madas.
Lewat Youtube Bung Taufik yang dikutip Tribun Sumsel, Sabtu (27/12/2025), Samuel membantah adanya oknum yang membantunya ormas Madas.
Namun diakui Samuel bahwa dirinya memanggil temannya bernama Yasin untuk saat pembongkaran dan pengusiran nenek Elina.
"Tidak ada madas atau organisasi lain di situ, karena murni saya hanya memanggil pak Yasin selaku teman untuk membantu saya supaya kalau terjadi keributan saya bisa diselamatkan," kata Samuel.
Bung Taufik pun menanyakan soal sosok sosok yang terlibat pembongkaran rumah nenek Elina.
"Orang yang melakukan pembongkaran itu siapa sebenarnya apakah pak Yasin atau Madas ?," tanya bung Taufik.
Samuel mengaku oknum yang terlibat sebenarnya orang suruhannya, bukan Yasin atau pun ormas Madas.
"Waktu melakukan pembongkaran itu murni orang saya pak, tidak ada orangnya pak Yasin, tidak ada ormas," kata Samuel.
Ia pun mengaku bingung muncul nama ormas yang disebut-sebut terlibat dalam pembongkaran rumah nenek Elina.
"Munculnya nama ormas ini saya tidak tahu kenapa," terangnya.
Tak hanya itu, Bung Taufik juga mempertanyakan soal pihak Elina menyebut keterlibatan ormas yang mengenakan baju Madas.
"Katanya ada tulisan baju Madas Malika," tanya Taufik.
Samuel pun menjelaskan bahwa baju yang dipakai pihaknya saat pembongkaran rumah nenek Elina ternyata baju imlek.
"Setelah saya kroscek saya lihat videonya saya ambil baju pak Yasin ternyata itu baju imlek tahun 2025," jelas Samuel.
Dengan tindakan pembongkaran hingga membuat ormas MAdas terkena imbas, Taufik sebagai ketum ormas Madas turut prihatin.
"Kami sangat prihatin, kami terdampak orang Madura seolah-olah jahat bahkan bubarkan madas, sementara kami ini punya kegiatan sosial, punya 14 ambulans untuk masyarakat dan ingin selalu berbuat baik," kata Bung Taufik.
Taufik pun mengecam segala bentuk tindak premanisme, terkhususnya terhadap kejadian pembongkaran paksa rumah nenek 80 tahun, Elina Wijayanti.
"Saya yang pertama tentu sebagai ketua umum, turut prihatin yang mendalam kejadian ini, kita juga sama-sama mengecam soal itu,” kata Ketua Umum DPP MADAS, Moch Taufik saat dihubungi melalui sambungan telepon, Sabtu (27/12/2025), dikutip Kompas.com
"Kalau tindakan-tindakan arogansi, premanisme, dan seterusnya itu, kami tidak mau terjadi kepada siapapun itu, sebagai warga negara,” imbuhnya.
Ia mengungkapkan, pihaknya tidak pernah mendengar sama sekali rumor maupun informasi terkait pembongkaran paksa rumah tersebut saat terjadi pada Agustus 2025.
“Dan itu kejadiannya sudah lampau dari bulan Agustus, kenapa baru diangkatnya sekarang? Saya rasa itu tidak fair. Saya baru tahu infonya saja dari media,” ungkapnya.
Ia berharap proses penegakkan hukum secara adil dapat dilakukan antara kedua belah pihak.
“Silakan lakukan upaya-upaya hukum, tetapi dengan sesuai dengan hukum dan berkeadilan,” tuturnya.
“Jangan sampai framing ini, Polda Jawa Timur dalam hal ini melakukan proses penyelidikan maupun penyidikan itu merasa tertekan, tidak boleh begitu,” lanjutnya.
Sementara itu, Koordinator Madas, Muhammad Yasin, berpesan kepada semua anggota Madas agar tidak merampas hak orang lain.
"Jadi, saya berpesan semua kepada anggota Madas seluruh Indonesia, marilah kita melakukan kebaikan. Jangan sampai menyakiti orang lain apalagi mau rampas haknya orang lain," kata Yasin.
Yasin pun mempersilakan pihak kepolisian memproses hukum anggota ormas yang terlibat, tak terkecuali dari ormas Madas yang diduga merampas hak orang lain.
"Jadi, yang kemarin viral di Surabaya, itu harus diproses hukum, meskipun anggota Madas pun harus diproses hukum," ucap Yasin.
Ia menegaskan ormas Madas dibentuk bukan untuk menyakiti. Tapi, sebaliknya untuk membantu orang lain.
Setelah kejadian tersebut, Ormas Madas menemui nenek Elina di kediamannya.
Kunjungan tersebut dikonfirmasi oleh Bhabinkamtibmas Polsek Tandes, Aiptu Rosuli Amri Naim.
"Jadi, di sini dari pihak Madas iktikad baik menemui Ibu Elina, dan juga untuk menyampaikan klarifikasi bahwasanya yang kemarin kejadian itu bukan dari Madas, tapi dari kelompok lain, dari ormas lain," katanya di Surabaya, Jumat, dipantau dari video YouTube KompasTV.
Sementara, kuasa hukum korban, Wellem Mintarja menyebut kliennya diusir secara paksa dari rumahnya yang berada di Dukuh Kuwukan, Kelurahan Lontar, Kecamatan Sambikerep, Surabaya.
"Kurang lebih ada 20 sampai 30 orang yang datang dan melakukan pengusiran secara paksa. Ini jelas eksekusi tanpa adanya putusan pengadilan,” kata Wellem, Rabu (24/12/2025), dikutip Kompas.com
Wellem menjelaskan, peristiwa tersebut terjadi siang hari saat Elina menolak keluar rumah. Nenek lansia tersebut justru ditarik dan diangkat secara paksa oleh empat hingga lima orang demi mengosongkan bangunan.
Saat kejadian, di dalam rumah juga terdapat balita berusia 5 tahun, bayi 1,5 bulan, serta ibu dan lansia lainnya.
“Korban ditarik, diangkat, lalu dikeluarkan dari rumah. Ada saksi dan videonya. Nenek ini sampai bibirnya berdarah,” ungkap Wellem.
Wellem mengatakan, sebidang tanah berukuran 4x23 meter dengan total luas 92 meter persegi tersebut ditinggali Elina sejak tahun 2011 bersama Musmirah bersama Sari Murita Purwandari, Dedy Suhendra, dan Iwan Effendy.
Tanah tersebut diklaim sebagai milik atas nama Elisa Irawati kemudian jatuh ke ahli waris Elina bersama lima orang lainnya.
"Bertempat tinggalnya secara tetap mereka semua ini di rumah (obyek tanah dengan bangunan) tersebut diketahui secara umum oleh masyarakat sekitar dan teman-teman maupun handai tolan lainnya,” kata Willem.
Setelah para penghuni dikeluarkan paksa, rumah tersebut dipalang dan tidak diperbolehkan dimasuki kembali. Beberapa hari kemudian, muncul alat berat yang meratakan bangunan tersebut dengan tanah setelah barang-barang di dalamnya diangkut menggunakan pikap tanpa izin penghuni.
Elina mengungkapkan perlakuan kasar yang dialaminya saat pengusiran tersebut. Tubuhnya diseret dan diangkat keluar dari rumah yang telah ia huni sejak 2011.
“Hidung dan bibir saya berdarah, wajah saya juga memar,” tutur Elina.
Selain mengalami luka fisik, Elina mengaku kehilangan seluruh barang miliknya, termasuk sejumlah sertifikat penting yang diduga ikut raib saat pengosongan paksa.
Ia pun menuntut adanya pertanggungjawaban atas hilangnya dokumen dan rusaknya bangunan miliknya.
“Barang saya hilang semua, ada beberapa sertifikat juga. Ya minta ganti rugi,” kata Elina.
Pihak kuasa hukum telah melaporkan kejadian ini ke Polda Jawa Timur dengan nomor laporan LP/B/1546/X/2025/SPKT/POLDA JAWA TIMUR terkait dugaan pengeroyokan dan perusakan secara bersama-sama sesuai Pasal 170 KUHP pada 29 Oktober 2025.
Wellem menegaskan akan melaporkan kasus ini secara bertahap, termasuk dugaan pencurian dokumen dan masuk pekarangan orang tanpa izin.
Wellem mengatakan, perobohan bangunan dilakukan tanpa melalui suatu perintah pengadilan atau dengan kata lain tidak dilakukan eksekusi melalui pengadilan melainkan oleh kelompok perorangan.
Setelahnya, muncul keterangan akta jual beli Nomor: 38/2025 Notaris/PPAT Surabaya Dedy Wijaya oleh S pada 24 September 2025.
"Di mana tercantum bahwa jual beli objek tanah antara S selaku penjual dan S juga selaku pembeli,” terang Wellem.
Kemudian pada 23 September 2025 Elina melakukan pengecekan ke Kelurahan Lontar dan mendapati tanah tersebut masih atas nama Elisa Irawati.
Tetapi, oleh S kemudian dipasang banner bertuliskan ”DIJUAL TANAH uk. +350 M2 (Lbr : 17,5 M) EKO : 0851 7812 7547”.
Ikuti dan Bergabung di Saluran Whatsapp Tribunsumsel.com