Menanti PSU yang Jujur
Edi Nugroho March 01, 2025 11:34 AM

GONJANG-ganjing politik di Banjarbaru terus berlanjut. Setelah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) memerintahkan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di semua Tempat Pemungutan Suara (TPS) di Banjarbaru, kemarin Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), juga mengeluarkan putusannya.

Selaras dengan hasil putusan MK, sidang pada Jumat (28/2) memutus sanksi pemberhentian terhadap Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Banjarbaru, Dahtiar.

Ketua DKPP Heddy Lugito yang membacakan putusan juga memberi sanksi pemberhentian kepada tiga anggota KPU Banjarbaru lainnya, yaitu: Resty Fatma Sari, Normadina, Hereyanto. Sementara satu anggota KPU Banjarbaru, Haris Fadhillah diberi sanksi peringatan keras.

Lalu apakah ini puncak dari gonjang-ganjing politik tersebut? Jawabannya tidak. Penentuan akhir dari semua ini adalah pelaksanaan PSU yang harus digelar dua bulan mendatang, sebagaimana putusan MK.

Atau, bagi sebagian orang mungkin juga belum mencapai puncak. Karena puncaknya ada pada hasil PSU tersebut. Apakah calon kepala daerah, atau kotak kosong yang akan memenangi kontestasi di Ibu Kota Kalimantan Selatan itu.

Publik juga bertanya-tanya, bila empat komisioner dicopot, lalu siapa yang akan menjadi penyelengara?

Warga Banjarbaru tak perlu khawatir. Sesuai dengan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 8 Tahun 2019 tentang Tata Kerja KPU, untuk sementara, tugas dan kewenangan KPU Banjarbaru diambil alih oleh KPU Provinsi Kalimantan Selatan.

Jadi harapan warga Banjarbaru agar segera digelar PSU dalam jangka waktu 60 hari pascaputusan MK bisa terlaksana.

Kembali pada sanksi untuk komisioner KPU Banjarbaru. DKPP menyatakan mereka terbukti melanggar kode etik dan pedoman perilaku penyelenggaraan pemilu karena disimpulkan terbukti tidak melaksanakan Pilkada Banjarbaru sesuai tata cara, prosedur dan mekanisme yang berlaku.

Dari hasil ini bisa menjadi peringatan bagi para penyelenggara pemilu di masa yang akan datang. Tata cara, prosedur dan mekanisme harus dijalankan dengan benar. Adanya PSU menunjukkan bahwa memang ada prosedur yang salah sehingga harus diulang.

Dan dampaknya tentu tidak sederhana. Selain biaya, karena harus mencetak lagi kertas suara dan membuka TPS dengan semua perangkat, transisi kekuasaaan tidak berjalan sesuai jadwal. Di saat kepala daerah dilantik dan mengikuti retret, Banjarbaru masih harus disibukan dengan persidangan gara-gara salah prosedur.

Selain itu yang tak boleh dilupakan yaitu menurunnya citra dan kepercayaan publik terhadap penyelenggara pemilihan umum. Apapun nanti hasilnya, penyelanggara PSU harus menunjukkan integritas, kejujuran dan mematuhi semua prosedur. Jangan terjerembab di lubang yang sama sampai dua kali. (*)

 

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.