Artikel ini tentang bagaimana masuknya Hindu-Buddha ke Indonesia lengkap dengan teorinya. Semoga bermanfaat untuk para pembaca.
---
Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---
Intisari-Online.com -Meskipun bukan menjadi agama mayoritas, Hindu dan Buddha memainkan peran signifikan dalam perkembangan peradaban di Nusantara. Dua agama ini juga datang lebih dulu dibanding Islam dan Kristen.
Lalu bagaimana masuknya Hindu-Buddha ke Indonesia? Bagaiman teorinya?
Mengutip Kompas.com, Hindu dan Buddha awalnya berkembang di India, baru kemudian menyebarke negara-negara di dunia, termasuk Indonesia. Masuknya Hindu dan Buddha di nusantara dimulai pada awal masehi, melalui jalur perdagangan.
Itu dipengaruhi oleh posisi Indonesia yang sangat srategis dalam bidang pelayaran dan perdagangan. Lewat hubungan perdagangan, muncul pengaruh bagi kedua belah pihak dan terjadilah akulturasi kebudayaan.
Candi Hindu maupun Buddha pada dasarnya merupakan perwujudan akulturasi budaya lokal dengan budaya India. Masuknya agama Hindu dan Buddha di Indonesia kemudian memunculkan pembaruan besar. Misalnya berakhirnya zaman prasejarah Indonesia dan perubahan dari kepercayaan kuno (animisme dan dinamisme) menjadi kehidupan beragama yang memuja Tuhan dengan kitab suci.
Pada prosesnya, kebudayaan Hindu-Buddha dengan mudah diterima rakyat nusantara karena adanya persamaan kebudayaan dengan kebudayaan nusantara.
Teori masuknya Hindu-Buddha ke Indonesia
Para ahli memiliki perbedaan pendapat terkait proses masuknya agama Hindu-Buddha ke Indonesia. Perbedaan tersebut kemudian memunculkan sejumlah teori. Berikut teori-teori tentang masuknya Hindu-Buddha ke nusantara.
1. Teori Kesatria
Teori ini menyatakan bahwa agama Hindu-Buddha dibawa oleh golongan prajurit (kesatria) yang mendirikan kerajaan di nusantara. Terdapat lima ahli yang mencetuskan teori ini, yakni R.C. Majundar, F.D.K. Bosch, C.C. Berg, Mookerji, dan J.L. Moens.
Namun, Teori Kesatria juga tidak luput dari beberapa kelemahan berikut.
- Golongan kesatria tidak menguasai bahasa Sanskerta dan huruf Pallawa yang terdapat pada kitab Weda.
- Tidak ditemukan prasasti yang menggambarkan penaklukan nusantara oleh kerajaan India.
- Pelarian kesatria dari India tidak mungkin mendapat kedudukan mulia sebagai raja di Indonesia.
2. Teori Waisya
Teori Waisya dikemukakan oleh N.J. Krom, yang berpendapat bahwa agama Hindu-Buddha masuk ke Indonesia dibawa oleh pedagang dari India. Agama tersebut bisa disebarkan dengan cara pernikahan, hubungan dagang, atau interaksi dengan penduduk setempat saat pedagang dari India bermukim untuk sementara waktu di nusantara.
Teori ini diperkuat dengan keberadaan Kampung Keling, yaitu perkampungan para pedagang India di Indonesia. Selain itu, perdagangan merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan masyarakat.
Meskipun begitu teori Waisya juga memiliki kelemahan, di antaranya:
- Kaum waisya tidak menguasai bahasa Sanskerta dan aksara Pallawa.
- Sebagian besar kerajaan Hindu-Buddha terletak di pedalaman, bukan di daerah pesisir yang dekat dengan jalur pelayaran.
- Motif golongan waisya hanya berdagang, bukan menyebarkan agama.
- Meskipun ada perkampungan pedagang India, kedudukan mereka tidak berbeda dari rakyat biasa.
3. Teori Brahmana
Teori Brahmana dicetuskan oleh J.C. van Leur, yang berpendapat bahwa agama Hindu dibawa oleh kaum brahmana yang berhak memelajari dan mengerti isi kitab suci Weda. Kedatangan mereka diduga atas undangan para penguasa lokal yang tertarik dengan agama Hindu.
Sebelum kembali ke India, kaum brahmana tidak jarang meninggalkan kitab Weda sebagai hadiah bagi raja di nusantara. Teori Brahmana juga mempunyai kelemahan, yaitu:
- Raja-raja di Indonesia tidak mungkin dapat mengerti isi kitab Weda tanpa dibimbing oleh kaum brahmana.
- Menurut ajaran Hindu Kuno, seorang brahmana dilarang menyeberangi lautan, apalagi meninggalkan tanah airnya.
4. Teori Sudra
Teori ini percaya bahwa masuknya agama Hindu-Buddha ke Indonesia dibawa oleh orang-orang India berkasta sudra. Hanya sediki yang setuju dengan teori ini, salah satunya adalah Von van Feber, yang mempunyai alasan sebagai berikut.
- Golongan berkasta sudra (pekerja kasar) dari India menginginkan kehidupan lebih baik dengan pergi ke daerah lain, salah satunya Indonesia.
- Golongan berkasta sudra keluar dari India, termasuk Indonesia, karena ingin mendapatkan kedudukan dan lebih dihargai.
Teori ini menimbulkan kontroversi karena kaum sudra terdiri dari kelompok dengan derajat terendah sehingga dianggap tidak layak menyebarkan agama Hindu. Selain itu, kaum sudra tidak berniat pergi dari India untuk menyebarkan agama, mereka juga tidak menguasai bahasa Sanskerta yang digunakan dalam kitab Weda.
5. Teori Arus Balik
Teori ini dicetuskan oleh F.D.K. Bosch untuk menyanggah Teori Waisya dan Kesatria. Menurutt Bosch, masyarakat Indonesia memiliki peranan dalam penyebaran dan pengembangan agama Hindu-Buddha.
Akibat interaksi dengan orang-orang India, masyarakat pribumi kemudian belajar agama Hindu-Buddha di tempat yang disebut sangga. Setelah belajar bahasa Sanskerta, kitab suci, sastra, dan budaya tulis, penduduk lokal kemudian mendalami agama Hindu-Buddha di India.
Mereka kemudian kembali ke nusantara untuk mengembangkan agama dan kebudayaan Hindu-Buddha kepada masyarakat.
Teori ini diperkuat dengan prasasti Nalanda, yang menyebutkan bahwa Raja Balaputradewa dari Sriwijaya meminta raja India untuk membangun wihara di Nalanda sebagai tempat menimba ilmu bagi para tokoh Sriwijaya.
Sementara penyebaran agama Buddha dilakukan melalui misi dharmaduta pada abad 2 masehi. Pelaksanaan misi ini dibuktikan dengan penemuan arca Buddha di Sempaga, Jember, dan Bukit Siguntang yang berasal dari India Selatan.
Kerajaan yang menerima corak budaya India adalah Kerajaan Kutai, Kerajaan Tarumanegara, Mataram Kuno, Majapahit, dan kerajaan-kerajaan di Bali.
Jalur masuk Hindu-Buddha ke Indonesia
Masuknya pengaruh Hindu-Buddha ke nusantara dibawa oleh pedagang dan pendeta dari India serta Cina dari dua jalur.
1. Jalur darat
Penyebaran pengaruh Hindu-Buddha di Indonesia melalui jalur darat mengikuti para pedangang lewat Jalur Sutra. Jalur ini membentang dari India utara menuju Bangladesh, Myanmar, Thailand, Semenanjung Malaya, kemudian ke Indonesia.
2. Jalur laut
Penyebaran pengaruh Hindu-Buddha di Indonesia melalui jalur laut dilakukan dengan mengikuti rombongan kapal pedagang yang biasa beraktivias pada jalur India-Cina. Rute pelayaran dimulai dari India menuju Myanmar, Thailand, Semenanjung Malaya, dan berakhir di Indonesia.