TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta kembali mengambil langkah tegas untuk mengatasi persoalan darurat sampah di wilayahnya.
Mulai 1 Januari 2026 mendatang, seluruh depo sampah di Kota Yogyakarta dipastikan tidak akan lagi menerima kiriman sampah organik dari masyarakat.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Yogyakarta, Rajwan Taufiq, mengatakan kebijakan ini merupakan bagian dari upaya besar untuk mereduksi volume sampah di tingkat hulu.
Harapannya, beban sampah di depo bisa berkurang hingga separuhnya, dan tidak lagi terjadi penumpukan yang marak dikeluhkan oleh warga masyarakat.
"Hari ini kami sosialisasi, mulai 1 Januari 2026 semua depo tidak menerima sampah organik. Ini dalam rangka mereduksi sampah. Kami ingin organik itu selesai di wilayahnya masing-masing atau di level kelurahan," ujarnya.
Rajwan menegaskan, tidak ada sanksi administratif atau denda bagi warga atau penggerobak yang masih nekat membawa sampah organik menuju depo.
Namun, petugas yang disiagakan di deretan tempat penampungan sementara, bakal mengambil tindakan tegas berupa penolakan langsung di lokasi.
"Ya tidak ada sanksi, cuma kita kembalikan (sampahnya). Jadi petugas di depo akan memastikan hanya sampah anorganik atau residu yang bisa masuk," jelasnya.
Baca juga: Kisah Warga Cokrodiningratan Yogyakarta Panen Rupiah dari Sampah, Budidaya Maggot Jadi Solusi
Lebih lanjut, ia menuturkan, DLH telah mengoordinasikan skema untuk menggalakkan pemilahan sejak dari rumah tangga dan dikelola berdasarkan jenisnya.
Berdasarkan data yang dihimpunnya, komposisi sampah yang masuk ke depo selama ini didominasi oleh unsur organik yang mencapai kisaran 50 hingga 60 persen.
Untuk sampah organik basah atau sisa makanan, warga diarahkan untuk menampungnya dalam ember dan akan dikerjasamakan dengan para peternak untuk pakan.
Sedangkan untuk sampah organik kering, seperti guguran daun, warga diminta mengumpulkannya di titik kumpul yang telah ditentukan di masing-masing wilayah.
"Sampah kering ditaruh di tempat yang sudah ditentukan atau namanya titik kumpul kelurahan, itu nanti akan dijemput armada DLH. Dengan cara ini, kami berharap sampah di depo tereduksi hingga 50 persen, sehingga depo tidak lagi penuh," tambahnya.
Alhasil, jika kebijakan tersebut berjalan efektif, pemandangan depo yang meluber diharapkan tidak lagi terjadi di Kota Pelajar, setidaknya mulai awal tahun depan.
Terkait legalitas kebijakan, Rajwan mengaku sudah melakukan rapat koordinasi intensif Wali Kota, jajaran Mantri Pamong Praja, hingga Lurah se-Kota Yogyakarta.
"Seluruh Lurah dan Mantri sudah tahu, sudah kami rapatkan. Sekarang tinggal bagaimana menginformasikan, mengedukasi masyarakat di wilayah masing-masing agar siap saat kebijakan ini berlaku per 1 Januari nanti," pungkasnya. (*)