RI Tertarik Gabung BRICS, Apa Dampaknya?
kumparanBISNIS October 26, 2024 04:20 PM
Indonesia dikabarkan tertarik bergabung dengan BRICS, organisasi ekonomi hingga politik yang terdiri dari Brasil, Rusia, India, Tiongkok (China), dan Afrika Selatan (South Africa).
Kelompok itu dibentuk untuk memperkuat kerja sama ekonomi, politik, dan budaya antara negara-negara anggotanya, serta untuk meningkatkan pengaruh mereka di kancah global.
Menteri Luar Negeri (Menlu) Sugiono mengungkapkan alasan di balik keinginan Indonesia bergabung dengan BRICS. Dia menyebut, BRICS sejalan dengan tujuan Kabinet Merah Putih.
Keinginan Indonesia gabung organisasi kerja sama antarnegara itu disampaikan Sugiono saat menghadiri KTT BRICS Plus di Kazan, pada 23-24 Oktober 2024.
"Bergabungnya Indonesia ke BRICS merupakan pengejawantahan politik luar negeri bebas aktif," kata Sugiono seperti dikutip dari pernyataan pers Kemlu, Kamis (24/10).
Sugiono memastikan jika nanti resmi bergabung dengan BRICS, tak dapat diartikan Indonesia memilih menjadi bagian blok tertentu di dunia.
Sugiono menilai apa yang dilakukan BRICS sebenarnya sudah menjadi tujuan dari Kabinet Merah Putih Presiden Prabowo dan Wapres Gibran.
“Kita juga melihat prioritas BRICS selaras dengan program kerja Kabinet Merah Putih, antara lain terkait ketahanan pangan dan energi, pemberantasan kemiskinan ataupun pemajuan sumber daya manusia,“ tambah Sugiono.
Lewat BRICS, Sugiono menegaskan Indonesia ingin mengangkat kepentingan bersama negara-negara berkembang atau yang lebih dikenal dengan istilah Global South.

Respons Ekonom soal RI Tertarik Gabung BRICS

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai rencana ini bisa membuat Indonesia semakin bergantung pada China.
Bhima memaparkan impor Indonesia dari China melonjak 112,6 persen dalam 9 tahun terakhir, dari USD 29,2 miliar di 2015 menjadi USD 62,1 miliar pada 2023. Sementara investasi dari China melonjak 11 kali di periode yang sama. Indonesia juga tercatat sebagai penerima pinjaman Belt and Road Initiative terbesar dibanding negara lainnya pada 2023.
Direktur Eksekutif CELIOS, Bhima Yudhistira, di Hotel Mercure Sabang, Kamis (25/1/2023). Foto: Fariza Rizky Ananda/kumparan
Bhima menilai kebergantungan pada China juga membuat perekonomian lebih rapuh. Di saat ekonomi China diproyeksikan menurun 3,4 persen dalam 4 tahun ke depan berdasarkan World Economic Outlook IMF, terdapat kekhawatiran dengan bergabungnya Indonesia ke BRICS justru melemahkan kinerja perekonomian.
"Kondisi ini idealnya direspons dengan penguatan diversifikasi negara mitra diluar China bukan malah masuk menjadi anggota BRICS,” terang Bhima.
Sementara itu, Direktur China-Indonesia Desk Celios, Muhammad Zulfikar Rakhmat, juga melihat saat ini belum ada urgensi Indonesia untuk bergabung dengan forum BRICS. Sebab, keberadaan China dalam grup tersebut dikhawatirkan mempengaruhi independensi Indonesia dalam bersikap di berbagai isu krusial.
“Salah satunya merespons manuver China di kawasan Laut China Selatan,” tutur Zulfikar.
Di sisi lain, negara anggota BRICS seperti China dan India memiliki konfrontasi yang intens di tiga wilayah perbatasan kedua negara meliputi, Himachal Pradesh, Uttarakhand, dan Arunachal Pradesh.
Menurut Zulfikar, konflik tersebut berpotensi mengganggu stabilitas hubungan China dan India, dan secara bersamaan juga akan mempengaruhi kemitraan dalam aliansi BRICS.
Presiden Rusia V. Putin bersalaman dengan Presiden Turki Erdogan di KTT BRICS di Kazan, 24 Oktober 2024. Tampak Menlu Sugiono berpeci. Foto:  Grigory Sysoev/Photohost agency brics-russia2024.ru
Celios memandang kalau keinginan Indonesia bergabung ke BRICS juga akan berpotensi mempengaruhi aksesi Indonesia ke Organization for Economic Cooperation and Development (OECD). Sebab, bergabung dengan BRICS menyebabkan peluang Indonesia untuk mendorong pertumbuhan berkelanjutan bermitra dengan grup tersebut akan semakin mengecil.
© Copyright @2024 LIDEA. All Rights Reserved.