TRIBUN-MEDAN.COM, BALIGE - Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Penrad Siagian mengutarakan, masyarakat adat sedang mencari keadilan. Saat konferensi pers, ia juga ditemani Sorbatua Siallagan yang disebut sebagai korban kriminalisasi pada konflik agraria.
Lahan yang sudah mereka kelola sejak lama kini jadi konflik dengan PT TPL. Ia yang berlatarbelakang seorang pendeta menyampaikan, perlawan terhadap PT TPL kini hidup kembali setelah masyarakat berhasil menutup PT Inti Indorayon puluhan tahun silam.
Kegiatan ibadat ini dihadiri berbagai elemen ini bertajuk "Merawat Alam Tano Batak". Acara yang dipimpin oleh Ephorus HKBP Pendeta Victor Tinambunan ini dihadiri sejumlah petinggi denominasi gereja di Indonesia.
"Dengan ini, perlawanan terhadap PT TPL hidup kembali. Karena hadir tadi pimpinan berbagai gereja denominasi di Indonesia, termasuk NGO, dan masyarakat sipil. Ini merupakan sebuah kebangkitan baru untuk melawan kezholiman-kezholiman PT TPL yang dialami masyarakat berpuluh tahun," ujar Anggota DPD RI Penrad Siagian, Sabtu (1/3/2025).
"Saya memiliki harapan kembali. Pergerakan kembali untuk melawan TPL tumbuh kembali," lanjutnya.
Ia juga berharap, persoalan yang dialami oleh masyarakat adat di Tapanuli Raya ini akan menjadi pembahasan di tingkat pusat. Dirinya berharap pemerintah secara transparan memperlihatkan tapal batas lahan konsesi PT TPL. Dengan demikian, konflik yan selama ini terjadi antara pihak perusahaan dan masyarakat dapat terurai.
"Tentu, ini akan kita bawa sampai ke pusat. Saya tadi sudah menyampaikan ke berbagai pihak agar segera pemerintah mengeluarkan soal konsesi lahan PT TPL. Banyak sekali yang tidak tahu mana batas lahan konsesi PT TPL tersebut," sambungnya.
"Kita mesti melihat secara transparan batas lahan konsesi sehingga tidak terjadi konflik antara warga sekitar dengan PT TPL," terangnya.
Selanjutnya, pihak pemerintah juga mestinya melakukan audit sosial dan lingkungan terhadap PT TPL. Menurutnya, konflik antara masyarakat adat dengan perusahaan menimbulkan kerugian. Termasuk juga kerusakan alam yang menyebabkan bencana alam di Tapanuli Raya. Sehingga dirinya meminta pemerintah melakukan audit lingkungan terhadap PT TPL.
"Hal berikut soal perlunya audit terhadap PT TPL, baik audit sosial dan audit lingkungan. Kerusakan sosial yang terjadi hingga memakan korban, seperti bang Sorbatua Siallagan. Itu harus diaudit. Dan negara menjamin ini ada, karena dijamin Undang-undang," lanjutnya.
"Hal lain lain adalah soal rasionalisasi konsesi ini, yang abu-abu itu. Kalau ada klaim-klaim masyarakat di lahan konsesi ini, mari diperbaiki agar tidak menimbulkan konflik," sambungnya.
Dirinya sudah menjadwalkan akan ada RDPU di Kantor DPD RI soal konflik agraria tersebut.
"Saya sudah menjadwalkan soal ini dalam RDPU di DPD RI. Jadi akan kita undang, termasuk PT TPL, pemerintah dan masyarakat," ungkapnya.
Ia juga menyoal perpindahan lokasi ibadat yang seharusnya diselenggarakan di Lapangan Bola Hasahatan Jonggi Manulus menjadi di Lumbanjulu.
"Bila kita duga bahwa pihak TPL ini yang mengakibatkan perpindahan lokasi ibadat ini, tentu hal ini sudah keterlaluan. Kemarin, saya sudah komunikasikan soal lokasi ibadat kepada stakeholder terkait dan itu sudah beres," tuturnya.
"Dan saya tidak tahu soal tekanan apa yang membuat sehingga lokasi ibadat harus berpindah. Di Tanah Batak ini, hal itu sangat berbahaya karena hal itu dilakukan kepada pemimpin gereja. Pemerintah dan aparat penegak hukum seharusnya bijak menyikapi ini karena tingkat emosional massa bisa diluar kendali," pungkasnya.
(cr3/www.tribun-medan.com).