Calon pimpinan (capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alamsyah Saragih ditanya soal sikapnya jika lembaga antirasuah itu hanya difokuskan pada penanganan kasus korupsi berskala besar dan strategis. Alamsyah menyatakan mendukung hal tersebut.
Pernyataan itu disampaikan dalam uji kelayakan dan kepatutan di Komisi III DPR RI, Selasa (19/11/2024). Dalam kesempatan itu, anggota Fraksi Demokrat Benny K Harman bertanya apakah pemberantasan korupsi untuk kasus di atas Rp 1 miliar difokuskan ke KPK, dan di bawah itu diserahkan ke aparat penegak hukum lain.
"Apakah Saudara Saragi sependapat jika Undang-Undang KPK diubah, supaya sentralisasi pemberantasan korupsi itu ditangani oleh KPK?" tanya Benny.
Menjawab pertanyaan itu, Alamsyah mengatakan bahwa KPK memang seharusnya fokus pada kasus besar dan strategis. Terutama yang berpotensi mengganggu program nasional dan berdampak besar untuk kerugian negara.
"Saya berpikir Pak Benny Kaharman, KPK memang harus masuk ke wilayah korupsi yang besar, nilainya atau yang strategik Karena bisa mengganggu program strategis nasional," ucap Alamsyah.
Alamsyah menyoroti KPK yang terbatas untuk bisa menangani semua perkara korupsi, mulai dari tingkat terbawah hingga atas. Kondisi ini, menurutnya, menjadi bukti pentingnya kolaborasi antara KPK, kepolisian, dan kejaksaan dalam pemberantasan korupsi.
"Kenapa harus terbatas pada itu Pak? Size-nya kecil, KPK itu, mau disuruh menangani keseluruhan, mana punya sampai ke polsek. Kecamatan sampai bawah, makanya dia harus memilih ke wilayah-wilayah yang lebih strategis dampaknya," kata Alamsyah.
Alamsyah juga mengungkapkan kekhawatirannya terhadap rivalitas antarlembaga dalam pemberantasan korupsi. Menurut dia, kencenderungan membandingkan nilai kasus yang ditangani antaraparat penegak hukum dapat menciptakan dampak psikologis sosial yang kurang sehat.
"Kalau KPK lebih banyak melakukan praktik OTT dengan cara yang konvensional. Lama-lama orang akan melihat bahwa korupsi itu akan terjadi pertandingan antara besar-besar nilai korupsi yang bisa ditangani," kata dia.
"Rivalitas ini yang saya takutkan. Kalau rivalitas ini dibiarkan terus tanpa ada perbaikan, maka lama-lama orang menganggap kalau korupsi Rp 100 miliar kecil, besok korupsi Rp 1 triliun kecil. Secara psikologi sosial itu disebut terjadi deprivasi relatif," tambahnya.
Untuk diketahui, DPR menggelar uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test calon pimpinan KPK dan calon anggota Dewan Pengawas KPK selama empat hari mulai Senin hingga Kamis (18-21/11).
Ada 10 orang capim KPK dan 10 orang calon anggota Dewas KPK yang mengikuti uji kelayakan. DPR akan memilih lima orang pimpinan KPK dan lima orang anggota Dewas KPK.