Perisa Makanan Mengandung Alkohol, Mengapa Tetap Halal?
kumparanFOOD February 06, 2025 11:43 PM
Pernah minum minuman kemasan rasa buah-buahan? Atau menikmati camilan yang punya rasa buah yang kuat? Biasanya, minuman dan makanan ringan seperti itu mengandung perisa atau flavouring.
Menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), perisa adalah bahan tambahan pangan (BTP) yang digunakan untuk memberi rasa pada makanan atau minuman, kecuali rasa asin, manis, dan asam. Perisa ini membantu memperkuat rasa asli makanan yang mungkin hilang saat diproses di pabrik, atau bahkan menciptakan rasa seolah-olah makanan tersebut terbuat dari bahan asli.
Penggunaan BTP sendiri sebenarnya sudah diatur oleh pemerintah melalui Permenkes Nomor 33 Tahun 2012 tentang Jenis BTP yang terbagi menjadi 27 jenis, seperti pengawet, pemanis, pewarna, perisa, antioksidan, pengembang, dan lainnya.
Dilansir dari laman Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Timur, penggunaan jenis BTP lebih banyak diterapkan oleh industri kecil menengah (IKM), seperti pengawet, pemanis, penguat rasa, dan pewarna. BTP yang paling sering digunakan meliputi pemanis buatan, anti buih, sodium nitrite, anti kempal, pengawet makanan, monosodium glutamat (MSG), dan ekstrak ragi.
Tapi, tahukah kamu kalau perisa ternyata mengandung alkohol (etanol) dengan kadar cukup tinggi, sekitar 2-5%?
Ya, bagi masyarakat Muslim, penggunaan perisa yang mengandung alkohol atau etanol tentu akan menimbulkan kekhawatiran terkait kehalalannya. Sebab, alkohol dianggap sebagai khamr yang haram untuk dikonsumsi.
Ilustrasi sour candy atau permen asam. Foto: Hannamariah/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi sour candy atau permen asam. Foto: Hannamariah/Shutterstock
Lalu, bagaimana dengan alkohol dalam perisa?
Melansir laman LPPOM MUI, ada dua hal penting yang perlu diperhatikan terkait penggunaan perisa yang mengandung alkohol, berdasarkan Fatwa MUI No. 10 Tahun 2018 tentang Produk Makanan dan Minuman yang Mengandung Alkohol/Etanol.
Untuk makanan, penggunaan perisa yang mengandung alkohol/etanol non-khamr pada produk makanan hukumnya mubah (diperbolehkan), asalkan tidak membahayakan secara medis. Kedua untuk Minuman, penggunaan perisa yang mengandung alkohol/etanol non-khamr pada produk minuman juga mubah, asalkan tidak membahayakan dan kadar alkohol dalam produk akhir kurang dari 0,5%.
Menurut Auditor LPPOM MUI, Fadila, flavour atau perisa ini termasuk produk antara, yang artinya boleh digunakan selama sumber alkoholnya bukan dari khamr. Penggunaan flavour yang dijual di pasaran umumnya hanya sekitar 1-2%.
Fadila bilang, etanol yang digunakan pada produk yang disertifikasi halal juga sudah dipastikan tidak berasal dari khamr, dan tidak membahayakan.
"BTP digunakan harus sesuai dengan anjuran penggunaan yang umumnya tercantum pada kemasan. Sedangkan jika dihitung secara sederhana, kandungan etanol pada produk akhir rata-rata sejumlah 0,05%, jauh lebih redah daripada yang dipersyaratkan oleh Fatwa MUI," kata Fadila dikutip dari laman LPPOM MUI, Kamis (6/2).
Meskipun penggunaan perisa beralkohol non-khamr diperbolehkan dalam batas tertentu, ada banyak faktor lain yang bisa membuat sebuah produk tidak halal. Oleh karena itu, penting bagi konsumen, khususnya umat Muslim, untuk selalu memeriksa label dan sertifikasi halal sebelum membeli produk makanan atau minuman.
© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.