TRIBUNNEWS.COM - Kepala badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) mengatakan bahwa pihaknya berkomitmen untuk tetap beroperasi di Gaza.
Meski ada tekanan dari Knesset Israel yang melarang UNRWA beroperasi di Gaza, Philippe Lazzarini dengan tegas akan tetap berada di Gaza hingga batas kemampuan mereka habis.
"UNRWA akan beroperasi hingga tiba saatnya kami tidak dapat beroperasi lagi," kata Lazzarini, dikutip dari Anadolu Anjansi.
Ia berjanji akan terus membantu warga Gaza yang menjadi korban Israel.
"Kami akan menyediakan dan memberikan layanan kepada mereka yang membutuhkan sampai kami terpaksa berhenti," tegasnya.
Menurut Lazzarini, apabila UNRWA menjadi ancaman, maka Israel harus bertanggung jawab dalam menyediakan kebutuhan dan layanan bagi para pengungsi Palestina.
"UNRWA adalah target yang lebih mudah bagi siapa pun yang menganggap keberadaan atau aktivitasnya sebagai ancaman. Tujuan untuk melemahkan UNRWA bermotif politik," kata Lazzarini.
Selain itu, Lazzarini juga mengatakan bahwa tujuan Isral adalah untuk mencabut status pengungsi Palestina.
"Tujuan (politik)-nya adalah mencabut status pengungsi Palestina, dan juga mengubah parameter solusi politik secara sepihak," katanya.
Lazzarini mencatat bahwa UNRWA dan stafnya terus-menerus diserang oleh pasukan Israel.
"Sampai hari ini, 243 staf telah terbunuh di lokasi UNRWA," kata Lazzarini.
Lazzarini mengungkapkan bahwa keadaan ini cukup membuat ia dan stafnya khawatir karena lingkungan di Tepi Barat yang diduduki dan di Gaza membuat staf semakin berisiko.
"Saya khawatir keadaan akan menjadi jauh lebih buruk jika kita terus menerus berada di lingkungan seperti ini," imbuh Lazzarini.
Atas serangan Israel yang tak berhenti menyasar UNRWA, Lazzarini mengatakan serangan tersebut semakin melemahkan tatanan berbasis aturan yang kita warisi setelah Perang Dunia II.
Ia menekankan pentingnya 'kemauan politik' bagi keberhasilan lembaga tersebut karena ada perlombaan melawan waktu.
Parlemen Israel meloloskan rancangan undang-undang kontroversial untuk melarang Badan Bantuan dan Pekerjaan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) beroperasi di wilayah negara Palestina yang diduduki.
"Sidang pleno Knesset menyetujui pada Senin malam dalam pembacaan kedua dan ketiga sebuah undang-undang untuk memutuskan hubungan resmi dengan dan menghentikan aktivitas UNRWA, yang beberapa operatornya diduga berpartisipasi dalam serangan 7 Oktober (tahun lalu)," tulis media Israel, Yedioth Ahronoth.
Dalam pemungutan suara di Knesset, terdapat 92 dari 120 anggota mendukung keputusan tersebut.
Sementara 10 anggota lainnya menentang.
Undang-undang yang akan berlaku dalam 90 hari mendatang ini memuat larangan UNRWA dalam menyediakan layanan apa pun untuk warga Palestina.
"UNRWA tidak akan mengoperasikan lembaga apa pun, menyediakan layanan apa pun, atau melakukan aktivitas apa pun, baik secara langsung maupun tidak langsung di wilayah kedaulatan Israel (wilayah Palestina yang diduduki)," tulis laporan tersebut, dikutip dari Anadolu Anjansi.
Tidak hanya itu, Israel juga melarang UNRWA beroperasi di Yerusalem Timur.
"Kegiatan UNRWA di Yerusalem Timur akan dihentikan dan kewenangan badan tersebut akan diserahkan kepada tanggung jawab dan kendali Israel," tulis laporan itu.
Selain RUU tersebut, anggota Knesset Ron Katz, Yulia Malinovsky dan Dan Illouz juga membuat RUU terpisah yang mengamanatkan agar Israel memutuskan semua hubungan dengan UNRWA, yang melarang kerja sama atau hak istimewa apa pun yang sebelumnya dimiliki badan tersebut.
RUU dengan suara sebanyak 87-9 ini juga menetapkan staf UNRWA tidak akan menerima visa diplomatik.
"Dengan disahkannya undang-undang tersebut, kementerian luar negeri dan dalam negeri Israel tidak akan lagi mengeluarkan visa masuk kepada karyawan UNRWA, pejabat bea cukai Israel tidak akan menangani barang impor badan tersebut, dan pengecualian pajak akan dicabut," kata mereka.
Dengan adanya RUU ini maka perjanjian Israel dan UNRWA tahun 1967 dicabut.
Di mana perjanjian tersebut mengizinkan UNRWA beroperasi di Israel, menghentikan kegiatannya di negara tersebut, dan melarang kontak antara pejabat Israel dan karyawan lembaga tersebut.
(Farrah)