Ulur Negosiasi Tahap 2, Israel Pertimbangkan Perpanjangan Gencatan Senjata 42 Hari di Gaza
TRIBUNNEWS.COM - Israel dilaporkan sedang mempertimbangkan perpanjangan gencatan senjata tahap pertama selama 42 hari di Gaza.
Israel saat ini masih berupaya memulangkan 63 sandera yang tersisa, sementara mengulur-ulur negosiasi untuk gencatan senjata tahap kedua mengenai masa depan daerah kantong Palestina itu untuk saat ini.
Tahap awal kesepakatan gencatan senjata, yang diluncurkan dengan dukungan Amerika Serikat dan bantuan mediator Mesir dan Qatar pada 19 Januari, akan berakhir pada hari Sabtu (28/2/2025) dan masih belum jelas apa yang akan terjadi selanjutnya.
"Kami bersikap sangat hati-hati," kata Wakil Menteri Luar Negeri Israel Sharren Haskel kepada wartawan di Yerusalem, saat ditanya apakah gencatan senjata akan diperpanjang tanpa dimulainya pembicaraan tahap kedua yang akan mencakup isu-isu sulit seperti akhir perang dan tata kelola masa depan Gaza.
"Tidak ada kesepakatan khusus mengenai hal itu, tetapi mungkin saja ada kemungkinan," katanya.
"Kami tidak menutup opsi untuk melanjutkan gencatan senjata saat ini, tetapi sebagai gantinya [para tahanan] kami harus dikembalikan dengan selamat."
Jika tidak ada kesepakatan yang dicapai hingga hari Jumat, para pejabat Israel memperkirakan akan terjadi lagi pertempuran atau pembekuan situasi saat ini di mana gencatan senjata akan terus berlanjut tetapi tahanan tidak akan kembali dan Israel mungkin akan memblokir masuknya bantuan ke Gaza.
Dua pejabat yang terlibat dalam proses gencatan senjata mengatakan Israel dan Hamas belum terlibat dalam negosiasi untuk menyelesaikan kesepakatan mengenai fase kedua gencatan senjata.
"Saya pikir tidak realistis untuk melihat sesuatu seperti itu terbentuk dalam beberapa hari," kata Haskel.
"Ini adalah sesuatu yang perlu didiskusikan secara mendalam. Ini akan memakan waktu."
Kesepakatan tersebut, yang mencakup pembebasan 33 tahanan Israel dengan imbalan sekitar 2.000 tahanan Palestina dan penarikan pasukan Israel dari beberapa posisi mereka di Gaza, telah melewati berbagai kendala.
Sejauh ini, 29 tahanan Israel, ditambah lima warga Thailand, telah dibebaskan dengan imbalan ratusan tahanan Palestina.
Sekarang terjadi kebuntuan atas pembebasan lebih dari 600 warga Palestina, yang ditunda oleh Israel.
Di sisi lain, buldoser Israel telah menghancurkan area luas di kamp pengungsi Jenin yang sekarang hampir kosong.
Buldoser-buldoser Israel itu tampaknya sedang membuat jalan lebar melalui gang-gang yang dulunya padat, menggemakan taktik yang sudah digunakan di Gaza saat pasukan bersiap untuk tinggal dalam jangka panjang.
Setidaknya 40.000 warga Palestina telah meninggalkan rumah mereka di Jenin dan kota terdekat Tulkarm di Tepi Barat utara sejak Israel memulai operasinya hanya sehari setelah mencapai kesepakatan gencatan senjata di Gaza setelah 15 bulan perang.
“Jenin merupakan pengulangan dari apa yang terjadi di Jabalia,” kata Basheer Matahen, juru bicara pemerintah kota Jenin, mengacu pada kamp pengungsi di Gaza utara yang dikosongkan oleh tentara Israel setelah pertempuran sengit selama berminggu-minggu.
“Kamp tersebut telah menjadi tidak layak huni.”
Ia mengatakan sedikitnya 12 buldoser sedang bekerja menghancurkan rumah-rumah dan infrastruktur di kamp tersebut, yang dulunya merupakan kota padat penduduk yang menampung keturunan warga Palestina yang meninggalkan rumah mereka atau terusir dalam perang 1948 dalam apa yang disebut warga Palestina sebagai 'Nakba' atau malapetaka di awal berdirinya negara Israel.
Ia mengatakan, tim teknik angkatan darat militer Israel (IDF) terlihat melakukan persiapan untuk tinggal jangka panjang, membawa tangki air dan generator ke area khusus seluas hampir satu hektar.
Belum ada komentar dari militer Israel, tetapi pada hari Minggu, Menteri Pertahanan Israel Katz memerintahkan pasukan untuk bersiap menghadapi "tinggal jangka panjang", dengan mengatakan bahwa kamp-kamp tersebut telah dibersihkan "untuk tahun mendatang" dan penduduk tidak akan diizinkan untuk kembali.
Operasi yang berlangsung selama sebulan di Tepi Barat utara telah menjadi salah satu operasi terbesar yang pernah terjadi sejak Intifada Kedua atau pemberontakan oleh Palestina lebih dari 20 tahun yang lalu, yang melibatkan beberapa brigade pasukan Israel yang didukung oleh pesawat tak berawak, helikopter, dan, untuk pertama kalinya dalam beberapa dekade, tank tempur berat.
Adapun Gerakan Hamas pada Selasa malam mengumumkan kalau kesepakatan telah dicapai dengan Israel untuk menyelesaikan penundaan pembebasan sekitar 600 tahanan Palestina di Yerusalem sebagai bagian dari perjanjian gencatan senjata saat ini, media Ibrani melaporkan.
Berdasarkan kesepakatan tersebut, para tahanan akan dibebaskan bersamaan dengan pemindahan empat jenazah sandera Israel ke Israel oleh Hamas, yang melengkapi Tahap 1 perjanjian gencatan senjata, menurut Channel 12 News.
Wanita dan anak di bawah umur Palestina juga akan dibebaskan dari penjara Israel.
Mesir, yang bertindak sebagai mediator, mengonfirmasi kesepakatan tersebut dan akan mengawasi pertukaran tersebut, yang diharapkan akan berlangsung dalam waktu 24 jam.
Jaringan Quds yang berafiliasi dengan Hamas juga melaporkan bahwa pemindahan tersebut akan dilakukan di bawah pengawasan Mesir.
Jenazah para sandera awalnya dijadwalkan akan dibebaskan pada hari Kamis sesuai dengan ketentuan perjanjian gencatan senjata Hamas dengan Israel.
Brigade Al-Nasser Salah al-Deen, kelompok milisi perlawanan di Gaza yang berafiliasi dengan Hamas, mengumumkan di saluran Telegramnya pada Rabu kalau mereka akan membebaskan jenazah sandera Israel Ohad Yahalomi pada hari Kamis.
Jenazah Yahalomi adalah salah satu dari empat jenazah yang akan dikembalikan oleh Hamas sebagai bagian dari tahap pertama perjanjian gencatan senjata Gaza.
Israel dijadwalkan membebaskan para tahanan pada tanggal 22 Februari, termasuk 50 orang yang menjalani hukuman seumur hidup, 60 orang yang menjalani hukuman jangka panjang, dan 47 orang yang ditangkap kembali setelah dibebaskan sebagai bagian dari pertukaran tahanan tahun 2011 dengan tentara Israel Gilad Shalit.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengumumkan pada Minggu bahwa ia telah menghentikan sementara pembebasan tahanan Palestina "mengingat pelanggaran berulang Hamas [terhadap gencatan senjata], termasuk upacara yang mempermalukan sandera kami dan eksploitasi sinis terhadap sandera kami untuk tujuan propaganda."
Juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS Brian Hughes menggambarkan keputusan Netanyahu sebagai "tanggapan yang tepat" terhadap tindakan Hamas, menurut Reuters.
Hughes menekankan bahwa Presiden AS Donald Trump siap mendukung Yerusalem dalam "tindakan apa pun yang dipilihnya terkait Hamas."
Pada Senin malam, Channel 12 News melaporkan bahwa jenazah dua sandera Israel yang terbunuh akan dipindahkan ke wilayah Mesir "dalam waktu 24 jam" sebagai imbalan atas pembebasan 302 tahanan Palestina yang dipenjara.
Menurut laporan tersebut, Hamas setuju untuk membebaskan jenazah dua tawanan Israel yang telah meninggal nanti sebagai imbalan atas tahanan yang tersisa.
Pemulangan jenazah empat sandera minggu ini akan menjadi pertukaran terakhir dari Fase 1 gencatan senjata, yang mulai berlaku pada 19 Januari dan akan berakhir pada 1 Maret.
Menurut penilaian Israel, ada 63 sandera yang tersisa di Gaza, termasuk 60 pria dan 3 wanita.
Tiga puluh enam sandera Israel telah terbunuh, termasuk 35 orang dari 7 Oktober dan Hadar Goldin, yang diculik pada tahun 2014.
Israel akan mengirim delegasi untuk tahap berikutnya dari kesepakatan penyanderaan
Utusan AS untuk Timur Tengah Steve Witkoff mengumumkan pada hari Selasa bahwa Israel akan mengirim delegasi ke Doha atau Kairo untuk memajukan Tahap 2 dari kesepakatan penyanderaan.
Berbicara pada pertemuan Komite Yahudi Amerika di Washington, ia menyoroti kemajuan dan upaya signifikan untuk mengamankan pembebasan lebih banyak sandera.
Witkoff menambahkan bahwa ia mungkin akan bergabung dalam perundingan jika hasilnya positif.
(oln/jns/dawn/*)