Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus tudingan penyelundupan satwa dilindungi berujung pada laporan ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
Kuasa hukum Warga Negara Asing (WNA) asal India, Hanfi Fajri melaporkan adanya dugaan pelanggaran (HAM) oknum Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) pada kantor pelayanan utama Bea dan Cukai tipe C Soekarno-Hatta.
Menurutnya, oknum PPNS diduga melakukan pelanggaran HAM dalam penyidikan terkait tindak pidana di bidang kepabeanan.
Dia menilai oknum PPNS tersebut tidak memberikan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kepada kejaksaan serta kepada terduga tersangka atau keluarganya.
"Dengan tidak memberikan SPDP oleh penyidik kepada JPU bukan saja menimbulkan ketidakpastian hukum, akan tetapi juga merugikan hak komstitusional terlapor atau tersangka sebagaimana yang telah diputus dalam putusan MK," kata Hanfi di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Jumat (27/12/2024).
Dalam proses penyidikan yang dilakukan PPNS Bea Cukai Soekarno-Hatta, Hanfi mempertanyakan soal tidak adanya pendampingan dari penyidik Polri.
Diatur dalam hukum acara pidana, PPNS memiliki kedudukan sebagai penyidik yang berada di bawah koordinasi dan pengawasan penyidik Polri.
Hanfi juga membantah kliennya melakukan penyelundupan satwa.
Hal itu lantaran satwa yang diduga diselundupkan itu dibeli oleh kliennya di pasar hewan Jatinegara untuk dijadikan hadiah ulang tahun anak dari kliennya dan juga untuk dipelihara sendiri.
"Jadi kliennya saya itu ke Indonesia untuk membeli bahan-bahan tekstil, saat berkeliling di Pasar Jatinegara, dia melihat ada pedagang hewan lalu dibelinya," kata Hanfi.
Dia pun mempertanyakan ketegasan pihak PPNS dan penegak hukum yang justru diam atau abai dengan tidak mengejar atau menangkap penjual hewan atau satwa yang katanya dilindungi.
"Yang dibeli itu diduga Lutung Budeng, kemudian satu ekor diduga Burung Nuri Raja Ambon, dan satu ekor burung diduga Serindit Jawa," kata dia.
Hanfi berharap kliennya dapat dibebaskan karena tuduhan adanya perbuatan yang dilakukan kliennya tidak ada unsur pidananya.
"Kalau memang itu berkaitan dengan Kepabeanan seharusnya barang yang dianggap bermasalah itu yang disita, bukan justru orangnya. Karena itu bukan kewenangannya," kata Hanfi.
Otoritas Bandara Soekarno-Hatta (Bandara Soetta) Tangerang Banten menggagalkan upaya penyelundupan satwa dilindungi dari WN asal India berinisial STH (43).
Penindakan tersebut dilakukan petugas Bea Cukai Soekarno-Hatta bekerja sama dengan Aviation Security Bandara Soekarno-Hatta, Balai Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan Banten dan BKSDA Jakarta pada Minggu, 29 Oktober 2024.
Sebanyak empat ekor satwa dilindungi yang hendak diselundupkan antara lain lutung budeng (Trachypithecus auratus) sebanyak 2 ekor, 1 ekor burung nuri raja ambon (Alisterus amboinensis), dan 1 ekor burung serindit jawa (Loriculus pusillus).
Adapun pelakunya STH (43), warga negara asing (WNA) asal India.
Kepala Kantor Bea Cukai Soekarno-Hatta Gatot Sugeng Wibowo dalam keterangannya menyebut keempat satwa dilindungi itu akan dibawa pelaku ke Mumbai melalui barang bawaan penumpang.
Kronologi penindakan berawal saat petugas menindaklanjuti informasi mengenai adanya upaya penyelundupan dengan melakukan pemantauan dan mencurigai sebuah koper milik penumpang STH.
Koper itu tercatat sebagai bagasi pesawat rute penerbangan Jakarta (CGK)-Mumbai (BOM).
Atas kecurigaan tersebut, petugas segera menindak dan melakukan pemanggilan terhadap penumpang.
Dari pemeriksaan terhadap koper yang turut disaksikan oleh penumpang, petugas menemukan keempat ekor satwa dilindungi tersebut yang disembunyikan dan disamarkan dengan makanan, pakaian, dan mainan.
Petugas kemudian mengamankan penumpang tersebut dan membawanya beserta barang bukti ke Kantor Bea Cukai Soekarno-Hatta untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
STH mengaku membeli satwa tersebut di sebuah pasar hewan di daerah Jakarta Timur dan akan dipergunakan sebagai hadiah untuk keluarganya di India.
Hingga November 2024, Bea Cukai Soekarno-Hatta telah melakukan 5 kali penindakan terhadap upaya penyelundupan satwa liar ke luar negeri dengan mayoritas tujuan adalah India dan negara di Afrika.
"Dari seluruhnya, kami telah mengamankan 13 orang tersangka yang merupakan WNA dan 66 ekor satwa liar berbagai jenis,” beber Gatot.
STH diduga melakukan tindak pidana kepabeanan Pasal 102A Undang-Undang Nomor 17 tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan dengan ancaman hukuman pidana maksimal 10 tahun dan denda maksimal Rp 5 miliar.
Tersangka STH juga diduga melanggar Pasal 87 UU Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan dengan ancaman hukuman pidana maksimal 3 tahun dan denda maksimal Rp 3 miliar.
Terhadap keempat ekor satwa itu telah dititipkan ke BKSDA Jakarta untuk dirawat.