Laporan Wartawan Tribuncirebon.com, Eki Yulianto
TRIBUNCIREBON.COM, CIREBON - Polresta Cirebon menetapkan dua ibu rumah tangga sebagai tersangka dalam kasus dugaan perdagangan orang yang menimpa seorang pekerja migran asal Cirebon.
Kedua tersangka, CAR alias SAR (50) dan N alias B (47), diduga kuat menempatkan korban tanpa izin resmi hingga korban mengalami kekerasan fisik dan trauma psikologis.
Kasat Reskrim Polresta Cirebon, Kompol Siswo De Cuellar Tarigan mengungkapkan, dalam konferensi pers di Mapolresta Cirebon, Kamis (7/11/2024), bahwa peristiwa ini bermula pada Juli 2020.
"Tersangka CAR dan N menjanjikan pekerjaan di luar negeri untuk korban, yang berujung pada penderitaan bagi korban di Irak,” ujar Siswo, Kamis (7/11/2024).
Korban, berinisial WAY, diiming-imingi pekerjaan sebagai pembantu rumah tangga di Erbil, Irak.
Namun setibanya di sana, korban dipaksa bekerja tanpa batas waktu dan mengalami kekerasan fisik.
“Korban dipaksa bekerja tanpa jam kerja yang wajar hingga mengalami sakit dan tindakan kekerasan,” ucapnya.
Hasil penyelidikan mengungkap bahwa kedua tersangka berperan sebagai sponsor perorangan tanpa Surat Izin Perekrutan Pekerja Migran Indonesia (SIP2MI), yang melanggar aturan hukum terkait penempatan pekerja migran.
Barang bukti berupa paspor korban dan tiket keberangkatan disita oleh kepolisian.
Ancaman hukuman bagi kedua tersangka cukup berat, yaitu sesuai Pasal 4 UU RI No. 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, yang dapat berujung pada pidana penjara hingga 15 tahun serta denda mencapai Rp 600 juta.
"Para tersangka ini sudah cukup lama menjalankan aksinya, bahkan sejak 2020," ujar dia.
Sementara itu, dalam kurun waktu sepekan ini, Satreskrim Polresta Cirebon juga berhasil mengungkap dua kasus perdagangan orang lainnya dan menetapkan empat orang sebagai tersangka.
Wakapolresta Cirebon, AKBP Imara Utama menjelaskan, motif dari para pelaku adalah keuntungan ekonomi.
"Dalam satu minggu ini, kami berhasil mengamankan tiga kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), termasuk dua pelaku perempuan lainnya yang hari ini kami tampilkan jumlah tersangka enam orang secara keseluruhan."
"Dari hasil perekrutan dan penempatan ilegal ini, pelaku mendapatkan keuntungan antara Rp 4-5 juta per orang setiap kali berhasil memberangkatkan pekerja migran ke luar negeri," kata Imara.
Menurut Imara, modus yang digunakan pelaku adalah pemberangkatan secara perseorangan ke negara-negara Timur Tengah.
“Para pelaku ini memberangkatkan pekerja migran sebagai perseorangan, melanggar aturan yang mewajibkan keberangkatan resmi melalui agen yang terdaftar,” ujarnya.
Selain itu, Imara menambahkan bahwa korban kerap diiming-imingi upah Rp 4-5 juta per bulan, namun banyak yang tak menerima gaji bahkan mengalami kekerasan.
"Sebagian besar korban kini telah kembali ke Indonesia, khususnya ke Cirebon," ucapnya.
Hingga kini, penyelidikan lebih lanjut masih terus dilakukan untuk membongkar jaringan TPPO yang lebih luas di wilayah Cirebon.