TRIBUNKALTENG.COM, SAMPIT – Kebijakan pelarangan pesta kembang api pada malam pergantian Tahun Baru 2026 berdampak langsung pada para pedagang kembang api, termasuk di Kota Sampit.
Salah satu pedagang yang merasakan dampak tersebut adalah Isma, seorang ibu rumah tangga yang berjualan kembang api secara musiman.
Pada Selasa sore (30/12/2025), Isma tampak duduk di kursi kecil di samping lapaknya.
Ia mengetahui adanya Surat Edaran Nomor 019/1960/SETDA.PRO-KP/2025 tentang Pelaksanaan Kegiatan Pergantian Tahun Baru 2026 yang mengatur larangan pesta kembang api di wilayah Kotim.
Isma mengaku, sejak adanya kebijakan tersebut, penjualan kembang api menjelang tahun baru mengalami penurunan yang sangat signifikan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
“Kalau tahun ini penjualannya berkurang banget dari tahun kemarin. Tahun lalu masih ramai dan meriah, tapi tahun ini kan sudah ada larangan dari Kotim,” kata Isma saat ditemui TribunKalteng.com.
Baca juga: Dampak Larangan Kembang Api di Malam Tahun Baru 2026, ini Kata Pedagang
Menurutnya, penurunan penjualan kembang api tahun ini mencapai kisaran 60 hingga 70 persen. Kondisi tersebut sangat berbeda dibandingkan momen tahun baru sebelumnya.
“Kurang lebih 60 sampai 70 persen turunnya. Biasanya seminggu sebelum tahun baru itu sudah ramai, empat sampai lima hari sudah padat pembeli. Tahun ini baru hari-hari terakhir saja ada yang beli,” ujarnya.
Isma menilai, selain adanya larangan kembang api, kondisi ekonomi masyarakat juga turut memengaruhi daya beli warga menjelang akhir tahun.
“Kemungkinan juga karena banyak faktor, bisa karena bencana, terus orang-orang sekarang juga banyak yang mengurangi belanja. Pedagang juga makin banyak, jadi pembelinya terbagi,” jelasnya.
Perempuan yang telah lama menekuni usaha ini mengungkapkan bahwa dirinya sudah ikut berjualan kembang api bersama orang tuanya di Jalan S Parman sejak duduk di bangku kelas 4 sekolah dasar.
“Kalau ikut orang tua sudah lebih dari 10 tahun. Kalau mandiri jualan sendiri baru sekitar dua tahun ini, dan ini memang usaha musiman setiap akhir tahun,” ungkap Isma.
Sebagai pedagang kembang api musiman, Isma mengandalkan momen pergantian tahun dan bulan Ramadan untuk menambah penghasilan keluarga.
“Biasanya jualan cuma dua momen itu saja, akhir tahun sama bulan puasa. Kalau di luar itu, tidak jualan kembang api,” katanya.
Untuk harga, Isma menyebut kembang api yang dijualnya dibanderol mulai dari harga yang terjangkau hingga kelas menengah.
“Harganya mulai dari Rp3.000 sampai sekitar Rp185.000, tergantung jenis dan ukuran,” katanya.
Ia menambahkan, jenis kembang api yang paling diminati pembeli biasanya adalah kembang api kecil untuk anak-anak.
“Yang paling laku biasanya pop-pop yang dibanting, anak-anak suka. Ada juga kembang api kecil yang warna-warni, sama yang besar-besar itu biasanya juga dicari,” tuturnya.
Namun dengan kondisi penjualan yang menurun tajam, Isma mengaku pasrah jika barang dagangannya tidak habis terjual hingga awal Januari 2026.
“Kalau tidak habis, paling disimpan. Nanti dijual lagi pas bulan puasa. Biasanya jualan sampai awal Januari saja,” katanya.
Kebijakan larangan pesta kembang api pada malam Tahun Baru 2026 ini pun menjadi dilema tersendiri bagi pedagang kembang api musiman di Sampit yang menggantungkan penghasilan pada momen tertentu dalam setahun.