WARTAKOTALIVE.COM, TANGSEL - Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Jakarta menyatakan akan menunggu respons Dinas Lingkungan Hidup Kota Tangerang Selatan terkait penanganan krisis sampah yang terjadi di sejumlah wilayah.
Damar Ananta Pramudya, Wakil Presiden Mahasiswa BEM UMJ mengatakan jika hingga 2 Januari tidak ada tanggapan, BEM UMJ memastikan akan kembali menggelar aksi lanjutan sebagai bentuk tekanan kepada pemerintah daerah.
"Respons akan ditunggu sampai tanggal 2 Januari," ujar Damar kepada TribunTangerang.com, Minggu (28/12/2025).
Damar menyatakan telah mengirimkan poin tuntutan sekaligus permohonan audiensi kepada Pemerintah Kota Tangerang Selatan sebelum menggelar aksi unjuk rasa.
“Sebetulnya poin tuntutan dan permohonan audiensi sudah kami kirimkan sejak hari Rabu, sebelum aksi Jumat kemarin,” ujar Damar.
Namun hingga kini, BEM UMJ mengaku belum menerima respons dari pihak Pemkot Tangsel.
Baca juga: Arus Kedatangan KA Nataru di Jakarta Tembus 295.000 Penumpang
Para mahasiswa yang menggelar aksi sempat membuang sampah di area kantor Wali Kota sebagai bentuk protes atas krisis sampah yang dinilai kian parah.
Diketahui, permasalahan sampah yang menggunung di sejumlah titik wilayah Tangsel, khususnya Ciputat, Kota Tangerang Selatan, kian memprihatinkan.
Tumpukan sampah terlihat di pinggir jalan hingga kawasan permukiman, menimbulkan bau tidak sedap serta mengancam kesehatan dan kenyamanan warga.
Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Jakarta menyatakan sikap tegas dan mendesak Wali Kota Tangerang Selatan untuk segera mengambil langkah konkret dalam menangani persoalan sampah, khususnya di wilayah Ciputat.
BEM UMJ menilai permasalahan ini mencerminkan lemahnya tata kelola lingkungan serta belum optimalnya kebijakan pengelolaan sampah daerah.
“Pemerintah daerah tidak boleh abai terhadap persoalan yang berdampak langsung pada kesehatan dan kualitas hidup masyarakat. Diperlukan tindakan cepat, tegas, dan berkelanjutan,” tegas Damar Ananta Pramudya, Wakil Presiden Mahasiswa BEM UMJ kepada TribunTangerang.com, Minggu (28/12/2025).
Selain itu, BEM UMJ mendesak Pemerintah Kota Tangerang Selatan bersama Dinas Lingkungan Hidup (DLH) untuk melakukan pengangkutan sampah secara rutin dari wilayah Ciputat Selatan hingga ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Cipeucang.
Mereka juga menuntut penambahan armada dan fasilitas pendukung, serta penguatan edukasi kepada masyarakat terkait pengelolaan dan pemilahan sampah.
Menurut mereka, evaluasi menyeluruh terhadap sistem pengelolaan sampah perlu segera dilakukan agar permasalahan serupa tidak terus berulang.
"Kebersihan lingkungan merupakan hak masyarakat dan kewajiban negara yang harus dipenuhi secara serius,” lanjut Damar.
Dalam tuntutannya, BEM UMJ juga meminta peningkatan transparansi dan akuntabilitas kinerja DLH kepada publik, serta mendorong Pemerintah Kota Tangerang Selatan untuk tegas dalam melakukan transformasi infrastruktur pengelolaan residu melalui penerapan teknologi Pengolahan Sampah menjadi Energi Listrik (PSEL).
Sepanjang Jalan Dewi Sartika, Ciputat, Kota Tangerang Selatan, pemandangan tak sedap mata terlihat di ruas jalan penghubung Jakarta–Bogor pada Jumat (26/12/2025).
Pantauan TribunTangerang.com (Warta Kota Network), tumpukan sampah yang terbungkus plastik putih, merah, dan hitam berjajar rapi di tengah pembatas jalan, tepat di area yang biasanya dipenuhi pot-pot berisi tanaman hias.
Kondisi tersebut bahkan menjadi perbincangan di media sosial.
Sejumlah warga mengeluhkan tumpukan sampah yang terlihat jelas saat mereka melintasi ruas jalan tersebut.
Asih Wiarsih pedagang kelontong mengungkapkan sampah dibiarkan hampir selama satu bulan tanpa penanganan jelas.
Sampah yang awalnya hanya satu tumpukan kecil kini mengular di pembatas jalan, tepat di area yang biasa dipenuhi pot tanaman hias.
“Awalnya cuma satu doang, lama-lama nambah sedikit-sedikit. Ini sudah dari awal bulan kemarin, hampir sebulan,” kata Asih kepada TribunTangerang.com di dekat tumpukan sampah, Ciputat, Tangsel pada Jumat (26/12/2025).
Baca juga: Sepekan Berlalu, Belum Ada Tersangka Dalam Kasus Pembunuhan Pensiunan Guru di Limapuluh Kota
Sampah yang sebagian besar terbungkus plastik itu, lanjut Asih, kerap basah akibat hujan dan menimbulkan bau menyengat.
Kondisi tersebut mengganggu aktivitas warga, terutama pedagang yang berjualan di sekitar tumpukan sampah.
“Terganggu banget baunya. Banyak lalat juga. Air sampahnya sampai ke warung,” ucap Asih.
Ia mengaku, selama 15 tahun berjualan di lokasi tersebut, baru tahun ini mengalami kondisi sampah menumpuk hingga berminggu-minggu tanpa diangkut. Padahal, sebelumnya sampah selalu diambil setiap hari.
“Dulu tiap hari diangkut. Baru tahun ini kayak begini,” ucapnya.
Akibat kondisi tersebut, Asih mengaku pendapatannya menurun drastis. Pelanggan yang biasanya makan di tempat kini enggan singgah dan memilih membeli untuk dibawa pulang atau bahkan membatalkan pembelian.
“Yang makan di sini sekarang jarang. Paling dibungkus. Pendapatan jadi berkurang hampir separuh,” katanya.
Asih berharap tumpukan sampah segera diangkut dan tidak kembali dibiarkan menumpuk agar lingkungan kembali bersih dan aktivitas warga dapat berjalan normal.
Sebelumnya diketahui, dalam sepekan persoalan sampah masih menghantui warga Tangsel. Tumpukan sampah terlihat di sejumlah titik dan bahkan harus ditutup terpal di pinggir jalan.
Kondisi ini terjadi akibat Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Cipeucang yang ditutup sementara karena kapasitasnya telah penuh.
Terkini, sebanyak 500 ton sampah per hari dari Kota Tangerang Selatan direncanakan akan dialihkan ke Tempat Pembuangan Sampah Akhir Cilowong, Kota Serang, mulai Januari 2026.
Pengalihan ini merupakan bagian dari kerja sama lintas daerah yang difasilitasi Pemerintah Provinsi Banten sebagai solusi atas keterbatasan kapasitas pengelolaan sampah di Tangsel.
Kerja sama tersebut tertuang dalam Nota Kesepahaman antara Pemerintah Kota Tangsel dan Pemerintah Kota Serang dengan masa berlaku selama empat tahun. Saat ini, proses administrasi dan penetapan teknis pengalihan sampah masih dalam tahap finalisasi.
Sekretaris Daerah Pemkot Tangsel, Bambang Noertjahjo, mengatakan pengalihan sampah ke TPSA Cilowong menjadi langkah strategis untuk mengurangi tekanan pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Cipeucang yang saat ini mengalami kelebihan kapasitas.
“Pengalihan 500 ton sampah per hari ke Kota Serang adalah solusi konkret dan terukur untuk menekan penumpukan sampah di Tangsel, khususnya dalam masa darurat saat ini,” ujar Bambang kepada TribunTangerang.com, Kamis (25/12/2025).
Saat ini, volume produksi sampah di Kota Tangsel mencapai sekitar 1.100 ton per hari. Sementara itu, TPA Cipeucang hanya mampu menampung sekitar 400 ton per hari, sehingga terjadi kelebihan sampah harian yang berisiko menimbulkan pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan masyarakat.
Kerja sama Tangsel-Kota Serang difasilitasi langsung oleh Gubernur Banten Andra Soni. Sesuai Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, gubernur memiliki kewenangan dalam pembinaan serta fasilitasi kerja sama antar kabupaten dan kota.
Pemprov Banten tidak hanya memfasilitasi penandatanganan MoU, tetapi juga memberikan dukungan administratif dan teknis, termasuk koordinasi regulasi, pengaturan operasional pengiriman sampah, serta pengawasan pelaksanaan kerja sama.
Pemkot Tangsel berharap pengalihan sampah ke TPSA Cilowong dapat berjalan efektif mulai Januari 2026 dan mampu mengurangi penumpukan sampah di berbagai titik kota secara signifikan.
Sebelumnya, warga Kota Tangerang Selatan dibuat resah akibat tumpukan sampah yang tersebar di beberapa titik, termasuk di pinggir jalan dan kolong flyover Ciputat.
Pantauan TribunTangerang.com (Warta Kota Network), di kolong flyover Ciputat, gunungan sampah telah ditutup menggunakan terpal.
Namun, meski ditutupi, masih terlihat sebagian sampah yang menyembul dari balik terpal karena banyaknya volume sampah.
Kondisi ini membuat sampah mengeluarkan air berwarna hitam disertai bau menyengat.
Kondisi serupa juga terlihat di sekitar Pasar Ciputat, di mana sampah mulai menumpuk dan mengganggu lingkungan sekitar.
Di salah satu sudut jalan, tumpukan sampah sepanjang sekitar 10 meter ditutupi terpal berwarna biru dan diikat dengan tali agar tidak tercecer.
Meski demikian, sebagian sampah tetap terlihat, sementara air berwarna hitam mengalir hingga ke badan jalan.
Warga berharap pihak terkait segera melakukan pembersihan agar lingkungan kembali bersih dan tidak menimbulkan risiko kesehatan.
Terkait hal tersebut, Pengamat Kebijakan Publik, Trubus Rahardiansyah angkat bicara.
Dirinya menegaskan langkah Pemkot Tangsel yang menutup gunungan sampah dengan menggunakan terpal bukanlah solusi.
"Jangan ditutup terpal dong. Harusnya tetap dipindahkan,” ujar Trubus saat dikonfirmasi pada Rabu (17/12/2025).
Trubus menekankan Pemkot Tangsel seharusnya mencari lokasi penampungan yang layak.
“Pemerintah Kota itu bisa cari tempat. Beli tanah kosong kan bisa. Tinggal ada political will-nya,” ujarnya.
Menurutnya, ketidakmampuan pemerintah menangani sampah terkait dengan kurangnya kemauan politik.
Selain itu, pengamat menyarankan masyarakat untuk menempuh jalur hukum jika kondisi ini terus terjadi.
"Bawa ke jalur hukum. Kan itu menemukan bau, mengganggu lingkungan,” jelasnya.
Masalah sampah ini bukan sekadar estetika, tetapi juga kesehatan.
Tumpukan sampah yang ditutup terpal justru menimbulkan bau, air lindi, dan bahkan belatung.
"Apapun alasannya gak boleh (dibiarkan di jalan). Makanya gak boleh itu artinya dia melanggar, karena melanggar ya harus digugat,” tegas Trubus.
Menurutnya, solusi efektif sebenarnya sederhana.
Pemerintah tinggal mencari lokasi penampungan sementara atau menyewa tanah kosong.
"Kalau gak mau beli, disewa. Jakarta kan nyewa tanah orang Bekasi untuk naruh sampah. Bisa juga begitu,” ujarnya.
Ia menambahkan, alasan pemerintah tentang TPA Cipeucang, Serpong, sedang dalam perbaikan tidak dapat diterima.
"Itu alasannya dibikin-bikin, gak usah dipercaya. Itu bukan peruntukan tempat sampah," ujar Trubus.
Ia menegaskan, seluruh opsi penutupan sampah dengan terpal, plastik, atau apapun tidak boleh dilakukan.
Pemkot Tangsel ditegaskannya wajib menyediakan tempat penampungan yang sesuai.
“Tinggal Pemkotnya suruh cari tempat. Jadi gak ada alasan mereka nutup. Mau pakai terpal, mau pakai plastik, apapun, gak boleh,” pungkasnya.
Imbas penutupan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Cipeucang pada beberapa hari belakangan, Kota Tangerang (Tangsel) mengalami darurat sampah.
Puluhan ton sampah warga yang tidak terangkut memenuhi permukiman warga hingga jalanan.
Kondisi tersebut seperti yang terjadi di permukiman warga Taman Ciputat, tepatnya di depan Masjid Agung Al Jihad.
Puluhan ton sampah yang menumpuk sejak beberapa hari belakangan mengganggu lingkungan.
Tak hanya mengganggu pemandangan, bau tidak sedap tercium kini menjadi bagian dari lingkungan.
Berangkat dari keluhan warga, Pengurus RW 008 Kelurahan Ciputat berinisiatif.
Mereka mengangkut sampah itu ke lahan bekas lokalisasi yang berada tidak jauh dari Taman Ciputat, yakni lahan Roxy.
Lahan milik Pemerintah Kota Tangerang Selatan itu diketahui merupakan lokalisasi dan tempat hiburan malam ilegal.
Pemerintah Kota Tangsel telah mengosongkan lokasi tersebut dan menggusur seluruh bangunan hingga rata dengan tanah sejak Senin (23/6/2025).
Ketua RW 008 Kelurahan Ciputat, Iwan Rosyadi (58) menyampaikan, dalam proses pengangkutan, warga mengerahkan sedikitnya lima truk untuk membawa sampah dari lokasi penumpukan.
Sampah yang sebelumnya menumpuk di kawasan tersebut diangkut secara swadaya oleh warga RW 008, Ciputat, Tangsel.
Dirinya mengatakan langkah tersebut diambil karena warga merasa berada dalam situasi darurat akibat krisis pengelolaan sampah.
“Jadi ini lebih kepada forum RW, ketua lingkungan yang syok krisis. Makanya kita bergerak semua. Carikan solusi, yang bisa kita tangani, kita optimalkan saja,” ujar Iwan saat dihubungi, Rabu (17/12/2025).
Iwan menjelaskan, pemindahan sampah ke lahan Roxy bersifat sementara sambil menunggu kondisi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Cipeucang kembali tertata dan siap menerima sampah.
“Sementara ini nunggu Cipeucang rapi. Sampah sementara kita tampung di lahan milik Pemkot Tangsel di Roxy, tapi itu juga sementara. Nanti kalau Cipeucang sudah rapi, baru kita minta dibuang kembali ke sana,” jelasnya.
Meski demikian, warga mengaku hanya mampu mengangkut sampah sebanyak lima truk.
Jumlah tersebut merupakan kapasitas maksimal yang bisa dilakukan secara swadaya, baik dari sisi armada maupun biaya operasional.
Iwan menegaskan, pengangkutan sampah ke lahan Roxy tidak akan dilanjutkan meskipun masih terdapat tumpukan sampah di sejumlah titik di wilayah Ciputat.
Penambahan volume sampah dikhawatirkan justru menimbulkan persoalan lingkungan baru.
“Tidak, karena kalau saya tambah ke sana, membuat masalah baru,” ujarnya.
Ia juga menyebutkan lokasi lahan Roxy berdekatan dengan apartemen dan permukiman warga.
Oleh sebab itu, forum RW tidak ingin seluruh sampah di Ciputat dipindahkan ke lokasi tersebut.
Sebagai langkah lanjutan, forum RW berencana mencari alternatif lokasi lain untuk penampungan sementara, khususnya guna membersihkan sampah di jalan-jalan protokol.
Namun, upaya tersebut diakui tidak mudah karena berkaitan dengan izin lingkungan.
“Karena permasalahan sampah itu izin lingkungannya. Orang mau buang sampah, tapi tidak mau baunya, ini yang repot,” kata Iwan.
Ia menegaskan, langkah yang dilakukan warga masih sangat terbatas dan hanya bersifat sementara karena sepenuhnya bergantung pada kemampuan masyarakat.
“Ini solusi yang kita coba rapikan, walaupun tidak bisa masif karena armada terbatas. Biaya operasional pun benar-benar bergantung pada swadaya,” pungkasnya.
Terkait penggunaan lahan Roxy sebagai lokasi penampungan sementara sampah, Iwan Rosyadi, mengakui warga tidak mengantongi izin tertulis dari pemerintah daerah.
Ia menjelaskan, langkah tersebut diambil karena kondisi penumpukan sampah di lingkungan permukiman sudah dianggap darurat.
Oleh sebab itu, koordinasi yang dilakukan hanya sebatas komunikasi secara lisan dengan pihak Kelurahan Ciputat.
“Saya hanya meminta secara lisan saja. Ini kan darurat,” ujar Iwan.
Iwan menegaskan, penggunaan lahan Roxy semata-mata bersifat sementara sambil menunggu kondisi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Cipeucang kembali tertata dan dapat menerima sampah seperti semula.
Sementara itu, Lurah Ciputat, Iwan Pristiyasa, membenarkan dirinya mengetahui adanya aksi swadaya warga yang memindahkan sampah ke lahan milik Pemerintah Kota Tangerang Selatan tersebut.
Namun, ia menegaskan dirinya tidak memiliki kewenangan untuk memberikan izin penggunaan lahan aset pemerintah kota.
“Saya tahu, tapi saya tidak melarang dan tidak mengizinkan juga karena saya tidak punya kapasitas untuk memberi izin,” kata Iwan saat dikonfirmasi, Rabu (17/12/2025).
Menurutnya, langkah warga dilakukan secara spontan sebagai bentuk respons atas kondisi darurat penumpukan sampah yang terjadi di lingkungan permukiman Ciputat.
Meski tidak memberikan izin secara resmi, pihak kelurahan mengaku terbantu dengan gerakan swadaya yang dilakukan forum RW dalam mengurangi tumpukan sampah.
“Saya merasa terbantu dengan gerakan dari forum RW,” ujarnya.
Di lokasi terpisah, darurat sampah imbas tidak beroperasinya TPA Cipeucang juga terjadi di belahan wilayah Tangsel lainnya.
Satu di antaranya di batas kota antara Kota Tangsel dengan Kabupaten Tangerang.
Alih-alih menyambut hangat seriap warga yang datang, gerbang masuk Kota Tangerang Selatan (Tangsel) yang berada di Jalan Raya Cisauk atau yang juga dikenal sebagai Jalan Raya Serpong - Cisauk itu kini dipenuhi sampah.
Gapura yang menjadi batas antara Kota Tangsel dengan Kabupaten tangerang itu dalam kondisi memprihatinkan pada Senin (15/12/2025).
Di lokasi, terlihat tumpukan sampah berada di kedua sisi jalan.
Sampah-sampah yang dibungkus kantong plastik hitam dan putih itu berjejer di pinggir jalan, tepat di area pintu masuk kota.
Gapura berwarna abu-abu dengan aksen cokelat bertuliskan “Selamat Datang Kota Tangerang Selatan” tersebut sebenarnya dikelilingi pepohonan yang cukup rimbun.
Namun, hamparan sampah sepanjang sekitar 10 meter tampak kontras dan menyambut para pengguna jalan yang akan memasuki kota dengan jargon “cerdas, modern, dan religius” itu.
Seorang pedagang yang sehari-hari berjualan di sekitar lokasi, Ujang Wirawan mengaku resah dengan kondisi tersebut.
Menurutnya, tumpukan sampah terus bertambah dan mengganggu aktivitasnya mencari nafkah.
Baca juga: Siswa SD Kalibaru Kembali Belajar di Sekolah usai Insiden Mobil Pengakut Makanan Tabrak Siswa
“Saya jualan di sini setiap hari. Sekarang kondisinya sudah ampun-ampunan, sampahnya terus nambah. Saya juga enggak tahu ini sampah dari siapa, soalnya pas saya datang sudah berjejer di dekat lapak saya,” ujar pedagang sayur kepada TribunTangerang.com (Warta Kota Network) pada Senin (15/12/2025).
Ia juga menyebut persoalan sampah tidak hanya terjadi di lokasi tersebut. Kabar penuh sesaknya Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Cipeucang, Serpong disebut menjadi salah satu penyebab merebaknya tumpukan sampah di berbagai titik.
“Katanya sampah sekarang ada di mana-mana karena TPA Cipeucang sudah penuh. Mudah-mudahan ada solusinya, karena bukan cuma di sini. Saya lewat ke mana-mana, sampah memang banyak sekarang,” tutupnya.
Wali Kota Tangerang Selatan, Benyamin Davnie mengakui pengelolaan sampah di wilayahnya sempat tidak tertangani secara optimal dalam beberapa hari terakhir.
Kondisi tersebut dipicu oleh proses perbaikan dan penataan konstruksi di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Cipeucang.
“TPA Cipeucang sedang dalam tahap perbaikan dan penataan konstruksi serta timbunan sampahnya, sehingga memang dalam beberapa hari belakangan sampah tidak dapat masuk terlebih dahulu,” ujar Benyamin Davnie saat dikonfirmasi.
Ia menjelaskan, perbaikan saat ini difokuskan pada area landfill 3 di TPA Cipeucang. Setelah proses perbaikan tersebut rampung, landfill kembali dapat menampung sampah dari seluruh wilayah Tangerang Selatan.
“Cipeucang landfill 3 yang sedang dalam perbaikan dan masih bisa menampung sampah. Insyaallah bulan ini akan selesai perbaikannya,” jelasnya.
Meski demikian, Benyamin memastikan Pemkot Tangsel tetap mengupayakan solusi jangka pendek untuk mengatasi persoalan sampah. Salah satunya dengan mengajukan pemanfaatan fasilitas pengolahan sampah di luar daerah.
“PSEL sudah kita ajukan peminatannya dan saat ini masih menunggu tahap berikutnya dari Kementerian Lingkungan Hidup,” tutup Benyamin.