Rektor Universitas Trunojoyo Madura Dorong Kementerian Evaluasi Regulasi Ormas, Hindari Nama Suku
December 29, 2025 05:13 PM

 


Laporan wartawan TribunMadura.com, Ahmad Faisol

TRIBUNMADURA.COM, BANGKALAN – Pemakaian nama suku dalam organisasi kemasyarakatan (ormas) menjadi sorotan karena berpotensi menimbulkan polarisasi atau konflik horizontal.

Sebagaimana yang saat ini tersaji di linimasa media sosial sebagai respon atas kasus pengusiran dan perobohan rumah nenek Elina Wijayanti (80), di Jalan Kuwukan, Kecamatan Sambikerep, Kota Surabaya, Jawa Timur.

Dalam Undang-undang (UU) Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas yang kemudian diubah dan menjadi UU Nomor 16 Tahun 2017 tidak secara spesifik melarang penggunaan nama suku secara eksplisit namun mengatur batasan-batasan umum dalam penamaan ormas.

“Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) seyogyanya mengevaluasi untuk menyempurnakan regulasi berkaitan dengan ormas,” ungkap Rektor Universitas Trunojoyo Madura (UTM), Prof Dr Safi’, SH, MH kepada Tribun Madura, Senin (29/12/2025).

Berkaitan regulasi dan pengawasan ormas sebagian besar berada di Kementerian Dalam Negeri, khususnya Direktorat Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum serta Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) daerah.

Baca juga: Ketua DPC Madas Sebut Fattah Jasin Layak Jadi Bupati Pamekasan, Disebut Tokoh Birokrat Sejati

Dalam penamaan ormas sebagaimana UU Nomor 16 Tahun 2017, harus memenuhi persyaratan tertentu, di antaranya tidak boleh sama dengan keseluruhan nama, lambang, atau tanda gambar ormas lain atau partai politik. Selain itu, tujuan pendirian ormas juga mencakup melestarikan dan memelihara norma, nilai, moral, etika, dan budaya yang hidup dalam masyarakat.

“Barangkali ke depan perlu dipertimbangkan kemendagri, ormas tidak diperkenankan atas nama suku tertentu. Sehingga perilaku ormas tidak digeneralisasi menjadi suku tertentu dampaknya bisa luas, semoga bisa dilokalisir biar tidak melebar,” tegas Prof Safi’.

Ia berharap, semua pihak termasuk ormas apapun latar belakang ormasnya harus menghindari cara-cara intimidatif dan cara-cara kekerasan dalam menyelesaikan masalah. Justru yang harus dikedepankan, lanjutnya, adalah cara-cara persuasif dan solutif yang mengedepankan pendekatan kemanusian dan pendekatan aturan.

“Sudah bukan zaman kita menggunakan cara-cara kekerasan dan intimidatif, lebih-lebih menggunakan nama suku atau ras tertentu. Karena akan merugikan semuanya, termasuk orang-orang yang tidak tahu ikut dirugikan,” harapnya.

Kepada aparat penegak hukum, Prof Safi’ meminta agar bertindak tegas dan segera diproses sesuai ketentuan yang berlaku apabila ada pelanggaran hukum dari pihak siapapun. Sehingga tidak sampai terjadi cara-cara kekerasan.

Dikutip dari TribunJatim.com edisi Minngu (28/12/2025), mulanya pihak keluarga nenek Elina menduga sekelompok orang berasal dari ormas Madura Asli (Madas) dalam kasus pengusiran dan perobohan rumahnya.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.