Kabar mengejutkan datang dari persidangan kasus dugaan korupsi yang melibatkan mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong, atau yang lebih dikenal dengan Tom Lembong.
Dalam dakwaan yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), terungkap bahwa Tom Lembong telah menunjuk sejumlah koperasi milik TNI dan Polri untuk mengendalikan ketersediaan dan stabilisasi harga gula, sebuah langkah yang dinilai melanggar aturan.
Jaksa dalam dakwaannya menyatakan, Tom Lembong tidak mengikuti prosedur yang berlaku, yakni mengandalkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam pengelolaan harga dan distribusi gula.
Sebaliknya, Tom Lembong justru menunjuk koperasikoperasi yang terafiliasi dengan TNI dan Polri, seperti Induk Koperasi Kepolisian Negara Republik Indonesia (INKOPPOL), Induk Koperasi Kartika (INKOPKAR), Pusat Koperasi Kepolisian Republik Indonesia (PUSKOPOL), serta Satuan Koperasi Kesejahteraan Pegawai (SKKP) TNIPolri.
"Terdakwa tidak menunjuk perusahaan BUMN untuk pengendalian ketersediaan dan stabilisasi harga gula, melainkan menunjuk Induk Koperasi Kartika (INKOPKAR), Induk Koperasi Kepolisian Negara Republik Indonesia (INKOPPOL), Pusat Koperasi Kepolisian Republik Indonesia (PUSKOPOL) dan Satuan Koperasi Kesejahteraan Pegawai (SKKP) TNIPolri," kata Jaksa saat bacakan dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (6/3/2025).
Tidak hanya itu, Tom Lembong juga didakwa telah memberi tugas kepada PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) untuk pengadaan gula kristal putih. PPI bekerja sama dengan pihak swasta yang sudah ditunjuknya, yang terlibat dalam pengaturan harga jual gula dari produsen ke PPI, serta dari PPI ke distributor, yang semuanya berada di atas Harga Patokan Petani (HPP).
Jaksa menegaskan bahwa pengaturan harga gula ini berpotensi merugikan negara dan konsumen, karena tidak ada pengendalian distribusi yang sesuai dengan peraturan yang berlaku.
"Terdakwa tidak melakukan pengendalian atas distribusi gula dalam rangka pembentukan stok gula dan stabilisasi harga gula yang seharusnya dilakukan oleh BUMN melalui operasi pasar dan atau pasar murah," jelas Jaksa lebih lanjut.
Dampak dari tindakan ini cukup besar, dengan perhitungan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang menyatakan bahwa kerugian negara akibat tindakan Tom Lembong mencapai Rp 578.105.411.622,47 atau sekitar Rp 578 miliar.
Dengan sejumlah dakwaan yang serius, Tom Lembong kini menghadapi tuntutan pidana merujuk Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UndangUndang tentang Pencegahan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke1 KUHP.