Istana melalui Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi merespon soal pelaksanaan retret Kepala Daerah di Akademi Militer Magelang, yang dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hasan Nasbi mengatakan Kemendagri sebagai penyelenggara retret memiliki mekanisme dalam melaksanakan kegiatan tersebut.
"Kementerian Dalam Negeri pasti punya mekanisme sendiri yang bisa dipertanggungjawabkan," kata Hasan Nasbi di Istana Kepresidenan, Senin (3/3/2025).
Hasan meyakini bahwa Kemendagri menyelenggarakan kegiatan retret tersebut telah sesuai dengan aturan dan berlaku.
Kemendagri juga transparan dalam menjalankan kegiatan yang digelar sejak 2128 Februari tersebut.
"Kami yakin proses yang dijalani oleh Kementerian Dalam Negeri itu sudah sesuai dengan aturan, sudah transparan, dan bisa dipertanggungjawabkan," ujarnya.
Sebelumnya Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi melaporkan penyelenggaraan retret kepala daerah yang dilangsungkan di Akmil Magelang, Jawa Tengah ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jumat (28/2/2025). Koalisi menduga ada konflik kepentingan dalam kegiatan tersebut.
Mewakili koalisi, Dosen Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Feri Amsari, menjelaskan pelaksanaan retret diduga melanggar ketentuan dan aturan perundangundangan.
Sejumlah kejanggalan ditemukan dalam penyelenggaran retret kepala daerah, seperti penunjukan PT Lembah Tidar Indonesia (LTI) sebagai perusahaan yang mempersiapkan retret.Koalisi Masyarakat Sipil mensinyalir PT LTI berada dalam lingkaran kekuasaan.
"Di titik itu saja sebenarnya sudah ada konflik kepentingan dan proses pengadaan barang dan jasa pelatihan ini juga tidak mengikuti standarstandar tentu pengadaan barang dan jasa yang sebenarnya harus dilakukan secara terbuka," ucap Feri kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (28/2/2025).
Menurut Feri, proses penunjukan PT LTI mestinya dilakukan secara terbuka dan transparan.
Namun, prinsip tersebut tidak terealisasikan dalam pelaksanaan program yang dinilai memakan anggaran cukup besar itu.
"Kita merasa janggal, misalnya perusahaan PT Lembah Tidar Indonesia ini perusahaan baru, dan dia mengorganisir program yang sangat besar seIndonesia," kata dia.
"Padahal, dalam proses pengadaan barang dan jasa ada prinsip kehatihatian," sambungnya.
LAPOR KPK Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi melaporkan penyelenggaran retret kepala daerah yang dilangsungkan di Akmil Magelang, Jawa Tengah ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jumat (28/2/2025). Koalisi menduga ada konflik kepentingan dalam kegiatan tersebut. (Tribunnews.com/ Ilham Rian Pratama)Sementara itu, peneliti Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), Annisa Azzahra, menekankan bahwa kewajiban kepala daerah untuk mengikuti retret tidak berdasarkan pada regulasi yang sah dan berlaku.
Dia bilang, kewajiban itu disertai adanya pembayaran biaya keikutsertaan bagi kepala daerah yang diduga dibebankan kepada APBD.
"Sehingga di situ kita menemukan ada celah anggaran yang sangat besar, yaitu ketidaksesuaian antara rencana anggaran yang diajukan dengan pelaksanaan di lapangan. Jumlahnya sangat besar sekitar Rp 6 miliar itu ternyata dicover oleh APBD," kata Annisa dalam kesempatan yang sama.
Menurutnya, hal tersebut sejatinya tidak diperbolehkan lantaran dianggap sebagai pengalihan dana secara tidak sah.
Padahal, lanjutnya, pelaksanaan retret kepala daerah tersebut mesti ditanggung oleh APBN.
"Harusnya, kegiatan orientasi dan retret ini dibiayai secara penuh oleh APBN. Ternyata, keadaannya itu tidak terjadi," sebutnya.
Dari kejanggalan itu, Annisa mengungkapkan bahwa ternyata diduga pelaksana yang dipercaya untuk mengelola program retret kepala daerah tersebut adalah PT Lembah Tidar Indonesia.
Ia menyebut, bahwa jajaran petinggi PT Lembah Tidar Indonesia ternyata diisi oleh kader Partai Gerindra.
"Kita melihat bahwa komisaris lama dan juga direksi utama dari LTI ini adalah anggota Gerindra dan juga pejabat aktif saat ini. Sehingga menimbulkan kecurigaan dan juga dugaan terkait dengan konflik kepentingan," ujar Annisa.
"Ditambah lagi terkait dengan konflik kepentingan ini dibuktikan bahwa tidak adanya proses pemilihan tender yang jelas," imbuhnya.
Dengan begitu, ia menekankan bahwa proses penunjukan yang tidak terbuka dan tidak transparan tersebut melanggar peraturan terkait dengan pengadaan barang dan jasa.