TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah Indonesia akan melakukan negosiasi dengan Apple dalam rangka kelanjutan investasi produsen ponsel tersebut di Indonesia.
Kelanjutan investasi tersebut akan menentukan keluarnya sertifikat Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) untuk produk-produk Apple dan izin penjualannya di Indonesia.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyampaikan, pihaknya mendorong Apple untuk menggunakan skema investasi 1 atau pembangunan fasilitas produksi/pabrik. Sebelumnya, hingga tahun 2023, Apple mengambil opsi skema investasi 3, yaitu skema inovasi dengan mendirikan Apple Academy di Indonesia.
“Pertimbangan kami dalam mendorong Apple untuk mengambil opsi skema pembangunan pabrik adalah agar tercipta lapangan kerja dari investasi tersebut,” ujar Menperin di Jakarta, Senin (6/1/2025).
Kemenperin memandang bahwa wacana investasi Apple yang disebutkan sebesar USD 1 Miliar masih belum memenuhi prinsip berkeadilan, dilihat dari empat aspek, yaitu investasi Apple di negara lain, investasi produsen handphone, komputer genggam, dan tablet (HKT) selain Apple di Indonesia, nilai tambah dan pemasukan bagi Indonesia, serta penyerapan tenaga kerja dalam ekosistem.
Sejalan dengan Kemenperin, ekonom sekaligus Guru Besar Tetap Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Profesor Telisa Aulia Falianty menyampaikan, investasi di sektor manufaktur dalam bentuk pembangunan pabrik berdampak besar bagi perekonomian.
Menurutnya, dalam neraca perdagangan, smartphone merupakan salah satu komponen yang paling sering menyebabkan defisit.
“Saya mendukung sekali langkah dari Kemenperin. Salah satu share terbesar impor smartphone adalah iPhone. Makanya untuk mengurangi impor, perlu dibuka FDI dan harapannya ada transfer teknologi,” ujarnya.
Prof. Telisa mengatakan, pembukaan lapangan kerja bisa dimulai untuk aktivitas perakitan hardware. Dari situ, bisa berlanjut ke level yang lebih tinggi sambil mempersiapkan kesiapan SDM. Karenanya, ia berpendapat bahwa pemerintah perlu menyiapkan jalan tengah bagi upaya mendorong TKDN dan apa yang dibutuhkan oleh Apple di sini.
Ia menilai, wacana investasi Apple sebesar USD1 Miliar masih kurang. Melihat dari penjualan Apple di Indonesia yang sudah mencapai beberapa triliun Rupiah, angka tersebut masih jauh dari ideal. Telisa menjelaskan pendapatnya bahwa investasi ini bisa dilakukan secara bertahap.
“Misalnya, fase 1 untuk hardware, fase 2 untuk software, dan fase 3 baru yang high-tech digital atau sudah full-fledged. Karenanya, minimal untuk fase 1 ini jangan USD1 Miliar, tapi bisa tiga kali lipatnya,” katanya.
Telisa menambahkan, untuk memenuhi kebutuhan investasi manufaktur berteknologi tinggi seperti Apple, Kemenperin tidak bisa melangkah sendiri. Upaya peningkatan investasi perlu didukung oleh kepastian hukum, SDM dan talenta digital, serta cybersecurity yang kuat.
Hal ini juga berkaitan dengan rencana Kemenperin untuk menaikkan nilai minimum TKDN ponsel dari 35 persen menjadi 40%. Dengan melihat kondisi perekonomian dunia yang juga cenderung proteksionis di era Presiden AS terpilih Donald Trump, langkah meningkatkan nilai TKDN dapat membuka lebih banyak lapangan kerja. Telisa menyampaikan, agar industri HKT dapat mencapai TKDN sebesar 40%, perlu dukungan dari pemerintah untuk meningkatkan kualitas talenta digital juga menyiapkan infrastruktur digital.
“Angka TKDN tersebut masih realistis untuk dicapai oleh dunia usaha. Di era Trump sekarang yang proteksionis, menurut saya kebijakan ini relatif lebih bisa diterima,” pungkas Telisa.