Pilu 9 WNI Jadi Korban TPPO di Kamboja, Pemerintah Lakukan Penyelamatan
December 27, 2025 06:47 PM

TRIBUNJAMBI.COM -Kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) kembali menjerat warga negara Indonesia di luar negeri.

Sebanyak sembilan WNI dilaporkan menjadi korban praktik TPPO di Kamboja setelah direkrut dengan janji pekerjaan bergaji tinggi, namun pada kenyataannya justru mengalami eksploitasi kerja.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007, TPPO didefinisikan sebagai tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penyekapan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan, penjeratan utang, atau cara lain yang bertujuan untuk mengeksploitasi korban, baik di dalam maupun di luar negeri.

Dalam kasus ini, para korban awalnya dijanjikan gaji sebesar Rp 9 juta per bulan untuk bekerja di Kamboja. 

Tawaran tersebut mendorong mereka berangkat ke luar negeri dengan harapan memperoleh penghidupan yang lebih baik.

Namun setibanya di Kamboja, kondisi yang mereka hadapi tidak sesuai dengan janji awal.

Para WNI tersebut diketahui dipaksa bekerja sebagai admin penipuan dan judi online. 

Aktivitas kerja yang dijalani berada di bawah tekanan dan pengawasan ketat dari pihak pemberi kerja.

Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri, Brigjen Pol M Irhamni, menjelaskan bahwa para korban juga mengalami bentuk kekerasan fisik sebagai sanksi apabila tidak memenuhi target kerja yang ditetapkan.

“Mereka tidak sesuai target yang ditargetkan oleh bosnya.

Makanya dia diberikan sanksi. 

Dari mulai teringan dia push up, kemudian sit up, kemudian lari di lapangan selama 300 kali di lapangan futsal,” ucap Irhamni.

Tekanan fisik dan mental yang terus dialami membuat para korban berupaya mencari jalan keluar.

Kesempatan tersebut muncul pada November 2025, saat pengawasan dari pihak pemberi kerja melemah.

Para korban kemudian melarikan diri ketika diajak makan di luar oleh bos mereka.

Dalam kondisi tersebut, mereka memanfaatkan kelengahan pengawasan untuk menuju Phnom Penh dan mendatangi Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI).

“Pada saat lengah bosnya ataupun pengamanannya itu, dia melarikan diri ke Phnom Penh ke KBRI,” ucap Irhamni.

Setelah tiba di KBRI Phnom Penh, para korban membuat laporan dan untuk sementara waktu tinggal bersama guna menghindari kemungkinan dipaksa kembali ke tempat kerja sebelumnya.

Proses pemulangan pun tidak berlangsung singkat karena harus melalui berbagai tahapan administratif dan koordinasi lintas negara.

“Setelah berkoordinasi dengan KBRI Kamboja dan otoritas Imigrasi Kamboja kesembilan korban berhasil mendapat izin keluar, karena tidak mudah tentunya,” ujarnya.

Dalam pengungkapan kasus ini, kepolisian juga mengungkap bahwa pihak pemberi kerja bukan merupakan warga negara Kamboja. Irhamni menyebutkan bahwa bos para korban berasal dari luar negeri.

“Kebetulan bosnya adalah dari luar negeri juga, dari China. Tidak dari warga lokal Kamboja,” jelasnya.

Dari sembilan WNI yang dipulangkan, satu orang korban diketahui dalam kondisi hamil enam bulan.

 Meski demikian, Irhamni memastikan kondisi kesehatan seluruh korban relatif baik.

“Kesembilan orang dalam keadaan sehat dan salah satu korban berinisial A dalam keadaan mengandung dengan usia kandungan enam bulan,” ujar Irhamni.

Ia menambahkan, selama proses penyelidikan dan pemulangan, Bareskrim Polri terus berkoordinasi dengan otoritas Kamboja untuk memastikan perlindungan terhadap para korban.

Saat ini, penyelidikan masih terus dilakukan untuk mengungkap jaringan dan pihak-pihak lain yang terlibat.

“Kami dalam hal ini Desk Ketenagakerjaan Bareskrim Polri berkomitmen melalukan penegakkan hukum secara profesional dan berkeadilan untuk mengejar dan menangkap seluruh pihak yang terlibat dalam rangkaian kejahatan TPPO,” jelasnya.

Sementara itu, Kementerian Luar Negeri RI menyampaikan bahwa pemulangan kesembilan WNI dilakukan pada 26 Desember 2025 melalui kerja sama antara Kemenlu, KBRI Phnom Penh, dan Bareskrim Polri.

“Mereka telah menjalani proses keimigrasian setempat, termasuk penyelesaian deportasi dan penerbitan exit permit,” tulis keterangan resmi Kemenlu, Jumat (26/12/2025).

Kemenlu juga mengungkapkan bahwa para korban berasal dari sejumlah daerah di Indonesia, yakni Jawa Barat, DKI Jakarta, Riau, Sumatera Utara, Sulawesi Utara, dan Lampung.

Kasus ini pertama kali terungkap setelah adanya laporan dari Bupati Kuningan, Jawa Barat, Dian Rahmat Yanuar, kepada Penasihat Kapolri Andi Gani Nena Wea, yang juga menjabat sebagai Presiden Konfederasi Buruh ASEAN (ASEAN TUC). Laporan tersebut kemudian ditindaklanjuti oleh Desk Ketenagakerjaan Polri.

Setelah menerima laporan, tim yang dipimpin Brigjen Pol Irhamni langsung bergerak ke Kamboja. Dalam prosesnya, Andi Gani turut menjalin komunikasi dengan sejumlah pihak, termasuk Presiden Buruh Kamboja, Chin, untuk membantu penyelamatan para korban.

“Kami langsung bergerak cepat, dan ini merupakan proses pemulangan tercepat. Biasanya memakan waktu berbulan-bulan, namun dalam waktu kurang lebih 1 bulan para korban sudah bisa kembali ke tanah air,” kata Andi Gani, Sabtu (27/12/2025).

Ia juga menekankan bahwa kecepatan proses penyelamatan menjadi faktor penting untuk mencegah risiko lanjutan terhadap para korban.

“Jika tidak diselamatkan secara cepat, para korban ini sangat berpotensi kembali dijual oleh mafia sindikat TPPO di Kamboja yang sistemnya sangat rapi,” ungkapnya.

Kasus ini menambah daftar panjang WNI yang menjadi korban TPPO di luar negeri, sekaligus menjadi perhatian serius aparat penegak hukum dan pemerintah dalam upaya pencegahan serta penindakan terhadap praktik perdagangan orang lintas negara.

(Tribunnews.com, Muhammad Renald Shiftanto/Abdi Ryanda Shakti/Rizki Sandi Saputra/Seno Tri Sulistiyono)

Baca juga: Peringatan Dini Cuaca Jambi Sabtu Sore/Malam, Waspada 4 Wilayah

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.