TRIBUNSUMSEL.COM - Kuasa hukum nenek Elina Widjajati, Wellem Mintarja akan melaporkan Samuel Ardi Kristanto (44) terkait dugaan pemalsuan dokumen, buntut rumahnya yang beralamat di Dukuh Kuwukan No. 27 RT.005, RW.006, Kelurahan Lontar, Kecamatan Sambikerep, Kota Surabaya, Jawa Timur, itu dibongkar paksa pada 6 Agustus 2025.
Sebelumnya Samuel, mengklaim telah membeli tanah dan bangunan tersebut sejak 2014 dari pemilik sebelumnya Elisa Irawati, kakak kandung dari Elina.
Elina juga mengaku tidak pernah menjual tanah dan rumahnya.
Di sisi lain, pihak Samuel bersikukuh bahwa ia telah membeli tanah dan bangunan tersebut sejak 2014 dari Elisa.
Kendati begitu, kuasa Hukum Elina pun meragukan transaksi jual beli tersebut.
Menurut kuasa hukum nenek Elina, akta jual beli tersebut terbit setelah terjadi pembongkaran paksa.
"Logikanya kalau kita membeli sesuatu, membeli rumah atau tanah tahun 2014, terus 11 tahun kemudian baru mengeklaim. Itu kalian bisa nilai sendiri lah, apakah benar-benar terjadi transaksi jual beli?," kata Wellem, Minggu (28/12/2025), dikutip Kompas.com
Baca juga: Armuji Terima Video Ancaman dari Oknum Ormas Gegara Dituduh Framing saat Mediasi Nenek Elina
Wellem mengatakan, Samuel juga tidak pernah menunjukkan bukti konkret adanya transaksi jual beli tanah.
"Benar sepihak. Karena kita sama sekali tidak ditunjukkan suratnya," ucapnya.
Pihaknya berencana akan melaporkan Samuel atas dugaan pemalsuan dokumen.
Ia juga menilai surat Letter C yang dimiliki Samuel diduga palsu.
"Tapi pastinya kita akan melaporkan termasuk dugaan menggunakan surat palsu karena termasuk Letter C itu sudah dicoret tanpa ada seizin ahli waris," jelasnya.
Sebelumnya, Wellem mengatakan, pada 23 September 2025, pihak Elina melakukan pengecekan ke kantor Kelurahan Lontar untuk memastikan kepemilikan obyek tanah.
Kemudian, pihak Elina mengaku memperoleh keterangan dari pihak kelurahan bahwa obyek tanah yang dimaksud masih atas nama Elisa Irawati, bukan yang selain daripada nama tersebut.
Tim kuasa hukum Elina kemudian mengaku menemukan kejanggalan lain, berupa akta jual beli yang terbit setelah peristiwa pengusiran.
Wellem menyebut, akta jual beli atas nama penjual dan pembeli Samuel baru diterbitkan pada 24 September 2025.
"Kita menemukan, akta jual beli itu tertanggal 24 September 2025. Baru. Penjualnya (atas nama) dia (Samuel), pembelinya ya dia (Samuel)," tegasnya.
Pihaknya menyebut, proses perubahan letter C di kelurahan, pencoretan nama, dilakukan tanpa melibatkan para ahli waris.
"Letter C di desa (kelurahan) kami juga telah menemukan itu sudah tercoret. Pada saat 24 September 2025. Lah, sebelumnya kan atas nama Elisa, seharusnya pencoretan itu mengajak ahli waris untuk ke sana," tuturnya.
Pihak Elina bersikukuh, baik Elisa semasa hidup maupun Elina dan ahli waris lainnya tidak pernah menjual obyek tanah tersebut kepada siapa pun.
"Karena kita sama sekali tidak pernah menjual, baik Bu Elisa sama Bu Elina maupun ahli waris lainnya, tidak pernah menjual sama sekali. Ya kita baru kenal (Samuel) ya baru kali itu," sambungnya.
Pihak Elina menduga, perubahan nama di Letter C ini berkaitan dengan sejumlah dokumen milik Elina yang diduga hilang saat proses pembongkaran.
"24 September 2025 (perubahan letter C). Lah sedangkan perusakan itu, itu 6 Agustus 2025. Pengusiran, perusakan, kita tidak boleh masuk. Lah semua kan dokumen ada di lemarinya beliaunya (Elina)," bebernya.
Wellem pun melaporkan Samuel terkait dugaan pemalsuan dokumen.
Wellem menyebut, Letter C yang diklaim oleh Samuel diduga palsu.
Pihak Elina telah melaporkan Samuel dkk ke Polda Jatim melalui nomor LP: LP/B/1546/X/2025/SPKT/POLDA JAWA TIMUR tanggal 29 Oktober 2025 dengan dugaan tindak pidana pengerusakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 170 KUHP.
Kasus tersebut telah naik ke tahap penyidikan dan Elina bersama tiga saksi lainnya menjalani pemeriksaan di Ditreskrimum Polda Jatim pada Minggu (28/12/2025).
Sementara, nenek Elina menceritakan dirinya dimintai keterangan penyidik untuk mengulas secara detail peristiwa dugaan pengeroyokan dan pengusiran yang dialaminya pada Bulan Agustus 2025 silam.
Bahwa rumahnya dikepung puluhan orang yang diduga kuat anggota ormas berpakaian merah.
Lalu, tubuhnya diseret dan diangkat paksa oleh empat orang untuk diletakkan di luar rumah.
"Yang datang ke rumah saya pakai baju merah. Tulisannya Madas. Madas Malika. Itu grup yang angkat saya keluar, saya gak boleh masuk ke dalam. Langsung saya diangkat orang 4. Kaki 2 orang, tangan 2 orang. Ya saya lawan. Posisi saya dibawa agak luar," ujarnya di Mapolda Jatim, Minggu (28/12/2025).
Sebelum itu, Nenek Elina sempat mendamprat orang-orang tak dikenal yang merangsek paksa ke dalam rumahnya.
Bahkan dirinya sempat mendebat sosok pria yang tak dikenalinya karena mengaku memiliki surat kepemilikan rumah. Namun belakangan diketahui sosok itu merupakan Samuel Ardi Kristanto.
"Yaitu saya tunjukkan yang Letter C-nya. Saya tanya, kamu janjikan; mana suratnya. Saya ada 2 surat. Dia katanya cuma 1 (suratnya). Dia diam aja, map-nya dikempit (dijepit) aja. terus pergi," katanya.
Nenek Elina mengaku sudah menempati rumah tersebut sejak tahun 2011.
Ia mengaku tidak mengenali sosok Samuel.
Bahkan, ia menambahkan, sosok Samuel yang tidak pernah bisa menunjukkan surat bukti kepemilikan rumah di hadapannya.
"Saya menempati sejak 2011. Saya enggak kenal (Samuel)," jelasnya.
"Saya enggak diperbolehkan masuk. Saya digotong, 'ayo keluar kamu atau diangkat.' Saya bisa jalan sendiri kok," ujarnya menceritakan kejadian pengusiran.
Akibat peristiwa tersebut, Nenek Elina tak cuma kehilangan tempat tinggal, melainkan sejumlah barang dan dokumen penting miliknya yang disimpan dalam lemari rumah juga tidak ada.
"Iya ada surat perhiasan juga hilang," pungkasnya.
Sementara itu, Pengacara Nenek Elina, Willem Mintarja mengatakan, dirinya mengantarkan empat orang termasuk Nenek Elina untuk menjalani pemeriksaan tambahan di Mapolda Jatim.
Mereka yang diperiksa adalah Nenek Elina, serta tiga kerabatnya, Maria, Iwan dan Sari.
Willem juga tak menampik, peristiwa pengusiran, pengeroyokan dan perobohan bangunan sepihak itu, membuat dokumen pribadi seluruh penghuni rumah hilang. Mulai dari dokumen kependudukan dan kepemilikan perhiasan.
"Letter C tanah itu. Ada sertifikat. Belum tahu di mana keberadaan. Kalau yang berkaitan dengan rumah Kuwukan Masih Letter C. iya surat emas perhiasan juga hilang," jelasnya.
Disinggung mengenai rencana untuk melaporkan adanya tindak pidana lain, di luar konstruksi Pasal 170 KUHP, seperti kasus pencurian dan penggunaan dokumen palsu, Willem mengatakan, pihaknya bakal melaporkan perihal itu ke Mapolda Jatim, dalam waktu dekat.
"Itu pasti kami akan laporkan secara bertahap," katanya.
Kemudian, perihal adanya bantahan dari kubu terlapor Samuel yang mengklaim memiliki alas hak atas tanah rumah itu, menurut Willem, muncul keanehan karena klaim rumah tersebut sudah dibeli sejak tahun 2014 namun baru dikuasai pada tahun 2025.
Apalagi, para penghuni awal mendadak diusir pada 6 Agustus 2025, lalu bangunan rumah disegel dan dirobohkan rata tanah secara sepihak.
Dia mengatakan, tiba-tiba kubu terlapor mengklaim memiliki surat Akta Jual Beli (AJB) tertanggal 24 September 2025.
"Terus kemudian sana kita cuma menemukan yang aktif jual beli ini. yang tadi itu 24 September 2025. Kemudian dicoret di kelurahan," katanya.
"Nah, pertanyaannya ya seandainya dia benar-benar melakukan jual beli. Kan seharusnya pada waktu itu, pada waktu tanggal 6 Agustus disuruh keluar itu," tambahnya.
"Dia enggak memperlihatkan itu. Lah, sama sekali enggak memperlihatkan. Kalau sekarang sih mereka ya itu hak mereka ya, mereka pasti memperlihatkan," pungkasnya.
Ikuti dan Bergabung di Saluran Whatsapp Tribunsumsel.com