Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) melayangkan surat terbuka untuk Komisi I DPR RI dan Komisi III DPR RI, Senin (3/3/2025).
Adapun surat itu dilayangkan lantaran Kontras menolak pembahasan Revisi UndangUndang (RUU) Tentara Nasional Indonesia (TNI) kepada Komisi I dan menolak RUU Polri kepada Komisi III DPR RI.
"Adapun isi dari ataupun substansi surat terbuka yang kami ajukan yakni mengenai penolakan pembahasan RUU TNI dan Polri," kata Wakil Koordinator Kontras Andri Yunus saat melayangkan surat ke DPR RI, di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin.
Andri membeberkan alasan pihaknya melayangkan surat terbuka tersebut. Kata dia, substansi kedua RUU itu sama sekali tidak menjawab seluruh persoalan yang ada di TNI maupun Polri.
Kata dia, dalam substansi RUU Polri jelas diatur kalau Polri akan mendapatkan wewenang tambahan yakni berupa intelijen yang berpotensi tumpang tindih dengan Badan Intelijen Negara (BIN).
"Misal yang pertama dalam RUU Polri kemudian didalamnya diatur mengenai penambahan wewenang intelijen dan keamanan yang mana menurut kami ada satu ketentuan disana yang membuat intelkam polri dapat melakukan penggalangan yang semestinya itu berpotensi bertabrakan dengan kewenangan yang dimiliki badan intelijen negara atau kemudian mengenai perihal penggalangan," kata dia.
Sementara dari substansi RUU TNI, Kontras kata Andri, berpandangan adanya upaya pengaturan perluasan jabatan sipil yang bisa diduduki oleh prajurit TNI aktif.
Kebijakan tersebut yang justru menurut Andri, membuat kemunduran bagi sistem kenegaraan yang dilakukan Indonesia.
Pasalnya, apabila prajurit TNI aktif bisa menduduki jabatan sipil, hal itu pernah dilakukan pada masa orde baru di era Presiden Soeharto.
"Hal ini kami menilai sangat bermasalah dan berpotensi mengembalikan pemerintahan pada rezim orde baru atau rezim Soeharto selama 32 tahun," kata dia.
"Standing kami jelas menolak adanya proses pembahasan di dua RUU tersebut karena kami menilai substansi yang kemudian dibahas atau kemudian diatur lebih lanjut dalam undang undang revisi itu tidak mampu menjawab persoalan kultural di institusi baik TNI maupun Polri," tandas Andri.