TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL - Perpaduan rasa manis, gurih, dan legit, langsung terasa di setiap gigitan camilan Adrem.
Camilan tradisional itu dapat mudah dijumpai oleh masyarakat di Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta.
Apalagi, di daerah Kapanewon Sanden, Kabupaten Bantul, kini telah banyak pembuat kuliner Adrem.
Dari tahun ke tahun, mereka tetap membuat kuliner tersebut, sehingga masuk dalam jajaran warisan budaya takbenda asal Bumi Projotamansari.
Adrem Gula Jawa Mbak Tini di Piring II, Kalurahan Murtigading, Kapanewon Sanden, misalnya.
Tempat tersebut menjadi salah satu produksi camilan adrem yang eksis sejak tahun 2015.
Pemilik Adrem Gula Jawa Mbak Tini, Satini, menceritakan, bahwa wilayahnya menjadi tempat produksi adrem khas Bantul.
Tini sendiri mulai membuat kuliner tersebut usai adanya program Pemerintah Kalurahan Murtigading yang mendorong masyarakat membuat kuliner andalan.
"Dari 18 dusun yang dibina oleh Pemerintah Kalurahan Murtigading, Alhamdulillah dusun Piring berhasil dan adrem menjadi salah satu ikonnya," kata dia, kepada Tribunjogja.com, belum lama ini.
Lebih lanjut, ia mengakui kala itu memilih camilan adrem dikarenakan menjadi warisan budaya takbenda dan hampir punah.
Dikarenakan rasa keprihatinan tersebut, Tini langsung berusaha mengangkat kuliner adrem dan memperkenalkannya kepada masyarakat luas.
Usut punya usut, kala itu, Tini tak langsung bisa membuat kuliner adrem.
Apalagi, ia tidak memiliki basic untuk mengolah bahan menjadi camilan tradisional itu.
Akan tetapi, dikarenakan rasa kecintaannya terhadap kuliner cukup tinggi, perlahan-lahan Tini belajar secara otodidak dalam membuat camilan adrem.
"Sebelumnya itu, adrem bukan produk yang saya buat. Dulu saya memiliki catering dan adrem merupakan produk yang dibuat oleh adik saya. Tapi, catering saya terpaksa tutup karena satu dan lain hal, sehingga membuat adrem yang mungkin lebih menjanjikan," urainya.
Berkat ketekunan dan kesabaran, kini adrem buatannya bisa memproduksi 50 kilogram per hari dalam hari biasa.
Namun, saat momen libur panjang seperti akhir tahun ini, Tini bisa memproduksi adrem sekitar 80 kilogram per hari.
Proses produksi dibantu oleh sejumlah ibu-ibu setempat setiap pukul 05.00-16.00-WIB.
"Untuk konsumennya ada di pasar-pasar lokal sini. Di sini ada reseller-reseller. Bahkan, untuk adrem saya ada di Pusat Oleh-oleh Mbok Tumpuk di Bantul. Ada pula, konsumen kami yang datang ke tempat produksi itu, dari Kabupaten Gunungkidul, dan lain sebagainya," papar Tini.
Baca juga: 22 Objek di Bantul Ditetapkan sebagai Cagar Budaya
Lebih lanjut, banyak dari masyarakat luas yang kini memesan camilan adrem di tempatnya dari jauh-jauh hari.
Sebab, jika langsung memesan pada hari itu juga, dikhawatirkan tidak kebagian camilan adrem.
Meski produksi adrem di tempat Tini sudah dimaksimalkan, namun masih sering kekurangan stok.
"Untuk adrem sendiri, harga per mika isi enam Rp7.500. Kalau per biji atau satuan, sekitar Rp1.200. Dan masa kedaluarsanya seminggu di suhu ruangan, tapi bisa lebih tahan lama kalau di suhu panas," urainya.
Siapa sangka, kuliner tersebut ternyata menghasilkan pundi-pundi rupiah yang cukup fantastis.
Wanita berusia 47 tahun ini turut menyampaikan bahwa dalam sehari, omzet dari produksi adrem bisa mencapai Rp2 juta hingga Rp6 juta.
Kuliner buatan Tini sendiri memiliki rasa original.
Di mana, untuk memproduksinya memerlukan bahan berupa tepung beras, tepung terigu, gula jawa, gula pasir, hingga kelapa yang diuleni secara merata.
"Lalu, adonan itu sempat didiamkan selama semalam sebelum akhirnya digoreng dan dibentuk dengan sumpit di wajan penggoreng," ujar Tini.
Dalam kesempatan itu, Tini juga menyampaikan bahwa di Piring II, Kalurahan Murtigading, terdapat organisasi Paguyuban Mawar Merah sejak tahun 2016.
Dalam struktur itu ada struktur organisasi lagi atau anak paguyuban bernama Pusat Jajanan Halal (PJH) Mawar Merah.
"Dari paguyuban Mawar Merah sudah menetaskan PJH Mawar Merah yang di situ, ibu-ibu punya usaha makanan. Dan kami juga sudah display berupa warung kecil di pintu masuk utama untuk olahan makanan dari ibu-ibu PJH Mawar Merah," katanya.
Di dalam Paguyuban Mawar Merah terdapat sekitar 33 anggota, sedangkan PJH Mawar Merah ada 23 anggota.
Mereka yang tergabung dalam Paguyuban Mawar Merah tidak semuanya memiliki produk kuliner, namun di PJH Mawar Merah semuanya memiliki produk kuliner.
"Jadi, begitu dibentuk Paguyuban Mawar Merah, mereka ada yang ikut menggoreng, memasarkan, pemasok barang dan sebagainya. Apalagi, di sini ada empat titik yang punya produk adrem," tandas Tini.(*)