Mulai dari Stunting hingga Pengobatan Luar Negeri, Ini Sederet Tantangan Kementerian Kesehatan di Pemerintahan Prabowo-Gibran
Ratnaningtyas Winahyu October 21, 2024 08:34 PM

GridHEALTH.id – Budi Gunadi Sadikinkembali terpilih menjadi Menteri Kesehatan di Kabinet Prabowo – Gibran.

"Budi Gunadi Sadikin, Menteri Kesehatan," ujar Prabowo saat mengumumkan formasi kabinet di Istana Kepresidenan, Jakarta, Minggu (20/10/2024).

Seperti diketahui, Budi menjabat sebagai Menteri Kesehatan pada Kabinet Indonesia Maju Presiden Joko Widodo-Wakil Presiden Ma’ruf Amin pada 23 Desember 2020-20 Oktober 2024.

Terpilih lagi menjadi Menteri Kesehatan tentu bukan hal yang mudah.

Pasalnya, ada banyak tantangan besar dan kompleks yang perlu diselesaikan oleh Kementerian Kesehatan ke depannya.

Apa saja tantangan tersebut? Berikut ini penjelasan selengkapnya.

Tantangan Kementerian Kesehatan ke depannya

Melansir dari berbagai sumber, berikut beberapa tantangan utama yang akan dihadapi:

1. Pengendalian penyakit menular dan tidak menular

- Penyakit menular: Meskipun Indonesia telah mengalami kemajuan dalam mengendalikan penyakit menular seperti TBC, HIV, dan malaria, risiko munculnya kembali wabah seperti COVID-19 tetap ada.

Untuk itu, perlu adanya penguatan sistem surveilans dan kesiapsiagaan menghadapi potensi pandemi baru.

- Penyakit tidak menular: Jumlah penderita penyakit tidak menular seperti diabetes, hipertensi, dan penyakit jantung terus meningkat.

Kementerian Kesehatan perlu lebih fokus pada program pencegahan dan promosi gaya hidup sehat, termasuk pengendalian pola makan dan aktivitas fisik masyarakat.

Dalam kegiatan Rapat Kerja Kesehatan Nasional (Rakerkesnas) April 2024 lalu, Presiden ke-7 Joko Widodo menyebut, tiga penyakit PTM yang menyumbang angka kematian tertinggi di Indonesia, yakni penyakit stroke sebanyak 330 ribuan kasus kematian, penyakit jantung sekitar 300 ribu kematian, dan kanker juga mencapai 300 ribu kasus kematian.

2. Kesehatan ibu dan anak

Tingkat kematian ibu dan bayi di Indonesia masih relatif tinggi dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia Tenggara.

Kementerian Kesehatan harus memperluas akses terhadap layanan kesehatan ibu dan anak, terutama di daerah terpencil dan kurang berkembang.

3. Ketersediaan dan akses layanan kesehatan yang merata

Akses layanan kesehatan masih terkonsentrasi di daerah perkotaan, sementara di daerah terpencil seringkali terbatas.

Kesenjangan ini perlu diatasi dengan peningkatan jumlah dan distribusi tenaga medis, fasilitas kesehatan, serta pemanfaatan teknologi telemedicine untuk menjangkau masyarakat yang tinggal jauh dari pusat layanan kesehatan.

Joko Widodo juga sempat mengatakan harapannya agar permasalahan kesehatan dapat diatasi bersama-sama dan terintegrasi dari pusat hingga ke daerah.

Untuk itu, diperlukan rencana jangka panjang, rencana jangka menengah, rencana induk kesehatan yang sejalan baik di pusat sampai daerah.

“Semuanya harus in line, harus satu garis lurus. Oleh karena itu, kita ingin mengkonsolidasikan hal itu dan mengintegrasikan agar kerja kita bersama-sama bisa menghasilkan sebuah hasil yang konkret dari persoalan-persoalan kesehatan yang kita miliki,” ujar Jokowi dikutip dari laman Sehat Negeriku Kementerian Kesehatan.

Kala itu, Jokowi berharap agar rencana induk kesehatan dapat segera selesai sehingga bisa dijadikan pedoman pelaksanaan program kesehatan baik di pusat, daerah dan juga sektor swasta.

“Saya yakin jika semuanya berjalan kompak akan signifikan kemajuan dibidang kesehatan di negara kita,” imbuh Jokowi.

4. Pembiayaan dan sistem jaminan kesehatan

Pembiayaan kesehatan melalui BPJS Kesehatan juga menghadapi tantangan besar, terutama dari segi defisit keuangan.

Reformasi sistem jaminan kesehatan nasional perlu dilakukan untuk menjaga keberlanjutan pembiayaan dan meningkatkan kualitas layanan bagi peserta.

5. Stunting dan gizi buruk

Masalah stunting pada anak-anak masih menjadi prioritas.

Pemerintah pun terus berupaya untuk menurunkan angka stunting melalui berbagai intervensi gizi dan peningkatan kesadaran masyarakat terkait pentingnya pemenuhan gizi.

Pada April 2024 lalu, mantan Presiden Joko Widodo menyebut masalah stunting mengalami lonjakan penurunan cukup signifikan, yakni dari 37% kasus stunting di Indonesia 10 tahun lalu, menjadi 21,5% di Desember 2023 kemarin.

Menurut Jokowi, mengatasi stunting bukanlah hal yang mudah dan perlu melibatkan berbagai sektor untuk mengatasinya.

“Stunting akhir tahun kemarin angkanya masih 21,5% sudah turun, tapi seharusnya kita mencapai 14%. Tapi, saya hitung ini tidak mudah, untuk mengatasinya program ini harus terintegrasi.” ujar Jokowi.

6. Peningkatan kapasitas teknologi dan ketersediaan tenaga kesehatan

Pemanfaatan teknologi dalam bidang kesehatan semakin penting, terutama dalam hal pencatatan data kesehatan, layanan digital, dan inovasi medis.

Kementerian Kesehatan perlu mengembangkan infrastruktur digital kesehatan yang andal untuk mendukung diagnosis, pengobatan, dan pencegahan penyakit.

Mengutip dari laman Sehat Negeriku Kementerian Kesehatan, hampir seluruh Puskesmas kini telah mendapatkan alat penunjang pemeriksaan kesehatan seperti USG dan juga EKG.

Begitu juga dengan rumah sakit di daerah telah memperoleh tambahan alat kesehatan yang diharapkan dapat mendukung upaya meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

“Beberapa daerah telah menerima seperti alat CT scan, cath lab, namun ruanganya belum mendukung. Pak Menteri beri contoh ruangan yang benar seperti apa, biar Direktur rumah sakit bisa melihat,” tutur Jokowi dalam kegiatan Rapat Kerja Kesehatan Nasional (Rakerkesnas) April 2024 lalu.

Lebih lanjut, Jokowi mengatakan, persoalan lain yang juga besar di kesehatan adalah ketersedian tenaga kesehatan.

Saat ini, jumlah dokter dan dokter spesialis di Indonesia masih kurang, dimana rasionya hanya 0,47 dan menempati urutan 147 di dunia.

Jokowi juga menyoroti masih tingginya masyarakat Indonesia yang berobat keluar negeri.

Menurut Jokowi, hampir satu juta warga negara Indonesia memilih untuk berobat ke luar negeri dibanding di dalam negeri, yang secara hitungan ekonomi negara kehilangan sekitar Rp 180 triliuan setiap tahunnya.

Sementara itu, terkait kesediaan bahan baku obat juga menjadi catatan, dimana 90% masih impor.

Sedangkan, untuk alat-alat kesehatan, 52% juga masih didatangkan dari luar negeri.

“Untuk alat kesehatan itu tidak apa, tapi jangan sampai jarum, selang dan alat infus kita masih impor juga, jangan, kita harus produksi sendiri,” ucap Jokowi.

© Copyright @2024 LIDEA. All Rights Reserved.