Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) I Dewa Gede Palguna menyebut mahasiswa hukum semester III pun tahu apa yang salah dari kebijakan baru dalam revisi Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib.
Lewat aturan tatib baru, DPR punya kewenangan untuk mengevaluasi berkala pejabat negara yang menjabat lewat proses uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test.
Pejabat yang dapat dievaluasi hingga direkomendasikan dicopot antara lain komisioner dan Dewan Pengawas KPK, Hakim MK dan MA, Kapolri, hingga Panglima TNI.
“Ini tidak perlu ketua MKMK yang jawab. Cukup mahasiswa hukum semester III,” kata Palguna saat dihubungi, Rabu (5/2/2025).
Eks Hakim Konstitusi ini mengatakan, ada kesesatan berpikir yang sedang dipraktikkan DPR, karena seolah tidak paham teori hierarki, kekuatan mengikat norma hukum, teori kewenangan dan teori pemisahan kekuasaan. Ia pun mempertanyakan ilmu apa yang dipakai DPR sehingga tatib internal dapat mengikat pihak eksternal.
“Dari mana ilmunya ada tatib bisa mengikat keluar? Masa DPR tidak mengerti teori hierarki dan kekuatan mengikat norma hukum. Masa DPR tak mengerti teori kewenangan. Masa DPR tidak mengerti teori pemisahan kekuasaan dan checks and balances,” katanya.
Sedangkan jika para legislator Senayan paham teoriteori tersebut tapi tetap memaksakan kebijakan itu, Palguna mengatakan artinya DPR sedang menyusun rencana agar negara diatur oleh hukum yang mereka suka dan mengamankan kepentingan pribadi.
“Atau, jika mereka mengerti tetapi tetap juga melakukan, berarti mereka tidak mau negeri ini tegak di atas hukum dasar (UUD 1945) tetapi di atas hukum yg mereka suka dan maui dan mengamankan kepentingannya sendiri. Rusak negara ini bos,” ungkap Palguna.
Sebagaimana diketahui DPR mengesahkan revisi perubahan peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib (Tatib) pada Selasa (4/2/2025).
Lewat aturan ini, DPR bisa mengevaluasi semua pejabat negara yang ditetapkan dalam rapat paripurna. Evaluasi ini juga dapat berbentuk rekomendasi pemberhentian.
Dalam tahapannya, aturan ini dikebut DPR karena pembahasan revisi tatib di Badan Legislasi (Baleg) rampung dalam waktu kurang dari 3 jam. Seluruh fraksi partai politik di DPR setuju dan kemudian disahkan dalam rapat paripurna DPR pada Selasa (4/2/2025).
Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, menjelaskan, revisi tersebut bagian dari penguatan fungsi pengawasan DPR terhadap mitramitra kerjanya.
"Namun kita tegaskan lagi bahwa dalam keadaan tertentu hasil fit and proper yang sudah dilakukan oleh DPR bisa kemudian dilakukan evaluasi secara berkala untuk kepentingan umum," ucap Dasco pada Selasa (4/2/2025).
Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI yang juga kader Partai Gerindra Bob Hasan menyebut penyisipan satu pasal dalam revisi Tata Tertib DPR adalah untuk menjaga kehormatan dan meningkatkan pola pengawasan DPR.
Demikian Bob Hasan merespons penambahan pasal pada tata tertib DPR sebagaimana dikutip dari Kompas.id, Selasa (4/2/2025).
"Tujuannya adalah tentunya menjaga kehormatan dan juga meningkatkan pola pengawasan. Karena pola pengawasan itu adalah bukan sertamerta ketika sudah diberikan rekomendasi hasil fit and proper test tadi, lepas, tidak," kata Bob.
"Nah, DPR sebagai representasi rakyat berwenang untuk melakukan pengawasan terhadap kinerja eksekutif," lanjut dia.
Menurut dia, nantinya hasil evaluasi terhadap kinerja pejabat negara tersebut akan diberikan kepada pejabat atau instansi yang berwenang. Hasil rekomendasi DPR dalam evaluasi terhadap pejabat bersifat mengikat atau harus ditaati semua pihak.
Selanjutnya, DPR memberikan kewenangan kepada Presiden untuk menindaklanjuti rekomendasi tersebut.