TRIBUNPEKANBARU.COM - Siang itu, Samiaji kembali bersiap menanam padi di lahan satu hektare yang ia pinjam dari pemiliknya di Kelurahan Sungai Sibam, kawasan paling luar di Kota Pekanbaru. Adapun Desember 2025 ini merupakan masa tanam ketiga.
Di tangan kirinya, beberapa batang bibit padi gogo setinggi kurang lebih 75 sentimeter digenggam erat. Badannya kemudian membungkuk perlahan, diikuti tangan kanan yang mulai menancapkan satu demi satu bibit itu dengan begitu rapi dan presisi.
"Untuk panen yang ketiga ini, saya berharap hasil panen bisa mencapai 12 ton," ujar dia kepada tribunpekanbaru.com saat ditemui pada Jumat (12/12/2025).
Rasa optimis itu bukan lahir begitu saja, tetapi berasal dari pengalaman pahit dan pembelajaran Samiaji pada masa sebelumnya.
Sebab, hasil panen pertamanya yang ia tanam di lahan yang tidak jauh dari lahannya yang sekarang, hanya mencapai 250kilogram GKP. Pemupukan yang tidak maksimal hingga diserang hama burung membuat gabah terlihat banyak namun kosong.
“Di Sungai Sibam ini, bahkan di Kota Pekanbaru lah kita katakan, lahan padi sangat terbatas. Makanya ke sini semua burung-burung itu. Jangankan untuk kita manusia, untuk burung pun rasanya tidak akan cukup.” kelakar dia.
Tidak hanya itu, karakter lahan di kawasan ini ialah gambut; struktur tanahnya lemah, keasamannya tinggi dengan daya ikat akar yang rendah. Sehingga menuntut perlakuan khusus agar padi bisa tumbuh optimal.
Data BPBD menunjukkan Kota Pekanbaru memiliki luas total sekitar 632,2 km⊃2; dengan 60 persen diantaranya merupakan lahan gambut.
Kondisi di atas kemudian didengar oleh Agronomis Pupuk Indonesia Pendukung Penjualan Regional 1 A Wilayah Kerja Riau, Kepri, Sumbar, Andi Abdul Sani. Ia merasa miris dengan hasil panen Samiaji dan berniat mendampinginya.
Sebab, kata Andi menegaskan, kehadiran Pupuk Indonesia di berbagai wilayah bukan hanya urusan pemasaran saja tetapi juga ikut terlibat dalam mencarikan solusi bagi petani. Apalagi dukungan ini penting untuk mewujudkan swasembada pangan yang merupakan Asta Cita Presiden Prabowo.
“Setelah berdiskusi dengan Pak Samiaji, kami memutuskan untuk langkah pertama ialah menabur Kapur Pertanian Kebomas. Tujuannya untuk meningkatkan pH tanah yang masam serta memberikan unsur hara Kalsium dan Magnesium sebelum ditanam,” kata Andi.
Lalu diikuti penggunaan pupuk SP 26 yang mengandung fosfat dan sulfur. Kedua unsur ini penting sebagai nutrisi untuk kesuburan dan ketahanan tanaman padi di lahan gambut.
“Kemudian kita juga membantu mendatangkan herbisida untuk mengatasi gulma. Produk ini diproduksi oleh anak perusahaan Pupuk Indonesia di bidang pestisida, yaitu Petrosida,” sambung Andi.
Pemupukan tidak berhenti sampai di situ. Mengingat Samiaji tergabung dalam Kelompok Tani Sungai Sibam, maka ia berhak mendapatkan pupuk subsidi untuk jenis urea dan NPK. Sehingga, secara teori, kesiapan lahan Samiaji ketika itu betul-betul optimal.
Hari demi hari berlalu. Dari minggu ke minggu, padi tumbuh sempurna dengan warna daunnya menghijau segar. Sesekali, Samiaji memantau lahan itu. Ia memastikan tak ada satu batang padi yang rusak.
Ketika Andi bersama timnya kembali berkunjung beberapa bulan kemudian, ia takjub menyaksikan keindahan hamparan hijau di atas lahan gambut itu.
“Ini cukup membuktikan bahwa tanaman padi di lahan gambut yang terletak di sudut kota sekalipun bisa tumbuh maksimal ketika dikelola secara tepat,” kenang dia.
Tidak ingin pencapaian itu diganggu oleh hama burung seperti sebelumnya, Andi memutar otak. Ia menghubungi distributor retail Pupuk Indonesia di Pekanbaru untuk berkolaborasi menyediakan jaring pengaman bagi lahan Samiaji dan disetujui.
Setelah pemasangan jaring selesai, kini masa panen yang dinanti itu akhirnya tiba pada September lalu. Beberapa unsur pemerintah daerah turut hadir menyaksikan.
“Total hasil panen kita saat itu mencapai 7,2ton GKP. Sungguh hasil yang begitu maksimal jika dibandingkan hasil sebelumnya,” kata Samiaji semringah.
Ia melanjutkan sebanyak 80 persen hasil panen yang sudah digiling jadi beras ia jual kepada masyarakat sekitar. Sementara sisanya dikonsumsi pribadi.
Dibantu sang istri, beras yang dijual seharga Rp 15 ribu per kilogram itu ternyata laris manis. Bahkan, beberapa warga kembali menanyakan ketersediaannya. Pasalnya kata Samiaji, banyak yang mengakui beras tersebut enak dan wangi.
“Untuk hasil penjualan, lumayan lah untuk menopang biaya sehari-hari seperti kebutuhan sekolah anak,” ujarnya.
Baca juga: Asa Pupuk Indonesia Mewujudkan Sawit Rakyat yang Berdaulat di Bumi Lancang Kuning
Baca juga: Harga dan Stok Bahan Pangan di Riau Terpantau Stabil Jelang Nataru, Tak Ada Penimbunan
Andi mengatakan pihaknya memulai program Demonstration Plot (Demplot) sejak tahun 2021 di Bumi Lancang Kuning. Program itu sudah dilaksanakan pada 20 titik lokasi yang tersebar di Kabupaten/Kota di Provinsi Riau mencakup petani kelapa sawit, padi, jagung, semangka, cabai, dan komoditas lainnya.
“Kami berharap keberhasilan Pak Samiaji dapat memantik semangat petani lainnya untuk terus semangat dalam mengelola lahan pertanian. Keberhasilan ini jugamembuktikan bahwa dengan pendampingan dan pengelolaan yang tepat, hasil pertanian dapat meningkat secara signifikan,” terang Andi.
Andi mengatakan Pupuk Indonesia terbuka untuk terus bersinergi dengan kelompok petani di Riau, khususnya Kota Pekanbaru terkait program Demplot ini.
Bagi yang berminat, dapat berkoordinasi dengan Kios Pupuk Indonesia yang berada di wilayah kelompok tani tersebut. Atau bisa juga dengan mengisi formulir pendaftaran melalui tautan berikut: link
“Kami siap turun untuk mendampingi kelompok tani yang tergabung mulai dari Koperasi Desa Merah Putih (KDMP), BUMDES dan KUD,” singkat dia.
Komitmen layanan Pupuk Indonesia itu perlu diketahui oleh kelompok tani di setiap Kecamatan di Kota Pekanbaru. Pasalnya, berdasarkan data Simluhtan hingga Desember 2025, terdapat 380 kelompok tani dengan beragam tanaman.
Selain itu, data tahun 2022 menunjukkan potensi lahan tidur di Pekanbaru yang terbilang cukup luas. Seperti Kecamatan Rumbai Timur memiliki 14 hektar lahan tidur, Tuah Madani seluas 2 hektar, Payung Sekaki 1 hektar dan Kulim sebanyak 300 hektar.
Sementara kebutuhan pangan di Pekanbaru hingga saat ini masih bergantung pasokan daerah lain. Seperti Pekanbaru yang setiap bulannya membutuhkan beras kurang lebih 5000 ton. Angka itu jauh dari hasil produksi beras Kota Pekanbaru seperti yang dirilis BPS tahun 2024 hanya 12 ton.
Dinas Ketahanan Pangan Kota Pekanbaru mencatat komoditas pangan lokal yang saat ini cukup berkembang di Pekanbaru ialah ubi kayu dan jagung.
Namun, sama dengan beras dan cabai, produksi para petani ubi kayu dan jagung itu baru memenuhi 4 persen dari total kebutuhan pangan di Pekanbaru.
"Ini gambaran menyeluruh dari kebutuhan pangan kita. Sementara, beras, cabai, tomat dan bawang memang kita masih tergantung pada produksi asal Sumatera Barat, Sumatera Utara dan Jawa," kata Kepala Dinas Ketahanan Pangan Kota Pekanbaru, M. Jamil kepada tribunpekanbaru.com, November lalu.
Tak heran, ketika daerah penghasil pangan itu mengalami bencana, seperti banjir dan longsor yang terjadi di Sumatera Barat serta Sumatera Utara sekarang ini, pengaruhnya terbilang besar pada kondisi pangan di Pekanbaru.
"Harga-harga semakin mahal. Stoknya pun di pasaran semakin menipis," kata Jamil.
Ia berharap panen pangan lokal petani di Pekanbaru ke depan dapat lebih ditingkatkan lagi. Setidaknya sampai menyentuh angka 20 persen dari total yang dibutuhkan.
Dengan begitu, Pekanbaru lebih kokoh dan mandiri memenuhi pangannya apabila sewaktu-waktu daerah penghasil mengalami masalah.
Bila beras yang didatangkan dari provinsi luar mahal, masyarakat masih tetap bisa mengisi perut dengan beralih mengkonsumsi ubi atau jagung yang produksinya melimpah di Pekanbaru.
“Dua makanan itu kan juga sama mengenyangkan seperti nasi,” tuntas dia.