TRIBUN-BALI.COM — Proyek dan operasional 30 vila di wilayah Canggu, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung dihentikan sementara oleh Tim Panitia Khusus Tata Ruang, Aset, dan dan Perizinan (Pansus TRAP) DPRD Provinsi Bali, Selasa (30/12).
Hal ini merupakan hasil inspeksi mendadak (sidak) Tim Pansus TRAP. Pasalnya puluhan bangunan vila tersebut karena bangunan berdiri di atas Lahan Sawah Dilindungi (LSD) dan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B).
Ketua Pansus TRAP DPRD Bali, I Made Supartha menyatakan, penghentian dilakukan setelah tim turun langsung ke lapangan dan menemukan adanya pelanggaran tata ruang. Vila-vila tersebut, baik yang sudah berdiri maupun yang masih dalam tahap pembangunan, telah dipasangi garis penghentian aktivitas oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP).
“Ada kurang lebih 30 vila yang dihentikan, ada yang sudah berdiri dan ada yang sedang dibangun. Semuanya sudah dipasangi Satpol PP Line,” kata Supartha.
Lebih lanjut ia mengatakan, pengembang dari vila-vila tersebut merupakan Warga Negara Indonesia (WNI). Namun demikian, hal tersebut tidak menjadi alasan untuk mentolerir pelanggaran pemanfaatan ruang, terutama pada lahan pertanian yang dilindungi.
Baca juga: TIDAK Ada Izin Dinas Kelautan Bali, Pansus TRAP dan Satpol PP Bali Hentikan Reklamasi Sawangan!
Baca juga: BERDIRI di Atas Lahan Sawah Dilindungi, Pansus TRAP Hentikan Dulu Pembangunan 30 Villa di Canggu!
Baca juga: MILIK WNA Swedia, Pansus TRAP Tutup Dulu Lapangan Padel di Munggu, Berdiri di Lahan Sawah Dilindungi
“Kepentingannya jelas, pembangunan berikutnya tidak boleh lagi dilakukan karena membangun di atas lahan sawah dilindungi dan LP2B,” imbuhnya.
Supartha menambahkan, penghentian ini bersifat sementara. Pihak pengembang akan dipanggil untuk mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama DPRD Bali guna meminta penjelasan dan menindaklanjuti temuan di lapangan.
“Dihentikan sementara dan pengembangnya akan kami panggil untuk rapat dengar pendapat di Kantor DPRD Bali,” katanya.
Sementara itu, Wakil Ketua Pansus TRAP DPRD Bali, Agung Bagus Tri Candra Arka menegaskan DPRD Bali tidak bersikap anti terhadap investor maupun kegiatan usaha masyarakat. Namun, pembangunan harus tetap mematuhi ketentuan tata ruang yang berlaku.
“Bukan berarti kita anti investor atau tidak mendukung usaha masyarakat. Ini sudah berdiri 63 are, maka kami sampaikan agar sisa 3 are tidak dilanjutkan, sehingga tidak terkesan membiarkan pelanggaran,” ujarnya. “Kami datang ke sini untuk menghentikan meluasnya alih fungsi lahan yang masih produktif,” jelasnya.
Pandangan serupa disampaikan Anggota Pansus TRAP DPRD Bali, Ketut Rochineng, yang menilai bahwa secara mendasar pembangunan vila tersebut sudah dapat dikategorikan sebagai pelanggaran perizinan.
“Secara mendasar ini sudah bisa dianggap pelanggaran karena OSS-nya tidak bisa. Dari langkah perizinan usaha, KBLI harus sesuai dengan pemanfaatan tata ruang. Jika tata ruangnya tidak sesuai, maka OSS menyebabkan ketidaksesuaian,” paparnya.
Rochineng menjelaskan, ketidaksesuaian pada tahap awal perizinan akan berdampak pada izin-izin turunan lainnya, termasuk izin lingkungan.
“Langkah pertama tidak bisa, berarti ikutannya jelas tidak bisa. Turunannya ada izin lingkungan dari DLKH. PP 28 sudah mengharuskan semua mengikuti tahapan perizinan yang benar,” tegasnya.
Pansus TRAP DPRD Provinsi Bali juga tutup sementara aktivitas lapangan Jungle Padel di Desa Munggu, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, Selasa (30/12).
Pasalnya, lapangan tersebut berdiri di atas LSD sekaligus LP2B yang secara tegas tidak diperuntukkan untuk kegiatan pembangunan non-pertanian.
Saat Pansus TRAP DPRD Bali melakukan sidak sekaligus penutupan aktivitas sementara terlihat pengguna lapangan padel yang didominasi Warga Negara Asing (WNA) masih beraktivitas seperti biasa. Supartha menegaskan bangunan lapangan padel ini berdiri diatas zona hijau P1.
“Berdasarkan ketentuan tata ruang Provinsi Bali, kawasan tersebut berada pada peruntukan zona hijau P1 serta masuk LP2B, sehingga tidak diperbolehkan adanya pembangunan bangunan atau kegiatan usaha apa pun selain pertanian,” kata, Supartha.
Dalam sidak tersebut turut dihadirkan perwakilan Dinas PUPR serta unsur perizinan Pemerintah Kabupaten Badung untuk memberikan penjelasan teknis. Dari pemaparan Dinas PUPR ditegaskan bahwa lokasi Jungle Padel secara peruntukan ruang memang merupakan kawasan LP2B.
Terkait aspek perizinan, perwakilan dinas perizinan Badung menyampaikan tidak pernah menerbitkan izin untuk kegiatan tersebut. Hal ini karena secara tata ruang, kawasan LP2B tidak memungkinkan untuk dikeluarkannya izin usaha maupun izin bangunan.
“Secara logika dan aturan, Dinas Perizinan tidak mungkin mengeluarkan izin di jalur hijau. Jika sampai ada izin yang dikeluarkan, itu bisa berimplikasi pidana,” tegas Anggota Pansus TRAP DPRD Bali, I Wayan Bawa.
Pansus TRAP menegaskan akan menindaklanjuti temuan ini dengan rekomendasi resmi kepada pemerintah daerah terkait.
Hal ini untuk memastikan penegakan aturan tata ruang, perlindungan lahan pertanian, serta kepastian hukum dalam investasi di Bali. Untuk sementara, usaha Jungle Padel ini dihentikan sementara dan disegel oleh Satpol PP Bali dengan memasang Satpol PP Line.
Kepala Satpol PP Provinsi Bali, I Dewa Nyoman Rai Dharmadi, menegaskan komitmen penegakan Peraturan Daerah (Perda) terkait tata ruang dan perizinan terhadap bangunan Jungle Padel di wilayah Desa Munggu yang dinilai melanggar ketentuan peruntukan lahan.
Meskipun bangunan tersebut digunakan sebagai sarana olahraga, hal itu tidak dapat dijadikan alasan untuk mengabaikan ketentuan perizinan dan tata ruang yang berlaku.
“Sekalipun digunakan sebagai arena olahraga, bukan berarti bisa mengabaikan ketentuan perizinan. Kalau sudah tidak sesuai dengan peruntukannya, maka keberadaan bangunannya jelas melanggar. Untuk itu, kami akan lakukan penyegelan,” tegasnya.
Ia menyampaikan, Satpol PP Provinsi Bali menghormati dan sejalan dengan pernyataan serta rekomendasi Ketua Pansus TRAP DPRD Bali yang sebelumnya melakukan sidak dan menemukan pelanggaran di lokasi tersebut.
“Apa yang disampaikan oleh Ketua Pansus tentu kami sangat hormati. Kami berada pada posisi penegakan aturan,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa tahapan penindakan, mulai dari pengawasan, penyegelan hingga kemungkinan pembongkaran bangunan, akan dilakukan sesuai dengan mekanisme dan ketentuan hukum yang berlaku.
Jungle Padel ini dimiliki investor asal Swedia, RS yang berada di bawah naungan PT Jungle Padel Seseh. Jungle Padel beroperasi sejak 1 Desember 2025. (sar)