TRIBUNKALTIM.CO - Kondisi Hutan Lindung Sungai Wain (HLSW) semakin mengkhawatirkan.
Sebab, beberapa waktu lalu Gakkumhut dan tim gabungan menahan tersangka dugaan pembabatan HLSW tanggal 17 Desember 2025.
Dalam operasi tersebut, penyidik menemukan aktivitas pembersihan lahan yang menggunakan alat berat. Kondisi itu mendapat perhatian dari Pokja Pesisir.
Juru Bicara Pokja Pesisir, Husen Suwarno mengapresiasi penangkapan pelaku perambahan kawasan HLSW tersebut. Terlebih, luas lahan yang dibabat mencapai 30 hektar.
Berdasarkan titik koordinat, lokasi perambahan tersebut sama persis dengan temuan Pokja Pesisir pada tahun 2023 sewaktu melakukan survai lapangan.
Baca juga: Dugaan Pemicu Perambahan 30 Hektare HLSW Balikpapan, DPRD Kaltim Desak Aktor Besar Juga Ditangkap
“Ini bisa terlihat dengan bukti foto-foto yang kami ambil,” ujarnya, dalam keterangan tertulis yang dikutip pada, Sabtu (27/12/2025).
Kajian Pokja Pesisir berisikan, pembukaan area ini sudah terjadi sejak tahun 2022 dengan klaim awal atas nama I. K. Semadi dan kondisinya semakin parah sejak tahun 2023 hingga sekarang.
Seiring berjalannya waktu terdapat ada kemungkinan perubahan nama atau kepemilikan lahan.
Pasalnya sejak tahun 2023 tidak terlihat lagi ada plang kepemilikan di lokasi tersebut.
Husen sendiri mengaku tidak heran dengan aktivitas perambahan yang terjadi di kawasan Hutan Lindung Sungai Wain.
Pihaknya sudah kerap sering mengingatkan jauh–jauh hari di beberapa kesempatan dalam forum diskusi resmi bersama instansi terkait.
“Tapi kritik dan masukan dianggap angin lalu,” katanya.
Pokja Pesisir menilai penyebab utama perambahan HLSW tersebut karena adanya akses jalan penghubung Pulau Balang yang memisahkan antara HLSW dengan Hutan Pesisir Teluk Balikpapan yang kini sudah menjadi Jalan Tol IKN.
Temuian ini menjadi indikasi begitu lemahnya pengelolaan dan pengawasan di lapangan.
“Kalau dilihat titik koordinat pembukaannya berada di atas DAS Tempadung, yang mana kawasan tersebut masuk dalam Hutan Lindung Sungai Wain,” ulas Husen.
Menurutnya, pembukaan Jalan Tol IKN ini tidak memperhatikan buffer zone sebagai zona penyangga Hutan Lindung Sungai Wain (HLSW).
Sehingga dapat memicu berbagai masalah lingkungan, seperti klaim lahan maupun aktivitas ilegal logging.
Baca juga: Deforestasi Ancam Hutan Lindung Sungai Wain, Pembukaan Lahan Sejak 2022
Demikian temuan pembukaan area di Tempadung yang berbatasan langsung dengan HLSW ini juga menjadi contoh nyata dalam permasalahan lingkungan.
RMA berperan sebagai penanggung jawab kegiatan dan H adalah pengawas lapangan yang membuka lahan untuk perkebunan sawit.
Kepala Balai Gakkum Kehutanan Wilayah Kalimantan, Leonardo Gultom mengatakan penetapan tersangka dilakukan menyusul operasi gabungan perambahan hutan menggunakan alat berat pada 17 Desember 2025.
“Kami akan mendalami dan ungkap aktor dan pelaku lain yang terlibat dalam aktivitas illegal ini," ungkap Leonardo dalam keterangannya, Rabu (24/12/2025).
Pada kasus tersebut, penyidik telah memeriksa S dan T selaku operator ekskavator sebagai saksi.
Sementara, RMA dan H dijerat Pasal 17 ayat (2) huruf b juncto Pasal 92 ayat (1) Huruf a Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
"Tersangka diancam hukuman paling lama 10 tahun serta denda hingga Rp 5 miliar," tutur Leonardo.
Terpisah, Kepala Dinas Kehutanan Kalimantan Timur, Joko Istanto menjelaskan bahwa Hutan Lindung Sungai Wain merupakan penopang sumber air bersih, penyangga kehidupan, serta keanekaragaman hayati di Kalimantan Timur.
"Kami akan terus memperkuat pengawasan, meningkatkan kapasitas sumber daya manusia serta mendorong partisipasi masyarakat dalam perlindungan Kawasan hutan," sebut Joko.
Perambahan untuk Tambang Perambahan hutan ilegal juga terjadi di kawasan Taman Nasional Kutai, Kalimantan Timur.
Petugas menemukan enam ekskavator tengah menambang galian C dan satu unit lainnya menggali tanggul untuk tambak.
Petugas menangkap pelaku berinisial BW, HER, AA dan V di dua lokasi itu. Direktur Jenderal Gakkum Kehutanan Kementerian Kehutanan (Kemenhut), Dwi Januanto Nugroho mencatat galian C seluas sekitar 1 hektare.
Sedangkan perambahan untuk tambak mencapai 25 hektare.
“Dalam rangka menjaga kelestarian kawasan konservasi Ditjen Gakkum Kehutanan berkomitmen melakukan perlindungan dengan serius dengan melakukan penegakan hukum baik perorangan maupun korporasi yang melakukan aktivitas perusakan terhadap kawasan konservasi," jelas Dwi.
"Kegiatan ini merupakan bentuk komitmen pemerintah dalam menjaga kedaulatan kawasan hutan sesuai dengan fungsinya," imbuh dia.
Para pelaku dijerat Pasal 50 ayat 2 huruf a UU 41 tahun 1999 dan UU Cipta Kerja Nomor 6 tahun 2023 dan/atau Pasal 33 ayat 1 UU Nomor 32 tahun 2024 dengan ancaman pidana penjara maksimal 10 tahun dan denda maksimal Rp 5 miliar.
DPRD Balikpapan berkomitmen untuk mengawal dan mengkoordinasikan kasus pembabatan Hutan Lindung Sungai Wain (HLSW).
Pernyataan ini menyusul kabar bahwa tim gabungan telah melakukan operasi tangkap tangan terhadap aktivitas pembukaan lahan yang diduga akan digunakan untuk perkebunan sawit tanggal 17 Desember 2025.
Ketua Komisi II DPRD Balikpapan, Fauzi Adi Firmansyah mengaskan pihaknya akan melakukan crosscheck mandalam terhadap informasi tersebut.
“Betul, kemarin saya juga mendapat informasi terkait pembukaan lahan di kawasan hutan lindung sungai wain. Tapi akan kami cross-check lagi,” ujarnya, Sabtu (27/12/2025).
Fauzi memastikan akan terus memantau perkembangan kasus pembabatan kawasan HLSW seluas 30 hektar tersebut.
Fokus DPRD Balikpapan sebagai fungsi pengawasan agar kawasan Hutan Lindung Sungai Wain tidak dieksploitasi oleh oknum tidak bertanggung jawab secara semena-mena.
Meskipun berada di bawah kewenangan Balai Wilayah Sungai (BWS), Fauzi menyebut kawasan HLSW juga menjadi prioritas koordinasi pemerintah kota (Pemkot) Balikpapan.
Mengingat perannya yang penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem lingkungan di Kota Balikpapan.
“Ini akan kami terpantau terus, agar kawasan Hutan Lindung Sungai Wain, dan objek wisata lainnya tidak digunakan semena-mena,” pungkasnya.
Pasca terbongkarnya kasus pembabatan hutan ini mendapat kecaman keras dari Wali Kota Balikpapan, Rahmad Mas’ud.
Dia menegaskan bahwa meskipun pembangunan kota terus berjalan, kelestarian hutan lindung dan mangrove adalah harga mati yang tidak boleh dikorbankan.
“Kita sudah berkomitmen terhadap lingkungan. Pembangunan boleh berjalan, tetapi tidak boleh mengorbankan lingkungan. Apalagi jika itu kawasan hutan lindung. Pokoknya kita tindak,” tegas Rahmad beberapa waktu lalu.
Dia menambahkan bahwa pemerintah kota tidak akan memberi toleransi bagi pihak manapun yang menyalahgunakan pemanfaatan hutan untuk kepentingan pribadi.
Meski belum meninjau lokasi secara langsung, Rahmad memastikan bahwa mekanisme pengawasan melalui Peraturan Daerah (Perda) dan aturan teknis lainnya sudah berjalan.
Namun, ia mengakui pentingnya "mata dan telinga" dari warga sekitar.
Sistem regulasi diperketat melalui KPHL Sungai Wain dan Dinas Kehutanan.
Masyarakat diimbau untuk aktif melaporkan setiap indikasi aktivitas mencurigakan di kawasan hutan.
“Saya berharap laporan dari masyarakat bisa membantu pemerintah. Dengan dukungan informasi dari warga, potensi kerusakan lingkungan bisa dicegah sejak dini,” pungkasnya.
Mengenal Hutan Lindung Sungai Wain
Hutan Lindung Sungai Wain (HLSW) adalah kawasan hutan konservasi yang berada di Kota Balikpapan, Kalimantan Timur, dan berfungsi sebagai penyangga utama ekosistem serta sumber air bersih bagi kota tersebut.
Hutan Lindung Sungai Wain terletak di km. 15 pada bagian utara Kota Balikpapan, berdekatan dengan jalan utama antara Balikpapan dan Samarinda di bagian timur, Teluk Balikpapan di sebelah barat.
Kawasan ini memiliki peran penting dalam menjaga daerah aliran Sungai Wain, yaitu wilayah tangkapan air yang menyalurkan air hujan ke sungai dan kemudian dimanfaatkan sebagai salah satu sumber air baku masyarakat.
Selain sebagai kawasan resapan air yang membantu mencegah banjir dan kekeringan, Hutan Lindung Sungai Wain juga menjadi habitat berbagai flora dan fauna khas Kalimantan, termasuk satwa endemik dan dilindungi.
Keberadaan hutan ini membantu menjaga keseimbangan iklim mikro, kualitas udara, serta kelestarian keanekaragaman hayati.
(TribunKaltim ars/kps)