Ubah Kemustahilan Jadi Keniscayaan, PHE WMO Kembali Raih PROPER Emas 2024
GH News March 04, 2025 11:08 PM

TIMESINDONESIA, SURABAYA – PT Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore (PHE WMO), bagian dari Zona 11 Regional Indonesia Timur, Subholding Upstream Pertamina kembali meraih Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER) Emas dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 

Penghargaan ini diperoleh melalui inovasi Program Eco-edufarming yang dikembangkan di Desa Bandangdaja, Kecamatan Tanjungbumi, Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur, dengan melibatkan 28 anggota Kelompok Tani Bumi Sentosa Sejahtera (BSS).

Tahun ini terdapat 4.495 perusahaan yang terdaftar dalam penilaian PROPER, dimana 85 perusahaan mendapat PROPER Emas, 227 perusahaan PROPER Hijau, 2.649 perusahaan PROPER Biru, 1.313 perusahaan PROPER Merah, dan 16 perusahaan dapat PROPER hitam.

PHE WMO mengimplementasikan program ini untuk mengatasi lahan kritis yang memiliki kandungan bahan organik yang rendah dan struktur tanah yang kurang baik, sehingga kurang mampu mendukung pertumbuhan tanaman. 

Secara sosial, masyarakat Desa Bandangdaja belum menguasai pengetahuan dan keterampilan terkait dengan pengelolaan SDA. Sehingga banyak potensi desa yang belum optimal dimafaatkan. Hal tersebut juga membuat masyarakat Desa Bandangdaja lebih memilih merantau daripada hidup di desa.

PHE-WMO-a.jpgProgram Eco-edufarming di Desa Bandangdaja, Kecamatan Tanjungbumi, Kabupaten Bangkalan melibatkan 28 anggota Kelompok Tani Bumi Sentosa Sejahtera (BSS). (Foto: Dok.PHE WMO)

Selain itu, volume limbah kotoran hewan di desa cukup tinggi. Masyarakatnya pun mengalami ketergantungan pasokan sayur dan buah dari luar pulau. 

Ketua Kelompok Tani Bumi Sentosa Sejahtera Ahmad Marnawi membenarkan, jika selama ini banyak lahan pertanian di Bandangdaja yang kering dan tidak bisa dimanfaatkan. 

Warga jarang mengonsumsi sayur dan buah karena pasokan tersebut didatangkan dari Jawa membuat harga sayur dan buah mahal.

Warga juga mencoba beternak sapi, namun saat kemarau, tak mudah bagi mereka untuk mencari pakan ternak. Kekeringan lahan membuat petani tidak sejahtera dan ini berdampak pada sektor pendidikan. 

Hasilnya, PHE WMO mengubah kemustahilan menjadi keniscayaan. Program ini berhasil meningkatkan produktivitas 6,7 hektare lahan kering dan memanfaatkan 95,8 ton limbah ternak untuk pupuk organik, serta lebih dari 6 ton cocopeat per tahun dimanfaatkan untuk membantu penghematan air dengan menggunakan sistem pertanian regeneratif berbasis teknologi tepat guna. 

Manager WMO Field, M Basuki Rakhmad  mengatakan perusahaan juga memperkenalkan alat soil nutrient sensor kepada warga untuk mengukur kandungan nutrisi penting dalam tanah seperti nitrogren, fosfor dan juga kalium. 

Alat ini membantu petani untuk menyesuaikan pengaplikasian pupuk agar tanaman mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan. 

Penggunaan sensor dapat memastikan tanaman petani tumbuh dengan optimal dan hasil panen yang lebih baik dengan tingkat keberhasilan 99,3 persen.

Petani juga diperkenalkan dengan metode rain harvesting, yakni melakukan proses pengumpulan dan penyimpanan air hujan untuk digunakan di kemudian hari, serta menerapkan Atmosfering Harvesting, yang merupakan teknologi untuk mengumpulkan air dari kelembaban udara. 

"Kami melalui Eco Edufarming mendiseminasi pengetahuan tentang pembuatan pupuk kompos, pupuk organik cair (POC), mikro organisme lokal (MOL), silase, dan olahan produk pertanian lainnya," kata Basuki Rakhmad, Selasa (4/3/2025).

PHE WMO tak hanya berhasil memanfaatkan cadangan air yang surplus sebesar 44 juta meter kubik per tahun di Ketapang, namun juga menciptakan kesadaran petani untuk menerapkan sistem pertanian hemat air dan organik. 

Alhasil, mereka berhasil menanam tanaman holtikultura di lahan kering seperti cabai, tomat, semangka, melon, kangkung, dan lain-lain dengan sistem intensifikasi tanaman satu lubang dua tanaman. 

"Setelah mengenal PHE WMO, masyarakat memperoleh angin segar. Kami diajari bertani secara organik dan menggunakan teknologi tepat guna," kata Local Hero Marnawi. 

Kini lebih dari 30 kelompok yang mereplikasi program Eco Edufarming dan lebih dari 140 petani mengakses pengetahuan tentang metode pertanian organik. Selain itu, lebih dari 60 sekolah melalukan kunjungan studi di demplot Eco Edufarming.

"Kami berharap program PHE WMO tidak hanya berguna terhadap penerima manfaat. Lebih dari itu, program yang kami prakarsai diharapkan bisa memberikan multiplier effect memberikan kemanfaatan bagi masyarakat luas," tutur General Manager Zona 11 Zulfikar Akbar.

Berawal dari Eco Edufarming, kini petani membudidayakan melon sistem Machida, yakni satu pohon melon dapat menghasilkan lebih dari 20 buah. Upaya ini berhasil mendongkrak pendapatan kelompok hingga Rp 156 juta per tahun.

Keberhasilan program ini juga telah didukung dengan adanya buku pembelajaran terkait dengan pengelolaan pertanian di lahan kering dan juga adanya penghargaan Indonesia Sustainable Development Goals Award.

Karena, terbukti mendukung agenda internasional Sustainable Development Goals (SDGs) tujuan 8 Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi dan tujuan 15 Ekosistem Daratan.

"Pada akhirnya kami bersyukur, apa yang kami lakukan diganjar oleh penghargaan tertinggi PROPER Emas," ujarnya.

"Kami menganggap ini sebuah apresiasi tinggi terhadap apa yang dilakukan PHE WMO. Namun lebih dari itu, kami bahagia, karena dengan program ini, kami bisa membersamai masyarakat untuk meningkatkan taraf kesejahteraan hidup mereka," kata Zulfikar menambahkan.(*)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.