TRIBUNNEWS.COM - Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan kembalinya pemerintahan Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas diperlukan di Jalur Gaza setelah gencatan senjata antara Israel dan Hamas.
"Kesepakatan ini harus sepenuhnya mencakup Otoritas Palestina dan masa depan Gaza harus diarahkan pada pembentukan negara Palestina," kata kantor Presiden Prancis yang melaporkan percakapan Macron dan Abbas melalui telepon pada Minggu (19/1/2025).
Ia juga mengatakan perlunya mencegah kemungkinan serangan terhadap Israel lagi, merujuk pada serangan Hamas pada 7 Oktober 2023.
Macron menekankan pentingnya penyaluran bantuan kemanusiaan dalam jumlah besar ke Jalur Gaza.
"Saat ini sangat penting untuk segera bekerja guna menanggapi kebutuhan vital mendesak warga Gaza, guna memastikan pengiriman bantuan kemanusiaan dalam jumlah besar, sesuai dengan kebutuhan penduduk," tambahnya.
Pada hari Jumat (17/1/2025), Mahmoud Abbas mengumumkan Otoritas Palestina siap untuk memikul tanggung jawab penuh di Jalur Gaza, yang dijalankan oleh Hamas.
Sebelumnya, Gerakan perlawanan Palestina (Hamas) yang memenangkan pemilihan legislatif terakhir yang diadakan pada tahun 2006, mengambil alih Jalur Gaza pada tahun 2007 setelah memaksa gerakan Fatah yang dipimpin oleh Abbas untuk meninggalkan Jalur Gaza.
Jumlah kematian warga Palestina meningkat menjadi lebih dari 46.913 jiwa dan 110.750 lainnya terluka sejak Sabtu (7/10/2023) hingga Minggu (19/1/2025) menurut Kementerian Kesehatan Gaza, dan 1.147 kematian di wilayah Israel, dikutip dari Anadolu Agency.
Sebelumnya, Israel mulai menyerang Jalur Gaza setelah gerakan perlawanan Palestina, Hamas, meluncurkan Operasi Banjir Al-Aqsa pada Sabtu (7/10/2023), untuk melawan pendudukan Israel dan kekerasan di Al-Aqsa sejak pendirian Israel di Palestina pada 1948.
Israel mengklaim ada 101 sandera yang hidup atau tewas dan masih ditahan Hamas di Jalur Gaza, setelah pertukaran 105 sandera dengan 240 sandera Palestina pada akhir November 2023.
(Yunita Rahmayanti)