Prabowo Telah Teken KUHAP yang Baru, Bakal Berlaku Bersamaan dengan KUHP
December 29, 2025 07:17 PM

TRIBUNNEWS.COM - Presiden Prabowo Subianto telah menandatangani Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang sebelumnya disahkan oleh DPR RI.

Dengan penandatanganan itu, KUHAP telah resmi menjadi undang-undang.

Hal itu disampaikan oleh Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi usai konferensi pers Pemulihan dan Rencana Strategis Pascabencana Jelang Akhir Tahun di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Senin (29/12/2025).

"Ya, sudah," ungkap Prasetyo Hadi.

Ia menyebut, penandatanganan KUHAP dilakukan pada pertengahan Desember 2025, tetapi tak mengungkapkan tanggal pastinya.

"Ya, kurang lebih (pertengahan Desember)," ucapnya.

Prasetyo juga memastikan KUHAP yang baru telah resmi memiliki nomor undang-undang.

"Ya (sudah resmi punya nomor undang-undang)," tuturnya.

Kemudian, pemberlakukannya akan dilakukan bersamaan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pada 2 Januari 2026.

"Ya (berlaku bersamaan)," kata dia.

Meski sekilas sama, KUHAP dan KUHP memiliki perbedaan yang sangat mendasar.

Mengutip dari akun Instagram BEM Fakultas Hukum UI, KUHP mengatur tentang tindakan apa saja yang dilarang oleh negara dan dapat dikenakan sanksi pidana yang berlaku secara umum.

Sementara KUHAP mengatur tentang sistem peradilan pidana, termasuk mekanisme aparat penegak hukum dalam menjalankan tugasnya, hingga perlindungan hak tersangka/terdakwa, saksi, dan korban.

Baca juga: KUHP dan KUHAP Baru Berlaku Mulai 2026, Anggota Komisi III DPR Soroti Kesiapan APH

Sebelumnya, DPR RI mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) KUHAP menjadi undang-undang.

Pengesahan tersebut dilakukan dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-8 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2025-2026 di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (18/11/2025).

Sorotan Anggota Komisi III DPR RI

Pemberlakuan KUHP dan KUHAP yang baru pada 2 Januari 2026 menjadi tonggak penting dalam reformasi hukum nasional. 

Setelah puluhan tahun menggunakan hukum pidana peninggalan kolonial, Indonesia kini memiliki perangkat hukum pidana yang disusun berdasarkan nilai Pancasila, UUD 1945, serta menjunjung tinggi prinsip hak asasi manusia.

Namun, Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PKS Adang Daradjatun mengingatkan, keberhasilan penerapan KUHP dan KUHAP baru tidak cukup hanya diukur dari pergantian norma hukum. 

Menurutnya, tantangan terbesar justru terletak pada kesiapan Aparat Penegak Hukum (APH), mulai dari Polri, Kejaksaan, Pengadilan, hingga Lembaga Pemasyarakatan.

"Harapannya kedepan KUHP dan KUHAP baru akan membawa perubahan paradigma yang fundamental," kata Adang kepada wartawan, Senin.

Mantan Wakapolri tersebut menjelaskan bahwa KUHP dan KUHAP baru membawa pendekatan hukum pidana yang tidak lagi semata-mata represif. 

Sistem hukum pidana ke depan lebih menekankan prinsip ultimum remedium, keadilan restoratif, pidana alternatif non-pemenjaraan, serta pengakuan terhadap hukum yang hidup dalam masyarakat (living law). 

Perubahan ini, kata Adang, menuntut aparat penegak hukum untuk meninggalkan pola lama yang berorientasi pada penghukuman semata.

Tanpa kesiapan yang memadai, ia menilai penerapan KUHP dan KUHAP baru justru berpotensi menimbulkan kebingungan di lapangan, disparitas penegakan hukum, hingga ketidakpastian hukum bagi masyarakat.

"Oleh karena itu, kesiapan APH harus dimaknai secara menyeluruh, maksimal dan efektif," katanya.

Adang menekankan setidaknya ada tiga aspek utama yang harus dipersiapkan aparat penegak hukum. 

Pertama, kesiapan konseptual dan pemahaman substansi hukum. 

APH tidak cukup hanya mengetahui bunyi pasal, tetapi juga harus memahami filosofi, tujuan, dan semangat pembaruan hukum pidana nasional agar penerapan norma tidak menyimpang dari cita-cita keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum.

Kedua, kesiapan sumber daya manusia dan kelembagaan. 

Pendidikan dan pelatihan yang berjenjang, terstruktur, dan seragam perlu menjadi prioritas utama. 

Kurikulum di institusi kepolisian, kejaksaan, dan kehakiman harus disesuaikan dengan KUHP dan KUHAP baru.

Selain itu, harmonisasi peraturan internal dan pedoman teknis antar lembaga penegak hukum dinilai mutlak diperlukan guna mencegah perbedaan penafsiran.

Ketiga, kesiapan sistem dan budaya hukum. Menurut Adang, pembaruan hukum pidana menuntut perubahan cara pandang aparat, dari sekadar “penegak pasal” menjadi “penjaga keadilan”. 

KUHP dan KUHAP baru menempatkan hukum pidana sebagai sarana terakhir, bukan alat utama untuk menyelesaikan setiap persoalan sosial.

"Pendekatan yang lebih humanis dan berorientasi pada pemulihan harus menjadi bagian dari budaya kerja aparat penegak hukum," ucapnya.

Adang menegaskan bahwa dalam masa transisi menuju pemberlakuan KUHP dan KUHAP baru, fungsi pengawasan DPR RI, khususnya Komisi III, menjadi sangat penting. 

Pemerintah bersama APH diminta memastikan seluruh peraturan pelaksana disusun tepat waktu, sosialisasi dilakukan secara masif, serta evaluasi kesiapan institusi dilaksanakan secara berkala dan transparan.

"Kami akan terus mengawal agar implementasi KUHP dan KUHAP baru tidak melenceng dari tujuan pembaruan hukum pidana nasional," katanya.

Adang menilai, pemberlakuan KUHP dan KUHAP baru sejatinya merupakan momentum strategis untuk membangun sistem hukum pidana yang lebih berkeadilan, beradab, dan sesuai dengan jati diri bangsa. 

Aparat penegak hukum diharapkan menjadi aktor utama dalam memastikan hukum tidak hanya ditegakkan, tetapi juga dirasakan keadilannya oleh masyarakat.

Jika kesiapan konsep, kelembagaan, budaya hukum, serta integritas aparat benar-benar terjaga, Adang optimistis KUHP dan KUHAP baru akan menjadi tonggak kemajuan hukum nasional. 

Sebaliknya, tanpa kesiapan yang matang, pembaruan hukum pidana justru berisiko menjadi beban baru dalam penegakan hukum.

"Pilihan ada pada kita semua, terutama para penegak hukum sebagai garda terdepan keadilan," tandasnya.

Beda KUHP dan KUHAP

Ruang lingkup aturan

KUHP: Mengatur jenis-jenis tindak pidana, delik, serta ancaman pidana.

KUHAP: Mengatur tata cara penegakan hukum pidana, mulai dari penyelidikan, penyidikan, penuntutan, hingga persidangan.

Fokus utama

KUHP: Substansi hukum pidana — apa yang dianggap sebagai kejahatan dan hukuman yang dikenakan.

KUHAP: Prosedural hukum pidana — bagaimana aparat penegak hukum bekerja dalam menangani perkara pidana.

Isi pokok

KUHP: Memuat pasal-pasal tentang perbuatan yang dilarang (misalnya pencurian, korupsi, penganiayaan) dan sanksinya.

KUHAP: Memuat aturan tentang hak tersangka, kewenangan penyidik, proses penahanan, pembuktian, hingga putusan pengadilan.

Tujuan

KUHP: Memberikan kepastian hukum mengenai perbuatan yang dikategorikan sebagai tindak pidana.

KUHAP: Menjamin proses hukum berjalan adil, transparan, dan sesuai prosedur, termasuk perlindungan hak asasi manusia.

(Tribunnews.com/Deni/Chaerul)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.