Oleh: Yetri Ermi Yenti - Analis Perkara Peradilan Mahkamah Agung
PEREMPUAN memiliki hak dan kedudukan yang diakui oleh hukum, termasuk hak asuh anak, perlindungan dari kekerasan, serta penghargaan terhadap peranannya dalam keluarga dan masyarakat. Perlindungan hukum ini harus diwujudkan setiap hari melalui tindakan nyata yang memastikan perempuan mendapatkan perlakuan setara dan adil. Menghargai perempuan berarti mengakui dan memastikan hak-hak mereka dilindungi dalam berbagai aspek kehidupan, baik dalam ranah pribadi, pekerjaan, maupun masyarakat secara luas. Hak-hak ini bukan hanya seremonial, tetapi harus diimplementasikan dalam kebijakan yang mendukung kesejahteraan dan pemberdayaan perempuan.
Perspektif hukum, tidak hanya berbicara tentang peran perempuan sebagai pengasuh, di lingkungan keluarga maupun pekerja, tetapi juga tentang bagaimana hukum berfungsi untuk menjamin hak-hak perempuan, menghapuskan segala bentuk diskriminasi, serta mengatasi tantangan yang masih dihadapi dalam menjalankan peranannya. Sebagai sebuah negara yang menganut prinsip kesetaraan, hukum harus berperan sebagai instrumen untuk memastikan bahwa perempuan mendapatkan pengakuan yang layak, baik dalam ranah keluarga, pekerjaan, maupun masyarakat secara keseluruhan.
Payung hukum perlindungan para perempuan di Indonesia
Secara substansial, hak-hak perempuan adalah bagian dari hak asasi manusia yang fundamental. Dalam konteks hukum internasional, perempuan, khususnya ibu, dilindungi oleh berbagai instrumen hukum, seperti Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) yang disahkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa. CEDAW menekankan perlunya negara-negara untuk menghapuskan diskriminasi terhadap perempuan dan menyediakan perlindungan yang sama dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam hal kesehatan, pekerjaan, dan kekerasan.
Negara-negara yang telah meratifikasi konvensi ini, termasuk Indonesia, memiliki kewajiban untuk menerapkan prinsip-prinsip tersebut dalam sistem hukum nasional mereka. Namun, selain konvensi CEDAW negara telah menjamin hak- hak perempuan dalam berbagai payung hukum seperti:
* Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan mengatur hak-hak perempuan pascaperceraian, termasuk nafkah iddah dan nafkah mut'ah. Bagi perempuan yang bercerai, perlindungan terhadap hak-hak ini sangat penting, terutama bagi mereka yang memiliki anak. Hak nafkah untuk ibu dan anak memberikan jaminan ekonomi untuk kelangsungan hidup, yang tentu saja sangat vital bagi perempuan yang menjadi tulang punggung keluarga setelah perceraian. Ini juga terkait dengan kewajiban ayah untuk tetap memenuhi kebutuhan anak-anak mereka, meskipun sudah berpisah dengan ibu mereka.
* Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan memberikan jaminan bahwa perempuan tidak akan didiskriminasi dalam berbagai sektor kehidupan, termasuk dalam konteks pekerjaan dan hak-hak sosial. Perempuan harus dilindungi agar bisa menjalani peran ganda mereka, baik sebagai pekerja maupun sebagai pengasuh anak. Tanpa adanya perlindungan hukum yang kuat, perempuan sering kali menghadapi tantangan besar dalam menyeimbangkan pekerjaan dan pengasuhan anak, serta menghadapi diskriminasi di tempat kerja yang bisa merugikan mereka.
* Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengatur perlindungan hak-hak perempuan pekerja, termasuk hak-hak reproduktif mereka, yang langsung berkaitan dengan ibu. Misalnya, perempuan yang sedang hamil, melahirkan, atau menyusui berhak mendapatkan hak cuti melahirkan dan tidak bisa di-PHK karena status tersebut. Perlindungan seperti ini memberikan kesempatan bagi ibu untuk menjalankan peran mereka sebagai pengasuh anak dengan lebih baik tanpa takut kehilangan pekerjaan atau hak-haknya di tempat kerja.
* Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia juga mengatur hak-hak perempuan, termasuk ibu, untuk hidup bebas dari diskriminasi dan kekerasan. Hak ini sangat penting karena perempuan yang juga perempuan berhak mendapatkan perlindungan atas martabatnya, baik dalam lingkungan rumah tangga maupun dalam masyarakat secara umum. Di banyak kasus, ibu sering kali menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga, dan perlindungan terhadap hak-hak mereka sebagai individu sekaligus sebagai ibu sangat dibutuhkan.
* Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual memberikan perhatian lebih kepada perlindungan perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual. Perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual, baik dalam pernikahan atau oleh pihak lain, membutuhkan pemulihan dan dukungan hukum untuk menjaga keberlanjutan hidup mereka serta anak-anak mereka. Perlindungan hukum ini sangat penting untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual terhadap ibu dan memberikan jaminan bagi mereka untuk mendapatkan keadilan serta pemulihan.
* Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 3 Tahun 1989 tentang Larangan PHK terhadap Perempuan Menikah, Hamil, atau Menyusui juga memberikan jaminan bagi ibu pekerja. Hal ini melindungi perempuan yang sedang dalam masa kehamilan atau menyusui agar tidak kehilangan pekerjaan atau hak-hak mereka hanya karena statusnya sebagai ibu. Ini memastikan bahwa perempuan yang menjadi ibu tidak terhambat dalam mencapai karier atau memenuhi kebutuhan keluarganya.
Secara keseluruhan, perlindungan hukum terhadap ibu dalam undang-undang ini sangat penting karena ibu bukan hanya berperan sebagai pengasuh keluarga, tetapi juga berperan dalam pembangunan masyarakat dan negara. Perlindungan terhadap hak-hak ibu, baik dalam konteks perceraian, pekerjaan, maupun hak-hak dasar lainnya, akan memberikan dampak positif, tidak hanya bagi ibu itu sendiri, tetapi juga bagi anak-anak mereka.
Dengan perlindungan yang kuat, ibu akan memiliki kesempatan untuk merawat, mendidik, dan memberikan kehidupan yang lebih baik bagi anak-anak mereka sehingga turut berkontribusi pada pembangunan keluarga dan masyarakat secara keseluruhan. Meskipun ada regulasi internasional maupun nasional yang menjamin hak perempuan, penerapannya di tingkat domestik sering kali tidak berjalan dengan optimal. Banyak ibu, terutama di kalangan keluarga kurang mampu, masih mengalami kesulitan dalam mengakses layanan kesehatan yang berkualitas, hak atas pekerjaan yang layak, serta perlindungan terhadap kekerasan dalam rumah tangga. Oleh karena itu, pentingnya komitmen negara dalam menegakkan hak-hak perempuan bukan hanya di atas kertas, tetapi dalam tindakan nyata.
Penguatan perlindungan hukum bagi perempuan dalam konteks keluarga dan pekerjaan
Salah satu masalah besar yang dihadapi oleh perempuan dalam konteks hukum adalah ketimpangan dalam hak-hak di dunia kerja dan keluarga. Dalam banyak kasus, perempuan yang bekerja sering kali menghadapi tekanan ganda: harus memenuhi tanggung jawab di rumah sekaligus bekerja di luar rumah. Dalam hal ini, sistem hukum harus memberikan jaminan perlindungan terhadap ibu pekerja.
Di Indonesia, misalnya, Undang-Undang Ketenagakerjaan mengatur hak cuti melahirkan dan hak cuti untuk menyusui. Namun, implementasi hak-hak tersebut masih sering kali dipandang sebelah mata oleh beberapa pengusaha, yang menyebabkan ibu pekerja sering kali terpaksa memilih antara karier atau keluarga. Ini mencerminkan adanya ketidakseimbangan dalam perlakuan hukum terhadap ibu pekerja yang seharusnya mendapatkan pengakuan dan perlindungan lebih. Penerapan kebijakan cuti melahirkan yang lebih adil, serta peningkatan fasilitas perawatan anak di tempat kerja, merupakan langkah penting yang perlu didorong untuk mewujudkan sistem hukum yang lebih inklusif dan sensitif terhadap kebutuhan perempuan bekerja yang telah menjadi ibu.
Selain itu, dalam ranah keluarga, persoalan hak asuh anak sering kali menjadi persoalan hukum yang kompleks dan menantang bagi perempuan. Meski sering kali ibu dianggap sebagai pihak yang lebih berperan dalam pengasuhan anak, sistem hukum yang ada di beberapa negara, termasuk Indonesia, masih memberikan ruang bagi ketidakadilan dalam sengketa hak asuh. Fenomena ini terjadi akibat stereotipe gender yang menganggap peran perempuan sebagai "penjaga" yang lebih cocok untuk anak, sementara ayah memiliki hak yang sama dalam pengasuhan. Oleh karena itu, hukum harus lebih berpihak kepada kepentingan terbaik anak dan memperkuat peran ibu sebagai pengasuh yang penuh, tanpa harus terjebak dalam konstruksi sosial yang merugikan.
Melawan kekerasan terhadap perempuan pentingnya implementasi hukum yang tegas
Meski Indonesia memiliki Undang-Undang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU KDRT), masih banyak tantangan yang dihadapi dalam implementasinya. Banyak korban kekerasan, perempuan enggan melapor karena ketakutan akan stigma sosial, ketidakpercayaan terhadap sistem peradilan, atau kekhawatiran akan keselamatan mereka dan anak-anak mereka. Oleh karena itu, penegakan hukum yang lebih tegas serta peningkatan kesadaran masyarakat tentang hak-hak perempuan dan ibu untuk hidup bebas dari kekerasan, sangat diperlukan. Penguatan lembaga perlindungan bagi perempuan dan anak yang terlibat dalam kekerasan domestik juga menjadi kebutuhan mendesak.
Mewujudkan sistem hukum yang responsif terhadap kebutuhan perempuan
Untuk mewujudkan sistem hukum yang lebih responsif terhadap kebutuhan perempuan, perlu dilakukan reformasi kebijakan di beberapa bidang. Pertama, akses kesehatan reproduksi harus diperluas, termasuk memperpanjang cuti melahirkan. Di dunia kerja, perlu ada kebijakan cuti yang fleksibel, fasilitas laktasi yang memadai, dan perlindungan dari diskriminasi. Perlindungan hukum bagi perempuan korban kekerasan juga harus diperkuat dengan akses yang lebih mudah terhadap layanan hukum dan psikologis.
Selain itu, penting untuk meningkatkan pendidikan dan kesadaran tentang kesetaraan gender, serta mendukung pemberdayaan ekonomi ibu melalui pelatihan dan bantuan usaha. Terakhir, evaluasi dan pemantauan kebijakan secara berkala akan memastikan efektivitasnya dalam mendukung peran ibu dalam masyarakat.
Hukum tidak hanya mengakui hak-hak perempuan, tetapi juga aktif berupaya mewujudkan kondisi yang memungkinkan perempuan menjalankan perannya dengan penuh tanpa terkendala oleh sistem yang diskriminatif atau tidak adil. Hal ini bisa tercapai dengan reformasi hukum yang lebih komprehensif, terutama dalam mengatur hak-hak kesehatan, pekerjaan, serta perlindungan terhadap ibu yang mengalami kekerasan.
Indonesia harus menilai kembali seberapa jauh sistem hukum kita berpihak pada perempuan dan sejauh mana peraturan yang ada benar-benar memberi dampak positif bagi kesejahteraan mereka. Hal ini menjadi awal untuk memperjuangkan perubahan yang lebih besar, yang mengarah pada terciptanya sistem hukum yang berkeadilan, menghormati martabat perempuan, dan mengakui kontribusi mereka dalam membentuk masyarakat yang lebih baik.
Negara, melalui sistem hukum, memiliki kewajiban untuk menjamin bahwa perempuan mendapat perlindungan, penghargaan, dan kesempatan yang setara dalam kehidupan sosial dan profesional. Oleh karena itu, kita untuk terus memperjuangkan sistem hukum yang lebih responsif dan berkeadilan sehingga setiap perempuan di Indonesia dapat menjalani peranannya dengan martabat dan tanpa hambatan. (*)