TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI), I Ketut Budhyman, menilai rencana aturan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek akan berdampak kepada pengurangan tenaga kerja di industri tembakau.
Aturan tersebut saat ini masuk dalam penyusunan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes).
Dirinya mengatakan bahwa aturan turunan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tersebut akan membuat seluruh kemasan rokok yang dijual di pasar memiliki identitas kemasan yang sama.
Menurutnya, peredaran rokok ilegal akan semakin besar jika kebijakan itu diterapkan.
"Masalah identitas kemasan mestinya dapat ditentukan sendiri oleh para pelaku industri," ujar Budhyman melalui keterangan tertulis, Rabu (26/2/2025).
Jika aturan ini diterapkan, produk rokok legal yang dipasarkan akan kalah dalam sisi harga dengan produk rokok ilegal.
Dampaknya, penjualan rokok legal menurun dan mengancam perusahaan legal untuk menutup usahanya.
Pengurangan tenaga kerja di industri tembakau pun akan terjadi, dan penyerapan tembakau dari petani akan menurun.
Efek domino ini tidak dapat dipungkiri ketika pemerintah salah menetapkan kebijakan yang berdampak pada banyak pihak.
Wacana aturan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek akan mengancam industri tembakau dari hulu hingga hilir, mulai dari petani, pekerja pabrik, hingga pedagang.
Padahal, industri tembakau memiliki kontribusi yang besar terhadap penyerapan tenaga kerja dan perekonomian negara, khususnya melalui cukai hasil tembakau (CHT), di mana pada 2024 mencapai Rp216,9 triliun.
Budhyman mengatakan bahwa dari sisi konsumen pun akan turut berdampak.
Penyusunan kebijakan kemasan rokok tanpa identitas merek akan membatasi informasi yang didapatkan konsumen tentang produk yang dibeli.
Bahkan, dikhawatirkan konsumen tidak bisa lagi membedakan rokok legal dan ilegal yang ada di pasaran.
Celah ini, menurut Budhyman, akan dimanfaatkan oleh rokok ilegal yang jumlahnya terus meningkat.
"Kebijakan tersebut bisa mendorong peredaran rokok ilegal, yang akan berdampak pada rokok legal," paparnya.
Budhyman berharap agar Kemenkes mempertimbangkan kembali penyusunan Rancangan Permenkes.
Dirinya meminta agar Kemenkes tidak memaksakan keinginan dan mendengarkan desakan dari banyak pihak, termasuk kementerian dan lembaga lainnya yang juga ikut bersuara dalam polemik tersebut.
"Semoga Kemenkes mendengarkan, karena tidak hanya pelaku industri, tapi lembaga dan kementerian juga sudah menyatakan keberatan. Semoga ego sektoral tidak terlalu menonjol. Melihat mitigasinya, baik dari pengangguran, pemasukan cukai, serta lainnya," pungkasnya.