FGD Praperadilan Hasto Kristiyanto, Pakar Hukum Sebut KPK Berpotensi Melanggar Hukum
GH News February 05, 2025 10:06 PM

Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim Semarang dengan Firlmy Law Firm, Yogyakarta, menggelar forum focus group discussion (FGD) terhadap permohonan praperadilan Hasto Kristiyanto. 

Dalam FGD itu, disimpulkan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berpotensi melakukan sejumlah pelanggaran hukum.

Para ahli hukum yang terlibat dalam FGD ini ialah Chairul Huda, Prof Amir Ilyas, Prof Eva Achjani Zulfa, ⁠⁠Prof Ridwan, Beniharmoni Harefa, Mahrus Ali, Aditya Wiguna Sanjaya, ⁠⁠Idul Rishan, ⁠⁠Maradona, dan Wahyu Priyanka Nata Permana sebagai fasilitator. 

FGD ini meninjau penetapan tersangka Hasto Kristiyanto berdasarkan laporan pengembangan penyidikan, apakah telah berkesesuaian dengan putusan pengadilan dalam perkara Wahyu Setiawan, Agustiani Tio Fridelina, dan Saeful Bahari

"Dalam putusan yang dikaji itu, Bapak Hasto itu sebetulnya tidak terlibat sama sekali dalam delik aduan. Itu kan suap ya, ada Harun Nasiku yang DPO, kan? Ada, Saeful Bahri, ada Wahyu Setiawan, kemudian Agustiani Tio Fridelina. Artinya kalau kemudian pengembangan perkara berdasarkan putusan itu Pak Hasto jadi tersangka, itu dari kajian kami itu tidak tepat," kata Amir dalam konferensi pers di kawasan Jakarta Selatan, Selasa (4/2/2025).

Dalam FGD itu dihasilkan beberapa poin kesimpulan. 

Pertama, seharusnya laporan pengembangan penyidikan/perkara tidak bertentangan dengan putusan pengadilan yang telah inkrah, karena proses pengembangan dilakukan untuk mengungkap fakta baru yang belum diperiksa dalam persidangan sebelumnya.

Namun, jika pengembangan penyidikan dilakukan dengan mengabaikan pertimbangan hakim dalam putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap atau mengaitkan seseorang yang sebelumnya dinyatakan tidak terlibat, maka laporan tersebut berpotensi melanggar prinsip kepastian hukum dan dapat dipersoalkan dalam praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 77 KUHAP.

Kedua, dalam beberapa putusan pengadilan atas Wahyu Setiawan, Agustiani Tio Fridelina, dan Saeful Bahri tersebut, majelis hakim telah menyimpulkan terbukti ada kerja sama yang erat antara terdakwa Saeful Bahri, Wahyu Setiawan, Agustiani Tio Fridelina, Harun Masiku, dan Donny Tri Istiqomah, sehingga perbuatan tersebut telah selesai dengan sempurna.

Dalam putusan tersebut tidak ada perintah hakim atau pertimbangan yang menunjukkan keterlibatan Hasto dalam tindak pidana suap.

Selain itu, hasil FGD para pakar tersebut juga mengkaji tentang status hukum penggunaan alat bukti yang diperoleh berdasarkan dari sprindik atas nama tersangka lain untuk menetapkan Hasto sebagai tersangka. 

Hasil FGD menyimpulkan suatu penetapan tersangka untuk dikatakan sebagai alat bukti yang sah, maka cara mendapatkan alat bukti tersebut juga harus melalui prosedur yang sah juga.

Dalam kasus Hasto, maka apabila dalam penetapan sebagai tersangka didasarkan pada alat bukti lain yang diperoleh sebelum Sekjen PDIP itu ditetapkan sebagai tersangka yang didasarkan pada Sprindik atas nama tersangka lain, maka secara mutatis mutandis, status alat bukti tersebut menjadi tidak sah pula. 

Sebagaimana telah termuat dalam pertimbangan hakim dalam putusan praperadilan Nomor: 97/Pid.prap/2017/PN.Jkt.sel (perkara Setya Novanto vs KPK jilid I).

Tentunya alat bukti yang sah dalam penetapan tersangka Hasto harus lah alat bukti yang diperoleh melalui pemeriksaan ulangan atau yang ditujukan khusus untuk perkara dugaan tindak pidana suap dan tindak pidana perintangan penyidikan terhadap saksisaksi maupun ahli termasuk alat bukti surat yang dilakukan penyitaan kembali yang semuanya harus didasarkan pada surat perintah penyidikan Nomor: Sprin.Dik.153/DIK.00/01/12/2024, tertanggal 23 Desember 2024 dan Sprin.Dik/152/DIK.00/01/2024, tertanggal 23 Desember 2024.

Apabila alat bukti diperoleh tanpa dasar sprindik tersebut atau berdasarkan spindik tersangka lain, maka status penggunaannya menjadi tidak sah pula.

Para pakar juga mengkaji kewenangan pimpinan KPK pascaperubahan UU KPK No. 19 Tahun 2019. Pimpinan KPK itu tidak lagi sebagai penyidik dan penuntut umum.

Para pakar melihat setelah dihapuskan kewenangan pimpinan KPK sebagai penyidik sehingga penerbitan sprindik dan SPDP itu menjadi problematik. 

Sebagai suatu keputusan, sprindik dan SPDP itu harus dibuat sesuai syarat formal dan syarat materiil.

Berdasarkan Peraturan KPK RI No. 04 Tahun 2016 tentang Pedoman Tata Naskah Dinas di Lingkungan KPK, format sprindik dan SPDP telah ditentukan termasuk siapa yang harus menandatangani, yakni pejabat yang berwenang. 

Menurut ketentuan Peraturan KPK No. 7 Tahun 2020 tentang Organisasi dan Tata Kerja KPK, Direktorat Penyidikan itu berada di bawah Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi, dan Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi berada di bawah pimpinan KPK.

Sehubungan berdasarkan Pasal 21 UU No. 19 Tahun 2019, pimpinan KPK tidak lagi memiliki kewenangan penyidikan, atau tidak lagi sebagai penyidik, pimpinan KPK tidak berwenang menandatangani sprindik dan SPDP.

Deputi Penindakan dan Eksekusi atau Direktur Penyidikan juga tidak dapat menandatangani sprindik dan SPDP untuk dan/atas nama pimpinan KPK. Ditegaskan lagi bahwa tidak ada pendelegasian wewenang dan pemberian mandat oleh pejabat yang tidak berwenang.

Seperti diketahui, penyidik KPK telah menetapkan dua orang tersangka baru dalam rangkaian kasus Harun Masiku, yakni Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto dan advokat Donny Tri Istiqomah pada pada Selasa, 24 Desember 2024.

Dalam kasus Hasto Kristiyanto, ia diduga mengatur dan mengendalikan Donny Tri Istiqomah untuk melobi anggota KPU ketika itu, Wahyu Setiawan, agar dapat menetapkan Harun Masiku sebagai calon anggota DPR terpilih dari Dapil Sumatera Selatan I.

Hasto Kristiyanto juga diduga mengatur dan mengendalikan Donny Tri Istiqomah untuk aktif mengambil dan mengantarkan uang suap untuk diserahkan kepada Wahyu Setiawan melalui mantan anggota Bawaslu yang juga eks kader PDI Perjuangan Agustiani Tio Fridelina.

Wahyu dan Agustiani sendiri telah divonis dalam perkara ini.

Dikutip dari Kompas.com (25/12/2024), Ketua KPK, Setyo Budiyanto, menyatakan bahwa KPK memiliki bukti bahwa Hasto bersama orang kepercayaannya terlibat suap yang diberikan eks caleg PDIP, Harun Masiku, kepada eks Komisioner KPU, Wahyu Setiawan. 

Sebagian suap Harun Masiku itu diduga bersumber dari Hasto.

Selain itu, Hasto Kristiyanto juga diduga menggagalkan operasi tangkap tangan (OTT) KPK yang hendak menciduk Harun.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.