Melihat Kondisi Terkini Situs Megalitikum Gunung Padang di Cianjur
kumparanNEWS January 09, 2025 06:21 PM
Gunung Padang, situs megalitikum di Kampung Gunung Padang, Desa Karyamukti, Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat merupakan situs prasejarah yang diduga berusia 25.000 tahun Sebelum Masehi.
Riset serta kajian Situs Gunung Padang yang sebelumnya sempat terhenti pada 2014 karena perbedaan pandangan para arkeolog, akhirnya akan dilanjutkan oleh Kementerian Kebudayaan.
kumparan menyambangi situs tersebut, Kamis (9/1). Berjarak sekitar 29 kilometer dari pusat kota, butuh waktu sekitar 59 menit untuk sampai ke lokasi.
Akses jalan beton yang relatif baik cukup menjadikan lokasi ini sebagai destinasi wisata unggulan di Kabupaten Cianjur. Setiap pengunjung dikenakan tarif Rp 10.000.
Juru Pelihara Cagar Budaya Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah IX Bandung, Deni Aritonang, menjelaskan situs megalitikum Gunung Padang berada dalam kompleks zona inti seluas 4.000 meter persegi yang terdiri dari lima teras.
Situs ini berada di ketinggian 1.000 Mdpl dan tercatat pertama kali ditemukan oleh peneliti Warga Negara Belanda bernama N.J Kroom pada 1914.
"Secara keseluruhan area ini terbagi menjadi tiga, yakni zona inti, penyangga dan pengembangan dengan luas 29,1 hektare. Untuk zona inti, terbagi lima teras," kata Deni kepada kumparan, Kamis (9/1).
Deni mengatakan, situs megalitikum Gunung Padang dipercaya sebagai tempat petilasan Prabu Siliwangi yang berbentuk punden berundak. Ia tidak pernah mengalami pugaran sejak kali pertama di laporkan kepada pemerintah pada 1979.
"Situs Gunung Padang memiliki lima tingkat atau teras, dan setiap teras mempunyai atau memiliki filosofi, bahkan misteri tersendiri," jelasnya.
Deni mengungkapkan, pada area teras 1 terdapat batu gamelan, dan batu masigit atau masjid yang dipercaya sebagai tempat penyambutan tamu.
"Batu gamelan ini mengeluarkan lima nada saat ditabuh, Da Mi Na Ti La. Teras ini tempat penyambutan dan hiburan kesenian bagi para tamu. Tapi untuk batu masigit, kita belum mengetahui pasti apa arti dan fungsinya," jelasnya.
Pada undakan kedua atau teras II, ukuran permukaannya 4 meter lebih tinggi dari teras sebelumnya dan terdapat batu kursi.
Batu kursi itu menyerupai tempat duduk, menghadap ke arah timur. Diprediksikan lokasi tersebut adalah tempat para raja-raja bermusyawarah.
Selain itu, terdapat juga batu tapak, konsepnya sama seperti Prasasti Kerajaan Tarumanegara, Prasasti Ciaruteun yang memuat telapak kaki Raja Sri Purnawarman. Namun bedanya, batu tapak yang ada di Gunung Padang, masih belum diketahui fungsinya.
Naik sedikit ke teras III, ada beberapa batu yang memiliki bekas-bekas yang ditinggalkan. Ada batu kujang dan batu maung.
Melihat batu kujang, sekilas tak berbeda dengan bongkahan batu lainnya. Namun ada seperti bekas goresan benda tajam yang membentuk siluet senjata khas Jawa Barat, Kujang.
Bergeser ke selatan, terdapat batu maung. Ada cekungan layaknya bekas tapak kaki harimau atau maung. Maung, kata Deni, diartikan sebagai manusia unggul.
Teras IV hanya ada satu batu yang mencolok. Disebut dengan batu kanuragan. Kata Deni, teras IV adalah tempat pengujian, adu kekuatan juga tempatnya cobaan.
Untuk bisa naik ke teras IV seseorang harus bisa menyandang julukan maung. Unggul kata dia, bisa berarti unggul akhlak, iman, pengetahuan, juga kekuatan.
"Untuk bisa ‘lulus’ seseorang yang sudah sampai di teras IV harus mengangkat sebuah batu yang kini disebut batu kanuragan. Di sini adalah tepat ujian," ujarnya.
Tingkat terakhir, teras V terdapat beberapa gugus batu yang tertata rapi, disebut batu singgasana. Dipercaya dulunya di gugusan batu itulah raja duduk dan berbaring. Di bagian belakangnya, terdapat batu pandaringan yang belum diketahui maksudnya.
"Batu-batu yang tertata di situs Gunung Padang berbentuk segi lima. Masyarakat menganggap itu sebagai filosofi kehidupan, lima pancaindra, lima elemen dasar, dan sebagainya," ucapnya.
Sempat Jadi Kontroversi
Gunung Padang juga dipercaya bukan sekadar situs punden berundak biasa. Situs purba ini diyakini sebuah piramida yang umurnya bahkan lebih tua dari catatan sejarah yang ada. Itu berarti, piramida di Gunung Padang telah ada sejak masa prasejarah.
Itu berarti, situs ini menyingkap sedikit bukti yang mengisyaratkan adanya peradaban maju di Nusantara yang berusia lebih tua dari peradaban Mesir atau Mesopotamia.
Dr. Ali Akbar, arkeolog Universitas Indonesia, menyatakan usia situs Gunung Padang diperkirakan berumur 5200 tahun sebelum masehi atau 7200 tahun yang lalu.
“Peradaban Mesir itu berusia 3000 tahun sebelum masehi. Mesopotamia itu lebih tua lagi, 4000 tahun sebelum masehi. Sekarang yang lebih tua dibanding Mesopotamia, ya di Gunung Padang itu, dibangun 5200 tahun sebelum masehi,” ujarnya beberapa waktu lalu.
Jurnal Ilmiah Menghapus Studi Gunung Padang
Sementara itu, pada 2024, The Journal Archaeological Prospection telah menghapus studi kontroversial yang mengeklaim bahwa manusia telah membangun “piramida” raksasa di Indonesia sejak 25.000 tahun lalu. Piramida yang dimaksud adalah Gunung Padang, di Desa Karyamukti, Kabupaten Cianjur.
Pada November 2023, studi soal Gunung Padang yang dilakukan oleh Prof. Dr. Danny Hilman Natawidjaja, pakar paleotsunami dari Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN), telah menarik banyak perhatian arkeolog dan media internasional. Studi itu mengklaim bahwa gunung padang merupakan piramida tertua yang dibangun oleh manusia. Namun, sejak penelitian dipublikasikan di jurnal ilmiah, tak sedikit arkeolog yang skeptis pada temuan tersebut.
Menurut Flint Dibble, arkeolog di Cardiff University, Inggris, makalah yang ditulis Prof. Danny dan tim pada dasarnya menggunakan data yang sah, tapi membuat simpulan yang keliru. Misalnya, tim menggunakan penanggalan karbon dan mengeklaim bahwa penanggalan tanah organik dari struktur mengungkap beberapa tahap konstruksi sejak ribuan SM, dengan fase awal berasal dari era Palaeolitik.