TRIBUNKALTIM.CO, BALIKPAPAN – Ancaman deforestasi kembali membayangi Hutan Lindung Sungai Wain atau HLSW, Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim).
Pembukaan lahan di kawasan konservasi strategis ini disebut telah berlangsung secara bertahap sejak tahun 2022 dan kian meluas hingga kini, menjadi sinyal serius lemahnya pengawasan serta tata kelola kawasan hutan lindung di Balikpapan.
Temuan tersebut mengemuka menyusul operasi tangkap tangan (OTT) aktivitas pembabatan hutan yang dilakukan tim gabungan pada 17 Desember 2025.
Baca juga: 30 Hektare Kawasan Lindung HLSW di Balikpapan Dirambah untuk Kebun Sawit, 2 Orang Jadi Tersangka
Senin (22/12/2025) Balai Penegakan Hukum (Gakkum) Kehutanan Wilayah Kalimantan menetapkan RMA (penanggung jawab) dan H (pengawas lapangan) sebagai tersangka dalam kasus perambahan di HLSW, Balikpapan.
Operasi ini melibatkan Balai Penegakan Hukum Kehutanan Kalimantan, Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Timur, serta Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL).
Dalam operasi tersebut, penyidik menemukan aktivitas pembersihan lahan menggunakan alat berat di kawasan HLSW.
Pokja Pesisir melalui juru bicaranya, Husen Suwarno, mengapresiasi langkah aparat dalam menindak pelaku perambahan, terlebih luas area yang dibabat mencapai sekitar 30 hektare.
Berdasarkan hasil penelusuran lapangan, lokasi pembukaan lahan tersebut dinilai bukan kawasan baru.
“Ini bisa terlihat dengan bukti foto-foto yang kami ambil,” ujarnya, dalam keterangan tertulis yang dikutip pada Sabtu (27/12/2025).
Kajian Pokja Pesisir mencatat, aktivitas pembukaan area di kawasan tersebut sudah terjadi sejak 2022 dengan klaim awal atas nama I. K. Semadi, dan kondisinya semakin parah sejak 2023 hingga sekarang.
Seiring waktu, diduga terjadi perubahan nama atau kepemilikan lahan, mengingat sejak 2023 tidak lagi ditemukan plang kepemilikan di lokasi.
Husen mengaku tidak terkejut dengan maraknya perambahan di kawasan HLSW.
Menurutnya, Pokja Pesisir telah berulang kali menyampaikan peringatan dan masukan dalam berbagai forum resmi bersama instansi terkait.
“Tapi kritik dan masukan dianggap angin lalu,” katanya.
Pokja Pesisir menilai, salah satu faktor pemicu utama perambahan HLSW adalah akses jalan penghubung Pulau Balang yang memisahkan HLSW dengan Hutan Pesisir Teluk Balikpapan, yang kini telah berkembang menjadi Jalan Tol IKN.
Kondisi ini dinilai membuka celah bagi aktivitas ilegal di kawasan lindung.
Baca juga: POPULER KALTIM: 30 Ha Kawasan Lindung HLSW Balikpapan Dirambah hingga Kecelakaan Maut di Samarimda
“Kalau dilihat titik koordinat pembukaannya berada di atas DAS Tempadung, yang mana kawasan tersebut masuk dalam Hutan Lindung Sungai Wain,” ulas Husen.
Ia menambahkan, pembangunan Jalan Tol IKN dinilai tidak memperhatikan keberadaan buffer zone atau zona penyangga HLSW.
Akibatnya, kawasan hutan lindung menjadi rentan terhadap klaim lahan, pembukaan ilegal, hingga kerusakan lingkungan yang lebih luas.
Aktivitas perambahan di kawasan Hutan Lindung Sungai Wain (HLSW) seluas 30 hektare kembali memicu alarm lingkungan di Kota Balikpapan, Kalimantan Timur.
Kelompok Kerja (Pokja) Pesisir menilai kasus ini sebagai ancaman serius deforestasi dan bukti lemahnya pengawasan kawasan lindung.
Juru Bicara Pokja Pesisir, Husen Suwarno, menegaskan bahwa HLSW memiliki peran vital dalam menjaga keseimbangan ekosistem Balikpapan.
Menurutnya, pembukaan lahan di kawasan ini bukan sekadar hilangnya tutupan pohon, melainkan sebuah bencana ekologis yang berdampak luas.
“Termasuk fenomena banjir yang selama ini dihadapi Kota Balikpapan,” ujarnya, Sabtu (27/12/2025).
Husen menduga aktivitas perambahan ini melibatkan banyak pihak dan mempertanyakan peran Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Balikpapan yang bertanggung jawab atas pengelolaan kawasan tersebut.
“Bagaimana bisa ada dua buldozer masuk dalam kawasan hutan dan sudah merambah dengan sangat luas tanpa diketahui petugas,” tegasnya.
Ia menilai kasus ini mengindikasikan adanya kelalaian di lapangan.
Selain itu, dampak Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 yang menarik kewenangan pengelolaan hutan ke pemerintah pusat dengan delegasi ke provinsi, membuat pengawasan semakin sulit.
Minimnya kewenangan pemerintah kabupaten/kota juga memperparah kondisi.
Husen menekankan bahwa peristiwa serupa tidak boleh terulang.
Salah satu langkah pencegahan yang dinilai krusial adalah mempertahankan serta merestorasi kawasan hutan di sisi kanan dan kiri jalan tol yang berbatasan langsung dengan HLSW.
“Tepatnya di sepanjang batas Hutan Lindung Sungai Wain sampai ke Pulau Balang,” jelasnya.
Ia menambahkan, kawasan HLSW turut terdampak oleh pembangunan akses jalan penghubung Pulau Balang yang kini berkembang menjadi Jalan Tol IKN, sehingga memisahkan HLSW dengan Hutan Pesisir Teluk Balikpapan.
Senin (22/12/2025) Balai Penegakan Hukum (Gakkum) Kehutanan Wilayah Kalimantan menetapkan RMA (penanggung jawab) dan H (pengawas lapangan) sebagai tersangka dalam kasus perambahan di HLSW, Balikpapan.
Temuan Gakkum Kehutanan Wilayah Kalimantan, lahan seluas 30 hektare di kawasan lindung HLSW ini dirambah untuk dijadikan kebun kelapa sawit.
Selain menetapkan RMA dan H sebagai tersangka, Gakkum Kehutanan Wilayah Kalimantan juga menyita dua alat berat yang digunakan untuk merambah hutan.
Baca juga: Bangau Tong-tong Diselamatkan Polairud Kaltim dan BKSDA, Dilepas ke Hutan Sungai Wain Balikpapan
Terakit perambahan di HLSW, Walikota Balikpapan Rahmad Mas’ud menegaskan pembangunan tetap berjalan tanpa mengorbankan lingkungan.
Kawasan hutan, sambung dia, baik hutan lindung maupun mangrove di Balikpapan, tidak boleh dirambah.
"Pemerintah tidak bisa berjalan sendiri. Kami berharap ada laporan dari masyarakat dan warga yang memberikan informasi kepada pemerintah, sehingga hal-hal yang merusak, termasuk lingkungan, bisa dicegah sedini mungkin," katanya.
Pemerintah daerah telah memiliki regulasi dan perangkat pengawasan untuk menjaga kawasan hutan dari aktivitas ilegal.
Ketua Komisi II DPRD Kaltim, Sabaruddin Panrecalle, menantang aparat untuk mengungkap aktor di balik perambahan 30 hektar lahan di kawasan lindung tersebut.
"Jangan hanya mereka yang di lapangan saja yang ditangkap. Aparat harus usut sampai ke akar-akarnya, termasuk siapa aktor atau pengusaha di balik perambahan hutan lindung ini," tegas legislator asal Balikpapan ini.
Ia mengingatkan agar pengungkapan kasus perambahan di kawasan lindung ditindaklanjuti secara serius.
"Jangan sampai seremonial penangkapan, tapi tidak ada kelanjutannya," katanya.
Sabaruddin menilai instansi yang mengawasi HLSW kecolongan.
Pembabatan 30 hektar lahan tidak mungkin dilakukan dalam waktu singkat.
"Pasti ini butuh waktu membuka lahan. Jika tidak diketahui, berarti instansinya kecolongan. Ini harus jadi evaluasi," katanya.
Ia meminta instansi terkait memperketat pengawasan terhadap kawasan konservasi.
"Kan ada anggaran pengawasan yang diberikan pemerintah.
Berarti pengawasannya tidak maksimal," ujar politikus Partai Gerindra ini seperti dikutip TribunKaltim.co dari kompas.com.
Kedua tersangka, RMA (55) dan H (44), ditetapkan pada Senin, 22 Desember 2025. Mereka dijerat dengan Pasal 17 ayat (2) huruf b jo Pasal 92 ayat (1) huruf a Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang RI Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.
Selain itu, mereka juga dikenakan Pasal 78 ayat (2) jo Pasal 50 ayat (3) huruf a Undang-Undang RI Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, beserta ketentuan pidana lainnya.
Para tersangka terancam hukuman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda hingga 5 miliar rupiah.
Kasus ini merupakan tindak lanjut operasi tangkap tangan pada 17 Desember 2025 terhadap empat orang, yakni RMA, H, S, dan T, yang kedapatan membuka lahan di kawasan Hutan Lindung Sungai Wain menggunakan dua unit alat berat ekskavator.
S dan T diperiksa sebagai saksi operator ekskavator.
Kepala Balai Penegakan Hukum Kehutanan Wilayah Kalimantan, Leonardo Gultom, menegaskan pentingnya sinergi lintas lembaga. Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Timur, Joko Istanto, mengapresiasi keberhasilan tim operasi.
"Hutan Lindung Sungai Wain memiliki fungsi ekologis yang sangat penting sebagai sumber air bersih dan penyangga kehidupan serta keanekaragaman hayati, khususnya bagi Kota Balikpapan sebagai kota penyangga IKN.
Kami akan terus memperkuat pengawasan dan mendorong partisipasi masyarakat dalam perlindungan kawasan hutan," katanya.
Dirjen Penegakan Hukum Kehutanan, Dwi Januanto Nugroho, menegaskan akan terus bersinergi dengan pemerintah daerah dalam melakukan penegakan hukum, baik terhadap perorangan maupun korporasi yang melakukan aktivitas ilegal.
"Ini merupakan bentuk komitmen pemerintah dalam menjaga kedaulatan kawasan hutan lindung di Indonesia," tegasnya.
Dilansir TribunKaltim.co dari laman resminya, HLSW adalah jantung kehidupan kota Balikpapan.
Sejarah pengelolaan hutan di Sungai Wain menjadi kawasan lindung sudah dimulai sejak tahun 1934.
Ketika itu, Sultan Kutai sudah menetapkan kawasan hutan Sungai Wain sebagai hutan yang akan dilestarikan.
Selanjutnya, dibentuk Badan Pengelola HLSW tahun 2002.
Hingga kemudian sesuai Undang-undang Nomor 23/2014, kawasan Hutan Lindung Sungai Wain berada di bawah Kesatuan Pengelolaan Hutan Bongan.
Sejak awal tahun 2016 hingga sekarang Yayasan Pro Natura (www.pronaturafoundation.org) menjadi mitra utama dalam pengelolaan dan pelestarian HLSW.
Luas kawasan HLSW adalah sekitar 10.000 ha.
Secara administratif berada di Kecamatan Balikpapan Barat dan di kelurahan Karang Joang di Balikpapan Utara.
Hutan Lindung Sungai Wain terletak di km 15 pada bagian utara Kota Balikpapan, berdekatan dengan jalan utama antara Balikpapan dan Samarinda (ibukota Provinsi Kaltim) di bagian timur serta Teluk Balikpapan di sebelah barat.
HLSW adalah hamparan hutan dataran rendah yang relatif kecil hanya sekitar 10.000 hektare tetapi sangatlah penting keberadaannya bagi kota Balikpapan.
Selain menjadi sumber air bersih untuk 25 persen kebutuhan kota Balikpapan termasuk kebutuhan air baku untuk kilang minyak Pertamina, HLSW memiliki potensi untuk ekowisata, penelitian dan pendidikan yang luar biasa.
Lebih dari 1000 jenis tumbuhan telah diidentifikasi di HLSW.
Hutan ini luar biasa kaya jenis pepohonan Dipterocarpaceae. HLSW menjadi sumber genetika yang sangat penting.
Satwa asli Kalimantan ditemukan tinggal di HLSW.
Sayangnya banyak jenis sekarang telah berstatus “TERANCAM PUNAH” karena hutan dataran rendah sudah hampir habis ditebang.
Berbagai jenis burung asli Kalimantan seperti burung enggang, ayam hutan langka, burung pelatuk masih dapat kita jumpai.
Fauna langka yang terancam punah masih lazim dijumpai, seperti macan dahan, lutung dan lain-lain.
Sudah lebih dari 70 tahun, air dari HLSW digunakan sebagai penopang industri minyak di Balikpapan.
Tanpa air dari HLSW kota Balikpapan tidak akan menjadi kota besar seperti sekarang.
Manfaat sebagai penyedia air bersih inilah yang mengingatkan pentingnya Hutan Lindung Sungai Wain sebagai sumber air untuk masa depan masyarakat Kota Balikpapan.
Udara bersih untuk kota Balikpapan sangat diperlukan mengingat pertumbuhan kota semakin pesat yang turut memicu peningkatan pencemaran udara.
HLSW bisa disebut sebagai paru-paru hijau Kota Balikpapan.
Udara pepohonan rimbun HLSW menyerap CO2 yang kotor dari Balikpapan dan melepas O2 bersih yang dinikmati oleh warga tanpa disadari. (*)