Dosen Mogok, Pendidikan Terancam: Mengurai Dampak Masalah dan Solusinya
Yohanes E C Lobwaer February 25, 2025 11:20 AM
Demo dosen ASN Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Kemendikti Saintek) untuk desak pencairan tunjangan kinerja (tukin) terjadi dibeberapa daerah di Indonesia.
Tuntutan ini sudah sejak lama disuarakan, dan puncaknya pada 3 Februari 2025, ratusan dosen ASN menggelar aksi demonstrasi di depan Istana Negara, Jakarta, menuntut pencairan tunjangan kinerja (tukin) yang belum dibayarkan sejak 2020. Para dosen, yang tergabung dalam Aliansi Dosen ASN Kemendikti Saintek Seluruh Indonesia (ADAKSI), mendesak agar anggaran senilai Rp8 triliun segera dicairkan untuk melunasi tunggakan tukin periode 2020–2024, karena keterlambatan ini dianggap telah menghambat kesejahteraan serta pelaksanaan Tridharma Perguruan Tinggi. Sementara itu, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi menyatakan bahwa dana untuk periode tersebut tidak pernah dianggarkan dan untuk tahun 2025 hanya tersedia dana terbatas sebesar Rp2,5 triliun.
Dampak aksi demo yang dilakukan oleh dosen ASN Kemdikti Saintek ini dapat memiliki beberapa dampak, baik positif maupun negatif diantaranya:
Positif
Perhatian Pemerintah: Demo ini dapat menarik perhatian pemerintah terhadap masalah yang dihadapi oleh dosen ASN Kemdikti Saintek terkait pencairan tukin. Dengan demikian, pemerintah diharapkan dapat mengambil tindakan yang cepat dan tepat untuk menyelesaikan masalah ini.
Perbaikan Sistem: Masalah ini dapat menjadi momentum untuk mengevaluasi dan memperbaiki sistem penggajian dan tunjangan dosen ASN secara keseluruhan, termasuk di dalamnya sistem tukin. Tujuannya adalah untuk menciptakan sistem yang lebih adil dan transparan.
Negatif
Gangguan Proses Belajar Mengajar: Jika aksi demo ini berlanjut dan mengganggu aktivitas kampus, maka proses belajar mengajar dapat terganggu. Adanya pernyataan jika tukin tidak dicairkan, maka akan terjadi mogok nasional. Hal ini tentu akan merugikan mahasiswa.
Citra Buruk Perguruan Tinggi: Aksi demo yang berlarut-larut dapat memberikan citra buruk bagi perguruan tinggi di mata masyarakat.
Perbesar
Foto ilustrasi oleh Leo Sacchi dari Pexels: https://www.pexels.com/id-id/foto/adegan-protes-hitam-putih-dengan-tanda-tanda-30786020/
Dalam isu ini dapat dikelompokan kedalam 2 teori
1. Teori Framing (Pembingkaian)
Dalam isu ini di framing oleh berbagai pihak:
• Dosen: Mereka membingkai isu ini sebagai ketidakadilan dan pengabaian hak. Mereka menekankan pada:
Tukin sebagai hak yang seharusnya mereka terima.
Dampak finansial yang mereka alami akibat tidak cairnya tukin.
Perbandingan dengan dosen di kementerian lain yang mendapatkan tukin.
Tuntutan akan transparansi dan akuntabilitas dari Kemendikti.
• Kemendikti: Kemendikti cenderung membingkai isu ini sebagai masalah administrasi dan anggaran. Mereka berargumen bahwa:
Pencairan tukin sedang dalam proses dan membutuhkan waktu.
Keterlambatan disebabkan oleh kendala birokrasi dan keterbatasan anggaran.
Mereka telah berupaya untuk memperbaiki sistem dan mencari solusi.
• Media: Media memiliki peran penting dalam membentuk framing isu ini di mata publik. Media dapat memilih untuk menekankan pada:
Penderitaan dosen akibat tidak cairnya tukin.
Aksi demo dan tuntutan dosen.
Tanggapan dan pembelaan dari Kemendikti.
Opini publik yang pro dan kontra terhadap tuntutan dosen.
2. Teori Mobilisasi Sumber Daya
Teori ini menekankan pada pentingnya mobilisasi sumber daya (manusia, finansial, organisasi, dan simbolik) dalam gerakan sosial. Dalam isu ini:
• Jaringan dosen: Adanya jaringan dosen ASN Kemendikti Saintek, termasuk melalui Adiksi, memudahkan mobilisasi dukungan dan aksi kolektif.
• Dukungan publik: Dukungan dari masyarakat, organisasi masyarakat sipil, dan media massa dapat menjadi sumber daya penting bagi dosen.
• Simbol dan narasi: Penggunaan simbol-simbol dan narasi yang kuat, seperti "ketidakadilan" dan "pengabaian hak", dapat memobilisasi dukungan dan memperkuat identitas kelompok.
Solusi:
Percepatan Pencairan Tukin: Pemerintah harus segera mempercepat pencairan tunjangan kinerja (Tukin) guna mencegah eskalasi konflik dan dampak negatif terhadap dunia akademik.
Transparansi dan Reformasi Kebijakan: Diperlukan transparansi dalam sistem pembayaran tukin serta reformasi birokrasi agar keterlambatan tidak terus berulang di masa mendatang.
Dialog dan Negosiasi Terbuka: Pemerintah perlu membuka ruang diskusi dengan dosen dan pimpinan perguruan tinggi untuk mencari solusi bersama terkait kesejahteraan tenaga pengajar.
Evaluasi dan Penguatan Kebijakan Kesejahteraan Dosen: Perlu ada evaluasi menyeluruh terkait insentif dan tunjangan dosen, termasuk peningkatan anggaran untuk sektor pendidikan.
Manajemen Krisis dan Strategi Komunikasi yang Baik: Pemerintah harus memiliki strategi komunikasi yang cepat dan akurat untuk menghindari ketegangan serta menyediakan mekanisme pengaduan yang jelas.
Penguatan Solidaritas Akademik dan Advokasi Kebijakan: Dosen perlu memperkuat solidaritas dan advokasi kebijakan melalui jalur hukum serta menggandeng media dan masyarakat sipil untuk memastikan akuntabilitas pemerintah.
Dengan adanya langkah-langkah ini, diharapkan isu terkait pencairan tukin dapat diselesaikan dengan baik tanpa mengorbankan kualitas pendidikan dan kepentingan mahasiswa.