TRIBUN-SULBAR.COM, MAMUJU TENGAH - Maraknya buaya mendekati pemukiman masyarakat di Kabupaten Mamuju Tengah, Sulawesi Barat, jadi sorotan pemerhati lingkungan.
Pemerhati Lingkungan, Aco Mulyadi, degradasi hutan akibat alih fungsi lahan skala besar membuat habitat asli buaya hilang.
Akibatnya, binatang buas tersebut makin seringnya muncul ke pemukiman masyarakat dan menjadi ancaman.
Baca juga: Warga Topoyo Mamuju Tengah Kaget, Buaya Tiba-tiba di Depan Pintu Rukonya
Secara historis, Aco, kawasan yang kini menjadi wilayah administrasi Mamuju Tengah dikenal kaya dengan keanekaragaman hayati.
Mamuju Tengah dulunya merupakan rumah bagi berbagai satwa liar seperti monyet hutan, rusa, anoa, maleo, serta sejumlah reptil termasuk penyu, ular, dan buaya.
Selain fauna, wilayah ini juga dulu memiliki beragam tumbuhan khas bernilai ekonomi tinggi, meski kini sudah langka.
Menurut Aco Mulyadi, perubahan drastis terjadi akibat penghancuran ekosistem hutan untuk kepentingan ekonomi.
Ia menjelaskan, hadirnya Hak Pengusahaan Hutan (HPH), Hak Guna Usaha (HGU), dan izin industri ekstraktif lainnya telah menghancurkan hutan tropis yang sangat penting di Mamuju Tengah.
"Termasuk menganeksasi habitat hidup satwa,” ujarnya kepada Tribun-Sulbar.com, Selasa (30/12/2025).
Lanjut Aco, hutan rawa, merupakan tempat hidup dan berburu buaya, banyak telah berubah fungsi.
Kawasan tersebut ditebang kayunya, dikeringkan airnya, dan kemudian dialihfungsikan menjadi perkebunan kelapa sawit.
Kondisi ini membuat buaya, serta berbagai reptil dan satwa lainnya, kehilangan lahan berburu dan sumber makanan.
Akibatnya, mereka mengalami tekanan kelaparan dan kehilangan wilayah teritorial.
“Dalam situasi kelaparan dan kehilangan tempat berburu, buaya sebagai predator terpaksa mencari makan di areal aktivitas manusia, bahkan hingga merangsek ke pemukiman warga,” jelas Aco.
Fenomena ini mengindikasikan adanya ketidakseimbangan ekosistem serius.
Munculnya buaya ke permukiman bukan hanya menjadi ancaman keselamatan warga, tetapi juga merupakan tanda alam (early warning) atas kerusakan lingkungan terjadi.
Menurutnya, diperlukan penanganan komprehensif tidak hanya bersifat reaktif dengan mengamankan buaya muncul.
Tetapi juga kajian mendalam dan langkah-langkah restorasi ekologis untuk memulihkan keseimbangan habitat satwa liar di Mamuju Tengah.
Sementara itu, seorang warga, Sodikin mengatakan, kemunculan buaya di area pemukiman warga kerap terjadi.
Beberapa, buaya sering muncul di bantaran sungai Budong-budong, pemukiman warga Topoyo dan beberapa desa lainnya.
"Belum lagi di kebun-kebun warga, sering muncul Pak," jelasnya.
Data sensus tanaman perkebunan yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) Tahun 2022, luas perkebunan kelapa sawit di Sulbar mencapai 73.578 hektar.
Sebanyak 29.003 hektare di Mamuju Tengah, Pasangkayu 36.671 hektare, Mamuju 7.030 hektare, dan Polman 875 hektare.(*)
Laporan Wartawan Tribun-Sulbar.com, Sandi Anugrah