AKBP Bintoro dan AKP Zakaria Dipecat Dari Polri Buntut Pemerasan, Lemkapi: Jadikan Bahan Introspeksi
GH News February 08, 2025 03:04 AM

Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi) Dr Edi Hasibuan mengatakan kasus pemerasan yang melibatkan eks Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Bintoro menjadi bahan introspeksi bagi Polri.

Diketahui Sidang Komisi Kode Etik Profesi (KKEP) memutuskan AKBP Bintoro dan eks Kanit Resmob Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKP Zakaria dijatuhi sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) alias dipecat dari anggota Polri buntut kasus pemerasan tersebut.

Sementara dua lainnya, mantan Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Gogo Galesung dan Kasubnit Resmob Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan Ipda Novian Dimas disanksi demosi selama 8 tahun dan menjalani penempatan khusus atau patsus selama 20 hari.

"Kita hormati putusan KKEP yang telah  memberikan putusan PTDH terhadap AKBP Bintoro dan AKP Zakaria. Putusan ini tentu membuat seluruh anggota Polri sedih dan prihatin atas perilaku oknumoknum yang menyimpang tersebut," kata Edi Hasibuan dalam keterangan yang diterima Tribunnews.com, Jumat (7/2/2025).  Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta ini mengatakan, putusan KKEP yang menjatuhkan sanksi PTDH terhadap AKBP Bintoro dan AKP Zakaria adalah putusan yang sangat berat.

Menurut Edi, setiap kali putusan pemecatan bagi anggota Polri akan menimbulkan dampak yang kurang baik untuk institusi karena putusan ini sudah barang tentu merugikan institusi Polri.

Tapi karena perilaku oknum anggota Polri tersebut sudah keterlaluan dan telah mempermalukan nama institusi, KKEP pun menjatuhkan sanksi pemecatan.

Sanksi pemecatan tersebut sebagai langkah tegas Polri terhadap anggotanya yang melanggar.

"Kita hormati putusan PTDH untuk dua oknum ini dan dua lainnya mendapat putusan sanksi demosi selama 8 tahun. Putusan ini dinilai telah memberikan rasa keadilan dan Polri dinilai sangat tegas terhadap anggota yang melanggar," ujarnya.

Namun demikian, tentu Polri tetap harus  memberikan waktu untuk para pelanggar tersebut mengajukan banding.

Mantan anggota Kompolnas ini pun berharap seluruh jajaran Polri terus berbenah dan meningkatkan pelayanan di tengah masyarakat serta menghindari bentukbentuk penyimpangan.

"Kita ajak seluruh jajaran Polri berbenah dan menjadikan kasus dugaan pemerasan ini sebagai bahan introspeksi," kata pemerhati kepolisian.

"Jangan larut dalam kesedihan, tapi jadikan kasus ini sebagai pelajaran untuk meningkatkan pelayanan," ujarnya.

Sebelum Komisioner Kompolnas Muhammad Choirul Anam mengungkap saat ini masih ada satu perwira polisi yang masih menjalani proses etik kepolisian terkait kasus AKBP Bintoro.

“Yang satunya AKP M masih proses. Masih pemeriksaan saksisaksi kurang lebih jumlahnya masih banyak 16 orang,” kata Anam di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Jumat (7/2/2025) malam.

Kompolnas menilai kerja dari majelis Komisi Kode Etik Polri (KKEP) patut mendapat apresiasi karena bisa mendatangkan orang di luar anggota polri dalam sidang.

Menurutnya bukan hal yang mudah membawa orang non anggota hingga dapat mengungkap konstruksi peristiwanya.

“Terkait pengembangan kasus ini pidana sedang berproses. Kenapa bisa cepat karena konstruksi peristiwa sudah (dibuka),” ujarnya.

Aliran uang ke mana dan siapa yang memberikan sudah disampaikan dalam sidang KKEP.

Hal itulah, ucap Anam, yang membuat AKBP Bintoro dan AKP Zakaria dijatuhi sanksi PTDH.

“Dari lima (anggota di sidang etik) sudah PTDH dua anggota (AKBP Bintoro dan AKP Zakaria),” ujar dia.

Anam menyebut Zakaria diberi sanksi yang lebih berat dibanding AKBP Gogo Galesung dan Ipda Novian sebab mempunyai peran paling besar dalam perkara pemerasan.

Zakaria disebut mengetahui tata kelola uang yang diberikan tersangka pembunuhan, Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartoyo.

"Dia bagian dari struktur cerita dari pejabat lama ke pejabat baru sehingga rangkaian peristiwa dari awal ke akhir tahu, dia juga tahu bagaimana tata kelola uang itu," ucap Anam.

Berdasarkan konstruksi perkara, kasus ini dinilai masuk dalam kategori penyuapan, bukan pemerasan.

"Kalau ditanya pemerasan ke penyuapan sepertinya lebih dekat ke penyuapan," kata dia.

Sekadar informasi, kasus dugaan pemerasan yang menjerat sejumlah perwira polisi tersebut terkait penanganan pembunuhan ABG di Hotel Senopati Jakarta Selatan pada April 2024.(Adi Suhendi)

 

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.