PDIP buka suara terkait adanya salah satu kader di daerah yaitu Wakil Ketua Bidang Kaderisasi dan Ideologi DPC PDIP Kabupaten Pemalang, Sudarsono yang mengirimkan surat ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar segera menindak Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto usai ditetapkan menjadi tersangka kasus dugaan suap Harun Masiku.
Juru bicara (jubir) PDIP, Mohamad Guntur Romli mengungkapkan Sudarsono mengirimkan surat atas nama pribadi dan tidak mengatasnamakan partai.
Sehingga, dia enggan untuk menanggapinya secara lebih jauh.
"Respons saya, tidak layak ditanggapi (langkah Sudarsono) karena seperti pengakuannya sendiri, dia mengirimkan surat atas nama pribadi bukan atas nama kader PDIP Perjuangan," katanya kepada Tribunnews.com, Rabu (1/1/2025).
Guntur lantas menjelaskan bahwa penetapan tersangka terhadap Hasto oleh KPK lantaran kapasitasnya sebagai Sekjen PDIP dan bukan atas nama pribadi.
Sehingga, menurutnya, apa yang dilakukan lembaga antirasuah adalah wujud kriminalisasi terhadap PDIP dan bukan kepada Hasto secara langsung.
"Jadi ini kasus kriminalisasi bukan pada Saudara Hasto secara pribad, tapi karena tugas dia sebagai Sekjen."
"Karena itu, Saudara Sekjen mendapatkan pembelaan resmi dari partai dan kader," jelasnya.
Lalu ketika ditanya terkait langkah dari DPP PDIP terhadap Sudarsono, Guntur menegaskan itu adalah wewenang dari DPC.
"Soal itu nanti urusan PAC atau DPC setempat. Nggak perlu ditanggapi DPP," jelasnya.
Guntur juga mengungkapkan belum mengetahui apakah DPP PDIP sudah mengetahui terkait Sudarsono mendesak KPK segera menindak Hasto.
"Saya belum cek karena harihari ini semua libur," jelasnya.
Sebelumnya, Sudarsono mengaku menyurati KPK agar segera menindak Hasto setelah ditetapkan menjadi tersangka kasus dugaan suap Harun Masiku.
Dia mengungkapkan surat tersebut dikirimkannya pada Selasa (31/12/2024) kemarin.
"Ya, betul, kemarin tanggal 31, kami jauhjauh dari Pemalang ke Kantor KPK di Jakarta ini yang pada intinya surat saya adalah saya menyampaikan kepada pimpinan KPK untuk kasus Pak Hasto ini yang justru berlarutlarut untuk bisa ditindaklanjuti seperti apa setelah ditetapkan menjadi tersangka," katanya dikutip dari program On Focus di YouTube Tribunnews, dikutip pada Rabu (1/1/2025).
Sudarsono mengaku tidak setuju dengan narasi yang disampaikan elite PDIP bahwa penetapan tersangka terhadap Hasto oleh KPK adalah politisasi dan kriminalisasi.
Di sisi lain, sambungnya, jika Hasto memang merasa penetapan tersangka terhadapnya tidak cukup alat bukti, maka diharapkan menempuh jalur hukum lainnya.
Kendati demikian, Sudarsono meminta, untuk saat ini, agar Hasto bersikap kooperatif dan menghadapi proses hukum yang ada.
"Sehingga saya sampaikan kemarin kepada pucuk pimpinan (KPK), kalau memang sekiranya ada halhal yang merugikan Mas Hasto, dan tentunya Mas Hasto juga akan melakukan langkahlangkah hukum karena celah hukum itu ada."
"Tapi lebih baik saat ini dihadapi bersama demi supremasi hukum dan tegaknya hukum," tegas Sudarsono.
Lebih lanjut, Sudarsono mengaku apa yang dilakukannya tidak mengatasnamakan PDIP tetapi pribadi.
"Namun, juga tidak lepas saya sebagai kader partai. Sehingga, yang saya lakukan ini, sebagai rakyat Indonesia dan sebagai kader," katanya.
Sebagai informasi, Hasto ditetapkan menjadi tersangka oleh KPK terkait dugaan suap penggantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 20192024, Harun Masiku.
Hasto disebut berperan dalam memberikan sejumlah uang untuk menyuap eks komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan agar Harun Masiku menjadi anggota DPR 20192024 menggantikan Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia.
Selain itu, Hasto juga diduga berperan dalam buronnya Hasto karena memerintahkan kabur saat KPK menggelar operasi tangkap tangan (OTT) pada 8 Januari 2020 lalu.
Politisi asal Yogyakarta itu juga disebut meminta para saksi untuk tidak memberikan kesaksian sebenarnya ketika dirinya akan bersaksi ke KPK pada pertengahan tahun 2024 lalu.
Atas perbuatannya ini, Hasto dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2021 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke1.