TRIBUNJATIMTIMUR.COM, Surabaya - Sebanyak 14 pedagang di wilayah Kelurahan Sememi Surabaya kini terjerat pinjaman online (pinjol) setelah mengikuti sosialisasi di kantor kelurahan setempat.
Peristiwa ini bermula saat mereka didatangi oleh Bramasta Afrizal Riyadi. Ia mengaku sebagai utusan dari Pemkot Surabaya yang ditugaskan untuk menawarkan pinjaman dana tanpa bunga. Alih-alih menerima dana, para pedagang justru terlilit tagihan pinjaman online.
Jumlah tagihan dari aplikasi pinjaman online ini bervariasi, mulai dari Rp5 juta hingga puluhan juta rupiah. Para pedagang padahal tak pernah mendapat dana pinjaman dari Bram.
Sebaliknya, mereka menerima tagihan dari aplikasi pinjol atas pembelian barang yang tidak pernah mereka pesan, seperti sendok plastik dan handphone Samsung Galaxy Z Fold, dengan alamat pengiriman fiktif.
Heni Purwaningsih, salah seorang pedagang di Sentra Wisata Kuliner Kandangan, menceritakan bahwa pada malam 31 Oktober, Bramasta Afrizal Riyadi mengumpulkan mereka di kelurahan.
Bahkan Ketua RW ikut meminta pedagang untuk hadir. Bramasta mensosialisasikan pinjaman dana tanpa bunga, cukup dengan fotokopi KTP.
"Saya datang di acara itu dikasih nasi kotak, terus handphone saya diminta. Saya sempat tanya loh katanya hanya KTP dan KK, dijawab untuk mengecek BI Checking," katanya.
Usai sosialisasi, tempat jualan para pedagang dikunjungi Bram. Handphone para pedagang dikumpulkan dengan dalih dibuatkan aplikasi. Heni menuruti arahan itu tak ada curiga sebab anak kepala Lurah Sememi sempat ikut membantu dalam memberikan sosialisasi.
"Seminggu setelah sosialisasi saya telfon Bram tanya kapan pinjaman cair. Dijawab dana cair bukan ditransfer tapi tunai, malah dipesani kalau ada orang nagih dari Kredivo abaikan. Nanti kalau dapat Rp5 juta nyicilnya ke dia," ujarnya.
Dana talangan itu sampai sekarang tak pernah diterima. Malahan Hani mendapat notifikasi dari WhatsApp bahwa ada pinjaman online dari aplikasi kredivo atas pembelian belanja sendok plastik senilai Rp 5 juta dengan pengiriman di alamat CV. Grand Jaya Jalan Pangeran Antasari RT. 2 RW. 1 Kelurahan Kenanga Sumber Kabupaten Cirebon, Jawa Barat.
Korban lainnya juga mengalami hal yang sama. Ada yang tiba-tiba mendapat tagihan atas pembelian handphone Samsung Galaxy 2 Fold (12/256 GB) dengan alamat pengiriman di Jalan Karah v No. 32 RT. 001/RW. 05 Karah, Kecamatan Jambangan, Surabaya. Padahal mereka tidak pernah mendapat barang-barang itu.
"Kami itu percaya karena pertama semua pedagang dikumpulkan di kelurahan. Kami tertarik karena pikirnya gak riba, terus katanya orang urusan Pemkot dan waktu sosialisasi ada beberapa orang dari kader partai datang, jadi ya percaya aja," tandasnya.
Para pedagang kini mau tak mau harus lebih bekerja lebih keras lagi. Sebab, pinjaman online terdaftar di otoritas jasa keuangan (OJK). Jika mereka tak bayar namanya terancam jelek di BI Checking.
Dugaan kasus penipuan itu telah dilaporkan ke Polrestabes Surabaya pada 4 Januari. Warga kesal sebab harus mencicil tagihan. Misalnya Febriana pedagang kebab di raya Sememi arah masuk SMA12 tertipu Rp30 juta.
Dia memiliki pinjaman online di dua aplikasi. Tiap bulan total yang harus dicicil senilai Rp3 juta. "Ini sudah jalan ketiga saya mencicil," katanya.
Di akun shoppeenya ada tagihan pembelian kuku palsu sebesar Rp12 juta dan liontin senilai Rp1 juta pengiriman di Kota Cirebon.
Padahal barang tersebut tidak pernah diterima. "Anehnya di alamat pengiriman rumahku, tapi kotanya di Cirebon," ujarnya.
Febriana meyakini itu adalah pesanan fiktif. Sebab ternyata dicek rekening yang didaftarkan di akun pinjaman online atas nama Bram.
"Bram setelah bikin akun pinjaman online itu pesan barang dengan alamat fiktif, sehingga kurir mengembalikan barang ke toko. Karena dicancel uang cair ke rekeningnya," ujarnya.
Belasan pedagang sempat mendatangi alamat Bram di kawasan Kemlaten, Surabaya.
Namun alamat itu ternyata rumah mertuanya. "Mertuanya malah minta nomor telepon Bram, dan tanya alamatnya sekarang," tambahnya.
(Toni Hermawan/TribunJatimTimur.com)