Sopir Bus Cahaya Trans yang Alami Kecelakaan Pakai SIM Palsu, Kami Jadikan Bahan Penyelidikan Baru
December 30, 2025 06:54 AM

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Direktur Lalu Lintas (Dirlantas) Polda Jawa Tengah, Kombes Pratama Adhyasastra menyebut, Surat Izin Mengemudi (SIM) jenis B I umum milik Gilang Ihsan Faruq (22) merupakan SIM palsu.

Gilang merupakan sopir Cahaya Trans pelat B7201IV yang alami kecelakaan di Simpang Susun Krapyak KM 420 yang menewaskan 16 penumpang, Senin (22/12/2025).

Fakta SIM palsu Gilang diperoleh kepolisian selepas melakukan verifikasi ke Direktorat Lalu Lintas (Ditlantas) Polda Sumatera Barat.

"SIM keteranganya dikeluarkan di Padang, Sumatera Barat. Hasil penelusuran SIM itu palsu. Sebab, Ditlantas Sumbar tidak pernah mengeluarkan SIM tersebut," kata Dirlantas kepada Tribun saat rilis akhir tahun Polda Jateng, Kota Semarang, Senin (29/12/2025). 

Temuan baru ini, lanjut Pratama, menjadi bahan penyelidikan baru yang akan dikembangkan penyidik. "Nanti kami kembangkan terkait temuan baru ini," bebernya.

Untuk mengungkap dugaan SIM palsu ini, Ditlantas Polda Jateng juga berkoordinasi dengan Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) karena tindakan tersebut merupakan tindakan penipuan.

Dirreskrimum Polda Jateng Kombes Dwi Subagio menuturkan, bakal melakukan koordinasi dengan Ditlantas Polda Jateng untuk berkoordinasi untuk melakukan pemeriksaan sopir pemilik SIM.

"Kalau jelas bahwa dia menggunakan SIM palsu itu merupakan tindak pidana tersendiri berupa pemalsuan," katanya.

Kombes Pratama mengatakan, bus Cahaya Trans trayek Bogor-Yogyakarta sebelum alami kecelakaan berangkat dari terminal agen bayangan di Parung, Bogor pada Minggu (21/12) sekitar pukul 15.00 WIB.

Selepas melakukan perjalanan selama tujuh jam, bus berganti sopir dari Robet ke Gilang di KM 102 rest area Tol Subang, Jawa Barat. Pergantian ini sesuai SOP dari perusahaan PO Cahaya Trans.

"Gilang ini ditunjuk oleh Pak Mandor dan tentunya yang akan kami dalami adalah koordinasi antara sopir pertama dengan sopir pengganti ketika akan melakukan perjalanan," katanya.

Gilang tancap gas dari Subang menuju ke Semarang dengan kecepatan kurang lebih 100 kilometer perjam. Namun, Gilang menurunkan kecepatan menjadi 70 kilometer perjam saat di lokasi kejadian.

Padahal, kondisi jalan yang menurun sudah ada pita kejut sebanyak empat titik dengan dilengkapi rambu-rambu agar mengurangi kecepatan di angka 20 kilometer perjam.

"Hasil pemeriksaan kepada tiga saksi yang sudah kita periksa, bus melaju tanpa mengurangi kecepatan sampai dengan terjadinya kecelakaan," tutur Pratama.

Jalur Simpang Susun Krapyak bukanlah medan baru bagi Gilang. Pratama menuturkan, Gilang sudah melalui jalur itu sebanyak dua kali.

"Bus tersebut dalam kondisi transmisi netral diduga karena sopir mau mengurangi kecepaatan dengan memindahkan gigi tapi tidak sempat," terangnya.

Ia melanjutkan hasil pemeriksaan kondisi bus secara fisik baik ban maupun rem tidak ada masalah. Kasus kecelakaan ini diduga kuat karena kesalahan dari sopir. Kendati begitu, pihaknya tetap akan melakukan pemeriksaan kepada pemilik PO Cahaya Trans.

"Iya kami panggil owner Cahaya Trans untuk mengetahui SOP pergantian sopir dan bagaimana proses rekrutmen sopir dalam perusahaan itu," katanya.

Ditetapkan Sebagai Tersangka

Gilang (22), warga Bukitinggi, Sumatera Barat baru dua bulan menjadi sopir bus penumpang dari perusahaan otobus Cahaya Trans.

Selepas meniti karir dari sopir truk ke sopir bus, ia kini ditetapkan sebagai tersangka atas kasus kecelakaan yang menewaskan 16 penumpang.

Kapolrestabes Semarang  Kombes Pol M Syahduddi menyebut, Gilang sopir bus Cahaya Trans telah resmi ditetapkan sebagai tersangka selepas terbukti melakukan kesalahan dalam kecelakaan yang menewaskan 16 orang dan belasan orang terluka.

Ia menyebut, sebelum penetapan tersangka terlebih dahulu mencari dua alat bukti dengan memeriksa empat orang saksi dari korban selamat dari kecelakaan ini.

Saksi lainnya berupa saksi ahli dari Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) yang memberikan penjelasan terkait dengan kondisi kendaraan tersebut. Bukti lainnya berupa  hasil visum yang ada di rumah sakit.

"Atas bukti-bukti tersebut kami berkeyakinan untuk bisa menetapkan sopir bus tersebut sebagai tersangka," katanya kepada Tribun.

Menurut Syahduddi, tersangka dijerat Pasal 310 ayat 2, ayat 3 dan ayat 4 Undang-undang nomor 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan.

"Sanksi pidana maksimal 6 tahun penjara," bebernya.

Syahduddi menyebut, tersangka kepada penyidik mengakui mengemudikan bus dalam kecepatan yang cukup tinggi. Namun, ia tidak bisa memastikan berapa kecepatannya.

Tersangka juga mengakui tidak mengetahui kontur jalan yang berupa tikungan dan jalan menurun.  Sopir tidak sempat mengerem dan berupaya untuk menurunkan gigi bus dari enam ke gigi lima.

"Sopir tersebut kaget. Kaget lalu berupaya untuk melakukan manuver dengan membanting setir ke kiri, namun posisi kendaraan sudah terlanjur berada di posisi kanan sehingga terjadi out of control dan menyebabkan kendaraan bus tersebut terbalik dan membentur dinding beton yang ada di sisi kanan jalan tersebut," paparnya.

Kondisi itu, lanjut dia, menjadi penyebab utama banyaknya korban meninggal dunia. Sebab,  dari hasil pemeriksaan dokter RS Kariadi, sebanyak 16 korban meninggal semuanya mengalami luka di bagian kepala.

Kelaikan Bus

Berkaitan dengan kelaiakan bus, Syahduddi memberikan keterangan berbeda dengan Kementerian Perhubungan. Sebelumnya, Kemenhub melontarkan pernyataan bahwa bus Cahaya Trans pelat B7201IV tidak laik jalan.

Namun, Kapolrestabes Semarang menyebut, bus tersebut layak jalan. 

Hal ini juga dikuatkan dengan analisa dari Ditlantas Polda Jateng yang mengatakan bahwa bus dari ban, sistem pengereman dalam kondisi baik.

"Dari Balai Pengelolaan Transportasi Darat menyatakan bus tersebut pada dasarnya dinyatakan layak jalan," klaimnya.

Menurutnya, sopir juga memiliki SIM yang sesuai yakni jenis SIM B1 umum. Dalam tes urine, sopir juga dalam kondisi tidak dipengaruhi obat-obatan. (Iwan Arifianto)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.