Sebenarnya, Kebijakan Makan Bergizi Gratis dapat Mematikan Daya Kritis
Haikal Akmal Ajikontea October 21, 2024 05:21 PM
Kebijakan Makan Siang Gratis atau yang belakangan ini direvisi menjadi Makan Bergizi Gratis; menjadi pembicaraan luas yang menarik untuk didiskusikan.
Kunci kemenangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka berada pada janji kampanye ini. Bagaimana tidak, di ingatan masyarakat, ada tiga perbedaan "janji gratis" yang paling diingat diantara ketiga paslon kemarin; Pendidikan Gratis, Makan Siang Gratis, dan Internet Gratis. Pun dari ketiganya, masyarakat memilih janji Makan Siang Gratis.
Sebagai program berskala Nasional, serangkaian uji coba terus dilakukan. Perubahan tampak terlihat, mulai dari penggantian nama sampai skema-skema penerapannya.
Akan tetapi tulisan ini tidak berusaha untuk menjelaskan lebih jauh mengenai polemik anggaran hingga skema penerapannya, yang dewasa ini banyak menjadi perbincangan para ekonom. Tulisan ini hanya akan mengidentifikasi sisi imajiner melalui dampak berkepanjangan melalui pendekatan sosio-politik yang belum pernah diulas sebagai kematian daya kritis.
Teori Depedensi: Antara Kepentingan Rezim dan Ketergantungan Rakyat
Teori depedensi pada awalnya digunakan untuk menjelaskan ketergantungan negara-negara berkembang terhadap negara-negara maju. Namun, konsep ini menjadi menarik jika diterapkan dalam panggung domesktik, terutama untuk memahami bagaimana kebijakan Makan Bergizi Gratis dapat menciptakan ketergantungan rakyat pada pemerintah.
Cardoso (2015; 112) melihat ketergantungan dari kebijakan domestik umumnya dapat melemahkan partisipasi masyarakat dalam proses politik secara luas dan menciptakan pola pikir pasif.
Dalam hal ini, ketergantungan yang dimunculkan melalui kebijakan Makan Bergizi Gratis dapat dianggap sebagai upaya intervensi rezim penguasa yang menundukkan otonomi individu. Upaya pemerintah dalam program Makan Bergizi Gratis secara perlahan dapat menciptakan hubungan ketergantungan yang erat dengan masyarakat kelas bawah (menciptakan mental minta-minta, mengharap yang gratisan). Hal ini sejalan dengan penelitian dari Williams (2018; 145) yang menemukan bahwa kebijakan populis berbasis bantuan langsung cenderung melemahkan kesadaran politik kritis dan secara bersamaan memperkuat ketergantungan rakyat pada pemerintah yang berkuasa.
Makan Gratis dibayar Kematian Kritis
Salah satu konsekuensi dari ketergantungan ini adalah menurunnya daya kritis masyarakat. Merujuk pada teori Paulo Friere, ketergantungan yang terjadi dapat menghambat "kesadaran kritis" yang diperlukan untuk mempertanyakan dan menganalisis kebijakan-kebijakan pemerintah yang mendatang.
Penelitian oleh Giroux (2016; 28) menyoroti bahwa kebijakan yang tidak melibatkan partisipasi aktif masyarakat cenderung memperkuat pola pikir pasif dan represif. Itu karena masyarakat menjadi lebih fokus pada manfaat yang terlihat (material) daripada memahami konteks kebijakan secara keseluruhan termasuk dampak berkepanjangannya.
Selain itu, kalau kebijakan ini hanya menguntungkan pihak-pihak yang dekat kekuasaan, dalam arti lain produk-produk didalamnya berasal dari pengusaha perorangan yang dipilih rezim tanpa atau tidak melibatkan komunitas-komunitas setempat dapat merugikan rakyat. Sebagaimana penelitian yang dilakukan Johnson dan Smith (2020; 67) menemukan bahwa bantuan sosial yang tidak disertai dengan upaya memberdayakan masyarakat dapat memicu apa yang mereka sebut sebagai "kebangkrutan moral". Istilah tersebut muncul ketika individu lebih cenderung menerima kebijakan populis tanpa mengevaluasi implikasi (dampak) jangka panjangnya; seperti isu kelangsungan pendanaan, bagaimana memenuhi kebutuhan anggarannya, atau dampaknya terhadap isu-isu lain, yang saat ini semu tak terlihat.
Populisme dan Pengikisan Kesadaran Kritis
Tapi bukannya Makan Bergizi Gratis penting untuk memenuhi kebutuhan masyarakat? kebutuhan masa depan genarasi bangsa agar Gizi nya terpenuhi?
Pertanyaan-pertanyaan di atas, mungkin muncul untuk mengatakan bahwa apa yang saya sampaikan hanya bentuk skpetisme terhadap rezim penguasa. Saya tidak membantah sepenuhnya, karena betul masyarakat membutuhkan pemenuhan gizi yang serius. Tapi permasalahan mengenai pemenuhan gizi masyarakat, bukan hanya soal memberi makan siang saja, tapi seharusnya ada kebijakan-kebijakan yang lebih baik dengan anggaran fantastis tersebut. Saya lebih melihat kebijakan ini sebagai strategi politik populis.
Menurut Mudde dan Rovira Kaltwasser (2017; 109), kebijakan populisme menawarkan solusi mudah dan instan untuk mengatasi masalah yang kompleks. Kebijakan Makan Bergizi Gratis adalah contoh nyata dari janji-janji politis yang populis karena secara langsung dapat menarik perhatian publik. Padahal bisa saja berpotensi mengabaikan reformasi struktural yang lebih mendalam (pemenuhan gizi yang inklusif atau menyeluruh).
Norris dan Inglehart (2019; 156), menilai kebijakan populis umumnya mengalihkan fokus masyarakat dari diskusi-diskusi kebijakan yang lebih substansial; pajak yang meningkat, kabinet yang menggendut, dan persoalan-persoalan yang belum terselesaikan. Sehingga dan seakan-akan janji ini paling ditunggu; tapi secara bersamaan masyarakat kita dapat mengalami pengikisan daya kritis untuk terlibat dalam proses demokrasi yang seharusnya deliberatif.
Referensi
Cardoso, F. H. (2015). Dependent Development: The Alliance of Multinational, State, and Local Capital in Brazil. University of California Press.
Williams, J. P. (2018). Populism and Dependency in the Political Economy. Oxford University Press.
Friere, P. (1996). Pedagogy of the Oppressed. Continuum.
Giroux, H. A. (2016). Education and the Crisis of Public Values: Challenging the Assault on Teachers, Students, and Public Education (2nd ed.). Peter Lang Publishing.
Johnson, R., & Smith, M. (2020). Social Assistance and Moral Bankruptcy: Dependency and Its Consequences. Cambridge University Press.
Mudde, C., & Rovira Kaltwasser, C. (2017). Populism: A Very Short Introduction. Oxford University Press.
Norris, P., & Inglehart, R. (2019). Cultural Backlash: Trump, Brexit, and Authoritarian Populism. Cambridge University Press.
© Copyright @2024 LIDEA. All Rights Reserved.